KIAT MENGATASI KEBOSANAN
Menghormat mereka yang patut dihormat.
Itulah Berkah Utama.
(Manggala Sutta)
Para umat Buddha yang berbahagia, bertepatan dengan suasana Waisak, maka dalam pertemuan ini akan diawali dengan ucapan ‘Selamat Waisak’ semoga dengan hikmah Waisak ini akan dapat meningkatkan semangat mempelajari serta melaksanakan Buddha Dhamma dalam kehidupan sehari-hari. Semoga dengan pelaksanaan Ajaran Sang Buddha ini akan memberikan kebaikan dan kebahagiaan. Semoga demikianlah adanya.
Hari Raya Waisak adalah merupakan salah satu dari empat hari raya yang ada dalam Agama Buddha. Hari Raya pertama dalam setiap tahun adalah Magha Puja yang diadakan pada sekitar bulan Februari. Hari Raya kedua adalah Waisaka Puja yang diadakan pada sekitar bulan Mei. Hari Raya ketiga adalah Asalha Puja yang diadakan pada bulan Juli dan Hari Raya keempat adalah Kathina Puja yang dilakukan sebulan penuh mulai sekitar bulan Oktober sampai dengan November.
Hari Waisak juga merupakan awal dimulainya perhitungan kalender Buddhis. Karena itu, dalam rangka Waisak yang juga bersamaan dengan Tahun Baru Buddhis, tentu tepat kalau saat ini diberikan ucapan: ‘Selamat Tahun Baru Buddhis’, semoga semuanya selalu berbahagia dalam Dhamma.
Dimulainya kalender Buddhis di saat Waisak yang sesungguhnya merupakan salah satu nama bulan di India adalah karena pada saat itu Sang Buddha wafat atau Parinibbana dan pada saat itu pula penanggalan Buddhis disepakati untuk dimulai. Saat Waisak bukan hanya diingat sebagai saat pergantian tahun Buddhis saja, melainkan juga untuk memperingati tiga peristiwa yang sangat penting yang berhubungan dengan riwayat kehidupan Sang Guru Agung, Buddha Gotama. Peristiwa penting pertama adalah kelahiran Pangeran Siddharta Gotama di Taman Lumbini, di India pada tahun 623. Kemudian, peristiwa penting kedua adalah ketika Beliau tepat berusia 35 tahun, Beliau telah mencapai kesucian atau menjadi Buddha Gotama setelah bertapa selama enam tahun di bawah Pohon Bodhi di Hutan Uruvela. Peristiwa penting ketiga adalah wafat atau pencapaian Parinibbana Sang Buddha di Kusinara ketika Beliau tepat genap berusia 80 tahun setelah 45 tahun lamanya mengajar Dhamma ke seluruh penjuru. Karena Waisak memperingati tiga peristiwa penting yang terjadi pada diri Sang Buddha, maka Waisak sering pula disebut sebagai Hari Buddha yang dimaksudkan sebagai hari untuk mengingat dan mengenang Sang Buddha.
Sang Buddha memang seorang tokoh yang layak untuk diingat dan dikenang, bahkan lebih dari itu, Sang Buddha juga layak untuk dihormati karena perjuangan pangeran Siddharta untuk menjadi seorang Buddha tidaklah mudah. Perjuangan yang membutuhkan semangat dan usaha yang luar biasa kerasnya. Perjuangan keras yang tidak pernah dilakukan oleh umat manusia lainnya seperti inilah yang layak untuk mendapatkan penghormatan.
Pangeran Sidharta yang merupakan anak Raja Sudhodana setelah meninggalkan istana, selama enam tahun beliau mempelajari berbagai teknik meditasi yang paling hebat pada saat itu. Beliau mengunjungi dan belajar dari banyak guru meditasi yang terkenal di sana.
Beliau juga melatih tubuhnya dengan latihan yang keras sekali. Ketika sedang musim panas, di India udara sangat panas menyengat, beliau malah duduk bermeditasi sambil berjemur di tengah teriknya matahari. Beliau lakukan ini bukan hanya sehari dua hari, melainkan untuk waktu yang cukup lama.
