Glow in the Dark
Oleh Bhante Uttamo Mahathera
Sabtu, 26 Maret 2011
Pardede Hall, Medan
dihadiri sekitar 5.000 orang
Sang Buddha dalam banyak penulisan buku sering disebut sebagai Cahaya Asia. Beliau telah memberikan penerangan kepada umat manusia yang sedang dalam kegelapan dan kebingungan. Lalu bagaimana kita sebagai murid-muidNya dapat menjadi ”glow” yang memberikan terang bagi sekitar kita?
Ada banyak tuntunan perilaku yang telah Sang Buddha berikan agar kita semua bisa menjadi ‘glow’ untuk lingkungan kita, namun, paling tidak ada beberapa hal yang dapat disampaikan di sini yaitu :
1. G-abungkan teori dengan praktek
Agama Buddha sering disebut sebagai agama yang banyak memiliki teori. Bagaimana tidak? Tipitaka yang menjadi Kitab Suci Agama Buddha terdiri dari 3 keranjang berisi lebih dari 84 ribu kotbah Sang Buddha semasa hidupNya sebelum Beliau parinibanna. Banyak orang menanyakan kalimat apa yang paling cocok untuk menggabungkan dan menggambarkan secara ringkas seluruh ajaran Buddha tersebut?
”Menerima hidup sebagaimana adanya.”
Kita diharapkan mampu mengerti dan menerima bahwa diri kita akan mengalami sakit, tua dan juga mati. Kita hendaknya menerima semua perubahan itu sebagai proses wajar dalam kehidupan. Semua proses perubahan terjadi sebagai akibat yang timbul setelah adanya kelahiran.
Pangeran Siddhartha ketika melihat adanya sakit, tua dan mati, tidak bisa menerima kenyataan tersebut, lalu menjadi stress. Dan pada saat itu dia merasa segala yang dia miliki menjadi tidak berarti apabila suatu saat nanti dia akan sakit, tua dan mati. Lantas dia memutuskan untuk meninggalkan istana, meninggalkan semuanya dan menjadi pertapa untuk menemukan jawaban dari permasalahan tersebut.
Hingga akhirnya dalam pertapaannya dia menyadari bahwa jalan satu-satunya untuk tidak sakit, tua dan mati adalah dengan tidak dilahirkan kembali. Untuk menjadi tidak lahir, kita harus melepaskan semuanya, melepaskan kemelekatan, menghilangkan ikatan kamma, dengan menerima hidup sebagaimana adanya.
Setelah menemukan jawaban dari permasalahannya dan berhasil mencapai Penerangan Sempurna, barulah Sang Buddha mulai mengajarkan Dhamma kepada murid-muridNya. Sikap ini menunjukkan bahwa Sang Buddha setelah bisa mempraktekkan suatu teori, barulah beliau mengajarkan kepada yang lain. Beliau telah menggabungkan antara teori dan praktek.
Oleh sebab itu, sebagai murid Sang Buddha, kita hendaknya selain mempelajari teori Dhamma juga harus mengimbanginya dengan melaksanakan Dhamma dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, kita bisa menjadi terang yang membawa manfaat serta kebahagiaan dan juga contoh yang baik bagi orang-orang disekitar kita.
2. L-atihlah kebajikan
Setiap manusia lahir membawa bibit-bibit kammanya masing-masing. Ada bagian dari manusia yang memiliki watak buruk. salah satu contohnya, bila kita menyerahkan seekor burung kepada anak kecil, maka kebanyakan, secara otomatis dia akan meremas, atau memegang erat-erat sehingga menyakiti burung tersebut. Tidak jarang, anak kecil justru mempermainkan burung, jangkerik dan hewan kecil lainnya sampai makhluk itu kelelahan dan mati.
Oleh karena itu, kebajikan perlu dilatih dan dibiasakan sejak kecil.
Salah satu cara untuk melatih kebajikan adalah dengan banyak melakukan fang sen atau melepas makhluk ke habitatnya. Fang sen dapat menjadi sarana latihan yang baik karena kita bisa belajar untuk melepaskan milik kita, belajar untuk iklas, sehingga bila dalam kehidupan yang sebenarnya kita mengalami masalah, kita juga bisa melepas beban permasalahan tersebut dan menerima kondisi demikian sebagaimana adanya.
Namun fang sen juga tentunya harus dilakukan dengan bijak. Belilah binatang yang benar-benar memerlukan pertolongan agar tidak menciptakan lahan kerja baru untuk si penangkap hewan. Kemudian, lepaskan makhluk tersebut di tempat yang sesuai.
3. O-bjektif dalam menilai
Segala sesuatu itu sesungguhnya adalah netral. Agama itu juga netral. Tidak ada agama yang baik maupun buruk. Bila dipertanyakan mengapa saya (Bhante Uttamo) memilih Agama Buddha? Maka jawabannya adalah karena saya merasa cocok dengan agama Buddha, bukan karena Agama Buddha benar dan baik sedangkan yang lainnya salah dan buruk. Bukan seperti itu. Segala sesuatu yang dipilih hanyalah berdasarkan kecocokan. Itulah sebabnya, pilihan seseorang seringkali berbeda dengan pilihan orang yang lain.
Suatu agama yang cocok untuk seseorang dapat membawa perbaikan perilaku dan kebahagiaan untuknya. Sebaliknya, agama yang sama dapat menambah keburukan serta penderitaan untuk orang lainnya. Pengalaman yang berbeda dalam menganut suatu agama ini sangat dipengaruhi oleh sikap masing-masing pribadi, bukan karena agamanya.
Memahami kenyataan, ini, umat Buddha seharusnya belajar meningkatkan kemampuan untuk memandang segala suatu dalam kehidupan ini secara obyektif. Bahwa semua permasalahan timbul, suka maupun duka, sesungguhnya terjadi karena pikiran sendiri.
4. W-aspadalah setiap saat
Untuk mencapai kebahagiaan dalam kehidupan, untuk bisa selalu sadar bahwa suka duka timbul karena pikiran sendiri, seseorang hendaknya selalu mengembangkan kesadaran setiap saat. Ia hendaknya selalu waspada setiap saat. Ia waspada pada saat bertindak, berbicara dan berpikir.
Kesadaran dan kewaspadaan setiap saat dapat meningkatkan kualitas hidup setiap saat, khususnya saat ini. Masa lalu adalah masa kini yang sudah lewat, masa depan adalah masa kini yang belum datang. Hidup adalah saat ini. Apa pun kondisinya, waspada, sadari dan terimalah kenyataan saat ini sebagaimana adanya.
Dengan melakukan keempat hal di atas, diharapkan setiap umat Buddha bisa menjadi GLOW dalam lingkungan masing-masing.
Apalagi kalau diperhatikan huruf awal penjelasan di atas yang terdiri dari huruf G. L. O dan W
Semoga dengan menjalani 4 point ”GLOW” di atas, maka kita akan bisa menjadi umat Buddha yang ”Glow in the dark”
ditulis oleh admin dan officer BUC Medan
( Kristin Chandra dan Dharmawaty Chang – Foto: Abok Kosim )
Sumber :
http://www.facebook.com/notes/buc-pusat/glow-in-the-dark-liputan-dhamma-talk-buc-medan/10150142766139827