Pembangunan Vihara

 

 

Keadaan Vihara dipandang sudah kurang memadai lagi sebagai sarana peribadatan yang mempunyai masa depan cerah. Hal ini karena mengingat Vihara Samaggi Jaya terletak relatif sangat dekat dengan makam Ir. Soekarno. Oleh sebab itu, atas saran para umat mulailah disusun cara untuk pengembangan dan pembangunan vihara.

Pertamanya adalah dengan mencari dana. Ketika vihara ini dipersembahkan, kas dari kotak dana yang ada hanyalah sebesar empat ribu lima ratus rupiah saja. Kas sebesar ini jelas kurang mampu untuk memenuhi kebutuhan pembangunan. Maka sebagai langkah awal adalah membuat kenang – kenangan untuk para donatur dalam bentuk stupa. Stupa ini terbuat dari batu onyx – sejenis batu marmer – yang di dalamnya berisikan sebutir relik. Cara yang ditempuh ini sempat menimbulkan perdebatan seru di kalangan umat Buddha karena mereka beranggapan bahwa relik tidak layak diperjualbelikan. Tetapi memang tujuan panitia bukanlah untuk memperjualbelikan relik. Panitia hanyalah melulu memberi kenang – kenangan atas jasa baik para donatur. Jadi, panitia mengambil sikap tenang dan tidak menanggapi isu – isu yang sempat merebak dalam masyarakat Buddhis kita yang amat kritis ini.

Selain membuat stupa batu onyx di atas, panitia juga mengambil keputusan untuk mengadakan arisan bersama untuk menggali dana masyarakat. Kembali langkah kontroversial ini sempat mengundang cemooh sebagian masyarakat Buddhis. Mereka menganggap bahwa kini vihara telah terlibat dalam dunia niaga. Sekali lagi, para panitia tetap mengambil sikap diam karena memang berniaga bukanlah tujuan panitia. Semua usaha ini melulu demi perkembangan Agama Buddha. Bersamaan dengan menjalankan usaha untuk menggali dana pembangunan, panitia juga berusaha untuk memperluas areal tanah. Tanah seluas 210 m2 itu jelas harus diperluas.

Ternyata dengan susah payah yang menyita banyak waktu, tenaga serta pikiran semua panitia, usaha mulia ini ternyata membuahkan hasil gemilang. Kini dengan dua kali perluasan tanah, areal vihara menjadi 840 m2 di tahun 1989.

Sekarang, tanah telah meluas dan dana telah terkumpul, maka panitia memberanikan diri untuk mulai satu pekerjaan besar: Pembangunan Vihara!

Gambar rancangan vihara mulai dikerjakan oleh Ir. Shelly Gunavati Wardoyo. Beliau adalah seorang arsitek dosen Universitas Petra Surabaya. Beliau juga putri bungsu almarhum Bapak Paññasiri Goo Eng Djan yang cukup besar jasanya dalam membantu penyebaran Agama Buddha. Ir. Shelly juga dibantu oleh suaminya, seorang insinyur sipil, Rudy Hartono.

Proposal yang memuat biaya pembangunan dicetak dan disebarkan ke seluruh penjuru tanah air. Penyebarluasan proposal itu memperoleh sambutan amat positif dari para umat Buddha, baik yang tinggal di Pulau Jawa maupun di luar Pulau Jawa seakan-akan berlomba untuk membantu pembangunan vihara SAMAGGI JAYA. Tidak lama, terkumpullah dana pembangunan yang agak memadai. Panitia sepakat untuk memulai pembangunan pada tanggal 9 September 1990 (9-9-90) pukul 09.09.09 dengan dihadiri oleh 9 orang bhikkhu.