Sebaliknya ketika musim dingin datang, di India cuaca sangat dingin menusuk tulang, pada waktu itu beliau justru bermeditasi sambil berendam di tengah air sungai yang sangat dingin. Demikian seterusnya dilakukan setiap harinya. Selain melatih tubuhnya mempunyai kekuatan terhadap udara panas dan dingin, beliau juga melatih kekuatan tubuhnya terhadap makanan. Beliau setiap hari melatih mengurangi makanan yang masuk ke dalam tubuhnya, dari satu piring menjadi setengah piring, seperempat piring sampai akhirnya menjadi sebutir nasi setiap harinya. Tubuh beliau menjadi kurus kering sehingga dapat diibaratkan perut dipegang akan terpegang punggung, sedangkan bila punggung yang diraba akan terasa pula perutnya. Sedemikian itulah kurus keringnya beliau pada saat itu. Meskipun demikian beliau terus melatih diri dengan keras. Ketika masih juga belum tampak hasil yang sesuai dengan yang diharapkan, beliau tetap tidak berputus asa. Tujuan beliau berlatih dengan keras adalah untuk mengatasi pengaruh segala suka dan duka dalam kehidupan. Namun, setelah sekian lama usaha ini dilakukan, hasil yang diharapkan masih belum juga diperoleh. Ketidakberhasilan ini bukan mengendorkan semangat beliau. Beliau malah terus berjuang dan berjuang serta berusaha lebih keras untuk memperbaiki dan bahkan mengubah segala kekurangan yang ada pada latihan yang sudah dijalaninya. Sampai akhirnya, di saat Waisak bertepatan dengan ulang tahun beliau yang ke 35 tahun, beliau mencapai Penerangan Sempurna dan menjadi seorang Buddha. Pada saat itulah Beliau menyadari bahwa pengaruh suka dan duka dalam kehidupan adalah disebabkan karena pikiran serta keinginan manusia sendiri. Oleh karena itu, apabila seseorang mampu mengatasi pikirannya sendiri, maka ia akan dapat mengendalikan keinginannya dan bisa membebaskan diri dari jeratan perasaan suka dan duka tersebut. Beliau juga menemukan Jalan Mulia Berunsur Delapan yang berguna untuk mengendalikan dan mengatasi berbagai bentuk pikiran itu. Penemuan Jalan Mulia Berunsur Delapan sebagai cara mengendalikan pikiran inilah yang menjadikan Beliau sebagai seorang Buddha.
Dengan melihat perjuangan Beliau yang tidak pernah kenal putus asa dalam menghadapi segala bentuk kesulitan inilah yang dapat dijadikan contoh dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari para umat Buddha. Seorang umat Buddha yang sering datang ke vihara, mengikuti berbagai acara dan upacara, menghafalkan berbagai paritta maupun membaca riwayat Sang Buddha, namun selama ia belum dapat meneladani cara hidup yang telah Sang Buddha tunjukkan maka sebenarnya umat Buddha semacam itu masih tergolong sebagai umat tradisional, belum umat Buddha yang sesungguhnya. Umat Buddha yang sesungguhnya adalah umat yang telah melaksanakan Buddha Dhamma dalam kehidupannya sehari-hari, paling tidak, dengan meniru sikap serta perilaku Sang Buddha Gotama sebagai Guru Agungnya. Perilaku yang patut ditiru sehingga Sang Buddha layak mendapat penghormatan adalah dengan melihat semangat juang Beliau, kemauan yang keras dan tidak mudah putus asa, kemauan mengubah diri apabila menghadapi kegagalan sehingga bisa memperbaiki usaha dan meningkatkan hasil yang akan dicapai. Kualitas hidup semacam inilah yang hendaknya dapat ditiru dan diterapkan oleh setiap umat Buddha dalam kehidupannya sehari-hari.
Kadang orang yang hidup bermasyarakat, berumah tangga, bekerja dan lain-lainnya sering timbul kebosanan dalam dirinya, apalagi kalau ia selalu menghadapi berbagai masalah yang sulit diselesaikan. Seorang pelajar di sekolah yang mengalami kegagalan dalam ujian sering kemudian menjadi patah semangat dan berhenti belajar. Padahal, apabila ia mau meneliti cara hidup yang telah dicontohkan oleh Sang Buddha, maka ia seharusnya akan bangkit kembali semangatnya untuk terus berjuang agar dapat menyelesaikan tugas dan kewajibannya sebagai pelajar. Dalam kehidupan rumah tangga, kadang kehidupan suami istri juga mengalami kejenuhan dan kebosanan. Pasangan yang demikian ini kemudian sering bertengkar bahkan tidak jarang mereka akan mengambil jalan sendiri-sendiri ataupun berpisah. Tentu hal ini bukan jalan keluar yang baik dan sesuai dengan Dhamma. Memang adalah hal yang wajar kalau dalam kehidupan suami istri bisa terjadi kebosanan, namun, sebagai murid Sang Buddha, pasangan itu hendaknya merenungkan perjuangan Pangeran Siddharta yang tidak pernah kenal putus asa untuk mencapai cita-cita Beliau. Dengan demikian, mereka hendaknya juga memiliki semangat tidak kenal putus asa dan mau mencari kekurangan diri sendiri agar dapat segera diperbaiki sehingga kehidupan berumah tangga menjadi lebih bersemangat dan bisa mengatasi kebosanan yang sempat timbul. Kalau masa kebosanan tersebut sudah berhasil dilewati dengan masing-masing fihak berusaha untuk mengubah perilaku yang kurang berkenan untuk pasangannya, maka tentunya rumah tangga akan bisa dilanjutkan untuk waktu yang lebih lama dengan penuh kebahagiaan.
Sebagai umat Buddha yang rajin melaksanakan Ajaran Sang Buddha, kadang juga tidak terlepas dari rasa bosan. Rasa bosan ini tampak dari cara berpikirnya. Ia kecewa karena ia merasa sudah cukup banyak berbuat baik sesuai dengan Ajaran Sang Buddha namun ia melihat keadaan kehidupannya tidak juga berubah, atau mungkin ia malah tambah menderita. Orang yang berpikir seperti inilah yang sesungguhnya dalam dirinya telah tumbuh rasa bosan dengan Buddha Dhamma. Apabila timbul kebosanan seperti itu, hendaknya ia segera mengatasinya dengan mengingat kembali bahwa Pangeran Siddharta pun harus banyak berjuang untuk mencapai kebahagiaan, apalagi ia sebagai umatNya, tentu harus lebih banyak lagi perjuangan yang diperlukan untuk mengubah keadaan kehidupan. Dengan perenungan dan pengertian seperti itu, ia akan bangkit kembali semangatnya. Ia pun siap berjuang kembali.
Penyebab timbulnya semua bentuk perasaan bosan ini, bahkan kadang orang sampai merasakan bosan hidup adalah karena orang tersebut tidak mempunyai semangat. Pangeran Siddharta mampu bertahan untuk terus berjuang selama enam tahun lamanya adalah karena Beliau memiliki semangat yang tidak pernah melemah. Beliau terus berjuang dan berjuang walaupun hasilnya masih belum nampak. Ketika Beliau melihat sebatang kayu yang terapung di tengah sungai, timbullah pengertian dalam diri Beliau bahwa seperti kayu kering yang akan terapung, kayu basah akan tenggelam dan kayu setengah basah setengah kering akan berada di tengah antara terapung dan tenggelam, Beliau juga melihat bahwa latihan pada badan dan batin hendaknya tidak berlebihan, haruslah dilakukan dengan bijaksana. Inilah titik tolak adanya perubahan besar-besaran dalam cara Beliau melatih diri sehingga akhirnya Beliau berhasil mencapai kesucian pada saat Purnamasidhi atau terang bulan di bulan Waisak, pada saat Beliau tepat berusia 35 tahun.
Bila Pangeran Siddharta bisa selalu memiliki semangat untuk mengatasi segala kesulitan dalam perjuangan mencapai cita-cita, maka umat Buddha hendaknya juga dapat meniruNya. Umat sebagai murid Sang Buddha hendaknya mampu membangkitkan dan selalu menjaga semangat agar selalu ada dalam dirinya. Untuk dapat membangkitkan semangat, maka seseorang harus memiliki beberapa hal yang dapat mendukungnya.
Pada awalnya, ia harus mempunyai keyakinan. Pangeran Siddharta dapat menjalani perjuanganNya selama enam tahun adalah karena Beliau mempunyai keyakinan bahwa cara yang ditempuhNya adalah cara yang benar. Kalaupun ternyata ada kekurangan, maka setelah enam tahun dikerjakan, cara tersebut bisa juga diubah. Tidak masalah. Dengan adanya perubahan cara bertapa itu Beliau kemudian malahan dianggap tidak lagi melaksanakan cara pertapaan yang keras sehingga ditinggalkan oleh rekan-rekan pertapanya. Itu juga tidak masalah karena kesemuanya adalah merupakan konsekuensi logis dari suatu keputusan yang memang harus diambil.
Sebagai seorang umat Buddha, apapun yang akan dan sedang dikerjakan, hendaknya didasari dengan semangat karena ia yakin bahwa segala yang dilakukannya adalah benar. Hal ini juga berlaku untuk para umat yang pelajar dan sedang menuntut ilmu di suatu sekolah, atau juga untuk mereka yang menjalani kehidupan berumah tangga, atau apa saja jalan hidup yang dipilihnya. Semua harus dilakukan dengan dasar keyakinan.
Dalam mempelajari Ajaran Sang Buddha, itu pun diperlukan keyakinan sebagai dasar. Orang hendaknya bisa membaca dan merenungkan bahwa sejak dahulu telah banyak orang yang hanya dengan mendengar sekali saja Dhamma yang indah pada awalnya, indah pada tengahnya dan indah pada akhirnya akan membuatnya mencapai kesucian. Kalau mereka pada waktu itu bisa mencapai kesucian, maka orang hendaknya juga memiliki keyakinan bahwa siapapun pun juga di masa sekarang tetap akan dapat mencapai kesucian sesuai dengan yang diajarkan dalam Buddha Dhamma apabila ia mau melaksanakan Dhamma. Kalaupun bukan kesucian yang bisa diperolehnya dalam waktu dekat ini, paling tidak, orang yang mempelajari Dhamma itu hendaknya telah mampu mengubah perilaku dan sifatnya sehingga menjadi lebih baik. Mungkin dahulu ia adalah orang yang pemarah, maka setelah mengenal Dhamma, ia hendaknya bisa mengubah wataknya menjadi lebih lembut dan pemaaf. Dahulu ia tidak sabaran, setelah melaksanakan Buddha Dhamma, ia kemudian menjadi lebih sabar. Begitu seterusnya, selalu ada perubahan menuju ke hal yang lebih baik ketika orang telah mengenal dan melaksanakan Buddha Dhamma. Dengan adanya perubahan sikap dan mental inilah orang akan semakin bertambah keyakinannya pada kebenaran dan keluhuran Buddha Dhamma. Dan, kalau perubahan ini diceritakan kepada orang lain, maka orang lain yang mendengarnya pun akan timbul keyakinan yang sama pada Buddha Dhamma.
Bahkan, karena memiliki keyakinan yang kuat pada Dhamma, maka ada orang yang menderita suatu penyakit pun kemudian ia akan memperoleh kesembuhan. Peristiwa ini sudah dibuktikan sendiri oleh salah seorang umat Buddha dari Pulau Bali yang terkena tumor kandungan. Beliau ingin mendapatkan kesembuhan dari penyakit yang telah lama mengganggunya dari berbagai aktifitas sehari-hari tersebut. Oleh karena itu, dengan tekun ia membaca paritta serta bermeditasi selama 40 hari. Namun, pada hari yang 35 beliau sudah bisa sembuh dari sakitnya. Bahkan, pada dokter dari luar negeri pun menjadi bingung dibuatnya. Hal ini bisa terjadi karena keyakinannya yang kuat pada kebenaran Ajaran Sang Buddha. Dengan mengetahui adanya pengalaman umat Buddha seperti itu, maka orang akan dapat bangkit keyakinannya untuk selalu bersemangat dalam melaksanakan Ajaran Sang Buddha.
Kalau seseorang sudah mempunyai keyakinan yang kuat, maka dalam dirinya akan muncuk semangat. Semangat untuk mengerjakan segala hal yang diyakininya itu. Sama seperti ibu yang terkena tumor kandungan tersebut, karena ia yakin akan kebenaran Ajaran Sang Buddha, maka ia dengan rajin dan penuh semangat melaksanakan pembacaan paritta dan bermeditasi setiap hari. Oleh karena itu, hasil yang diperolehnya sungguh menakjubkan. Inilah manfaat memiliki semangat berdasarkan keyakinan.
Setelah seseorang memiliki keyakinan atau saddha yang kemudian diikuti dengan munculnya semangat atau viriya , maka tahap berikutnya yang dikatakan dalam Dhamma adalah kemunculan perhatian atau sati . Perhatian yang dimaksudkan di sini adalah kemampuan orang tersebut untuk memperhatikan dengan teliti segala hal yang sedang dikerjakannya. Apabila ia mulai bingung dan kacau batinnya karena pikirannya mulai memperhatikan hal yang lain sehingga pekerjaannya terganggu, maka ia hendaknya memiliki kemampuan untuk mengembalikan perhatiannya agar tetap terpusat pada pekerjaan semula.
Contoh penerapan Dhamma ini dalam kehidupan sehari-hari misalnya sebagai seorang pelajar, setelah ia memiliki keyakinan untuk mengerjakan tugas selayaknya sebagai pelajar, orang itu akan bersemangat untuk meningkatkan segala pengetahuannya dari berbagai sumber. Ia akan melakukannya dengan penuh perhatian sehingga walaupun ada siaran TV yang baik, kalau itu tidak berhubungan dengan pelajaran yang sedang ditekuninya, ia akan tetap mampu memusatkan perhatian pada peningkatan kualitas pengetahuannya. Ia tidak lagi tertarik dengan siaran TV tersebut, maupun ajakan teman-temannya untuk bergembira di berbagai tempat hiburan.
Dalam kehidupan sebagai suami istri, hendaknya juga didasari keyakinan bahwa pilihannya telah benar. Setelah ia yakin memilih pasangan hidup sesuai dengan yang diinginkannya, maka ia akan selalu bersemangat untuk menjaga keutuhan rumah tangganya. Ia juga akan terus memusatkan perhatian kepada keluarganya. Apabila ada orang lain yang lebih menarik daripada pasangan hidupnya, ia akan segera menyadari dan menghindarinya, karena pikirannya tetap terpusat pada pasangan hidupnya.
Sebagai seorang umat Buddha, setelah memiliki keyakinan akan kebenaran Ajaran Sang Buddha, maka ia akan bersemangat untuk melaksanakan Ajaran luhur Sang Buddha, dan ia pun akan selalu memusatkan perhatian pada penerapan dan pelaksanaan Ajaran Sang Buddha. Ia tidak akan bisa terpengaruh oleh bujukan orang agar mencoba apalagi memilih ajaran lain untuk menggantikan Buddha Dhamma yang telah ia yakini selama ini. Ia akan tetap bertahan pada Buddha Dhamma, apapun yang terjadi padanya.
Setelah memiliki keyakinan atau saddha , semangat atau viriya dan perhatian atau sati , maka tahap berikutnya akan timbul dalam dirinya samadhi . Samadhi adalah merupakan perhatian atau sati yang berlangsung untuk jangka waktu lama atau terus menerus. Biasanya istilah-istilah ini dipergunakan untuk mengembangkan batin dalam bermeditasi, namun, bisa juga dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari. Seorang pelajar yang harus menghadapi ulangan. Ia akan berusaha belajar dengan tekun dan menghindari segala bentuk gangguan pada ketekunannya. Namun, kalau sikap itu hanya berlangsung untuk waktu yang pendek saja, misalnya satu atau dua jam saja, maka sikap itu disebut sebagai perhatian atau sati . Sedangkan kalau ketekunannya itu bisa bertahan untuk waktu yang lama, bahkan mungkin untuk seumur hidup, maka sikap yang telah menjadi watak itulah yang secara sederhana disebut sebagai samadhi.
Demikian pula dalam kehidupan sebagai pasangan hidup, kalau orang mampu memusatkan perhatian untuk waktu yang lama, selalu setia dengan pasangan hidupnya, tidak pernah berubah seumur hidup, maka itulah samadhi. Seorang umat Buddha yang seumur hidupnya selalu berjuang untuk pelaksanaan Dhamma, selalu tidak pernah tergoyahkan walaupun mendapatkan pengaruh yang sangat hebat, maka itulah pengertian samadhi.
Dengan adanya keempat kualitas batin tersebut, maka kemudian dalam diri orang tersebut muncul kebijaksanaan atau pannya . Kebijaksanaan adalah kemampuan melihat hal yang penting sebagai hal yang penting dan hal yang tidak penting sebagai hal yang tidak penting. Kebijaksanaan adalah merupakan hasil yang diperoleh dari usaha mempertahankan keyakinan, semangat, perhatian dan konsentrasi.
Sebagai seorang pelajar, misalnya, ketika dengan penuh keyakinan ia dapat menjalankan tugasnya sebagai seorang pelajar yang selalu penuh perhatian dan terus belajar, ia tidak terpengaruh muncul atau tidak muncul gangguan. Ia tetap tekun belajar, maka di akhir perjuangannya, ia akan memperoleh buah yang manis yaitu kebijaksanaan. Ia akan mencapai hasil sesuai dengan yang diharapkannya.
Demikian pula halnya dengan kehidupan pasangan suami-istri. Ketika ia telah yakin dengan pasangannya, yakin dengan kebenaran pilihannya sendiri, yakin bahwa hanya bersama dialah rumah tangga ini dijalani. Ia memiliki keyakinan bahwa hanya dengan dialah bersama-sama menghadapi suka dan duka. Keyakinan inilah yang akan menjadikan segala gangguan dan hambatan dalam kehidupan ini dapat diselesaikan satu persatu. Di hari tua, ia akan menyadari bahwa memang ternyata pilihannya di masa muda itu tidak salah. Ia memang sesuai sebagai teman hidup selamanya.
Begitu pula sebagai seorang umat Buddha, ketika ia telah yakin dengan kebenaran Dhamma, ia juga telah yakin dengan segala yang telah dipelajarinya melalui buku, kaset maupun berbagai ceramah Dhamma, maka ia akan selalu melaksanakan Ajaran pokok Sang Buddha yaitu kerelaan, kemoralan serta konsentrasi. Ia dengan penuh perhatian mengamati dan menyadari segala yang ia lakukan dengan badan, ucapan maupun pikirannya. Ia mungkin akan dapat mencapai kebijaksanaan agung yaitu kesucian dalam kehidupan ini. Kesucian inilah yang menjadi tujuan akhir seorang umat Buddha.
Inilah lima kualitas batin yang telah diuraikan dalam Anggutara Nikaya III, 10 yang dikenal sebagai Pancabala atau lima kekuatan dalam Dhamma. Dalam kehidupan ini, apabila orang sudah mempunyai keyakinan untuk memilih satu jalan kehidupan, baik sebagai perumahtangga maupun sebagai seorang bhikkhu, maka hendaknya ia jalankan kehidupan yang telah dipilihnya itu dengan penuh semangat. Hendaknya ia selalu memperhatikan hal kecil yang mungkin akan dapat mengganggu kelancaran jalan hidup yang telah dipilihnya itu. Sebaliknya, ia hendaknya juga memperhatikan hal kecil yang mungkin dapat mendukung serta memajukan jalan hidup yang telah dipilih tersebut. Kalau sudah timbul perhatian yang sedemikian kuatnya, ia hendaknya terus mempertahankan perhatian itu sepanjang hidupnya. Dengan terus memiliki perhatian yang kuat, maka dalam dirinya akan timbullah kebijaksanaan. Pengertian yang sesungguhnya akan tumbuh dalam batinnya. Ia akan menjadi orang bijaksana yang mampu memilih hal baik diantara banyak hal yang buruk. Ia akan mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan lahir batin.
Oleh karena itu di saat peringatan Waisak seperti ini, orang hendaknya jangan hanya melakukan penghormatan kepada Sang Buddha dengan bunga, dupa serta lilin dalam suatu upacara ritual yang meriah. Jangan hanya demikian. Namun, orang hendaknya juga dapat melaksanakan serta meneladani sikap hidup Sang Buddha. Hal ini sebenarnya adalah merupakan salah satu bentuk penghormatan yang dikenal dengan Pattipati Puja , yaitu menghormat orang yang layak dihormat dengan sikap dan perilaku. Para umat Buddha memang perlu dan harus menghormat Sang Buddha, karena ‘menghormat orang yang patut dihormat adalah berkah utama’, namun, marilah menghormati Sang Buddha dengan memperbaiki dan mengubah perilaku masing-masing agar menjadi lebih baik dalam bertindak, berbicara, dan berpikir. Semakin seorang menghormati Sang Buddha, seharusnya ia akan semakin baik pula perilakunya.
Selamat Tahun Baru Buddhis, Selamat Waisak, semoga semangat Waisak ini akan dapat meningkatkan semangat untuk mempelajari dan melaksanakan Buddha Dhamma yang luhur dan indah dalam kehidupan sehari-hari.
Semoga Anda semua berbahagia dalam Dhamma. Semoga semua makhluk baik yang tampak maupun yang tidak tampak akan memperoleh kebaikan dan kebahagiaan sesuai dengan kondisi karmanya masing-masing.
Sabbe satta bhavantu sukhittata
Ditranskrip dari kaset ceramah oleh: NN, Jakarta
Editor: Bhikkhu Uttamo