Pelimpahan Jasa yang Pertama

4. Pelimpahan Jasa Yang Pertama

Ketika Raja Bimbisara mempersembahkan dana pada hari pertama, delapan puluh empat ribu mahluk peta (setan) yang merupakan leluhurnya, di dalam pembebasan dari perilaku mereka yang buruk pada jaman Buddha Pussa, gagal untuk memperoleh jasa kebajikan yang dilakukan oleh Raja Bimbisara. Mereka menanti sampai tiba malam hari, kemudian dengan penuh kemarahan mereka membuat suara-suara yang menakutkan dan menampakkan diri mereka ke hadapan Raja Bimbisara. Ketika Raja mengunjungi Veluvana keesokan harinya, ia menceritakan apa yang terjadi semalam kepada Sang Buddha. Sang Guru Agung menjawab:

“Raja Mulia, sembilan puluh dua putaran waktu di masa yang lampau, pada jaman kehidupan Buddha Pussa, para mahluk peta ini adalah leluhurmu. Mereka memakan makanan yang seharusnya mereka persembahkan kepada anggota Sangha, karena perbuatan buruk yang mereka lakukan itulah, yang menyebabkan mereka terlahir di Alam Peta (Alam Sengsara). Dengan melalui begitu panjang lingkaran-lingkaran kelahiran, mereka bertanya kepada Buddha Kakusandha, Buddha Konagamana, dan Buddha Kassapa kapan mereka akan memperoleh makanan, para Buddha itu berkata bahwa mereka tidak akan mendapat makanan pada jaman mereka, tetapi harus menunggu sampai Buddha yang akan datang muncul dan akan memperoleh jawaban dariNya. Mereka terus menunggu, dan ketika Buddha Kassapa muncul, mereka bertanya kepadaNya. Dan Sang Buddha Kassapa menjawab, “Kalian tidak akan mendapat makanan pada jamanKu ini; tetapi sesudah Aku, akan muncul Buddha Gotama. Pada saat itulah keturunan kalian yang bernama Bimbisara akan menjadi raja; ia akan mempersembahkan makanan kepada Buddha Gotama dan pada waktu itulah kalian akan memperoleh makanan.” Setelah menanti dalam waktu yang amat panjang mereka berharap dengan gembira akan dapat menerima pelimpahan jasa yang kamu lakukan; karena itulah mereka mengamuk dan bertindak seperti semalam karena dana yang kamu berikan tidak dilimpahkan kepada mereka, dan mereka gagal mendapatkan jasa buah kebajikan yang kamu lakukan.”

“Tetapi, Yang Mulia, kalau saya mempersembahkan dana sekarang, apakah mereka akan memperoleh jasa kebajikan ini?”

“Ya, Raja Mulia.”

Pada keesokan harinya raja mengundang Sang Buddha beserta muridNya, untuk menerima persembahan makanan dan minuman yang berlimpah-limpah, dan berkata:
“Yang Mulia, semoga makanan dan minuman yang saya persembahkan ini diterima pula oleh mahluk-mahluk di alam peta.”

Dan seketika itu pula, ketika Raja Bimbisara melimpahkan jasa kebajikan yang dilakukannya, mahluk-mahluk di alam peta itu segera dapat menerima makanan dan minuman dengan penuh kebahagiaan.

Pada keesokan harinya, para mahluk peta itu menampakkan dirinya dengan telanjang, tidak berpakaian. Raja berkata kepada Sang Buddha: “Hari ini, Yang Mulia, para mahkluk peta menampakkan dirinya dengan telanjang,” dan ia bertanya apa yang harus dilakukannya.

Sang Guru Agung menjawab : “Raja Mulia, kamu memang belum memberikan mereka pakaian.”

Pada keesokan harinya, Raja Bimbisara mempersembahkan jubah kepada Sang Buddha dan para muridNya, lalu berkata : “Semoga persembahan yang saya lakukan ini dapat diterima oleh para mahluk peta, berupa pakaian.”

Dengan seketika itu pula, setelah mereka memperoleh kebajikan yang dilakukan oleh keturunannya ini, mereka langsung berpakaian indah, dan langsung pindah dari alam peta ke alam surga.

Ketika Sang Buddha mengucapkan anumodana, Beliau lalu mengucapkan syair Tirokudda Sutta :

Di luar dinding mereka berdiri dan menanti,
di persimpangan-persimpangan jalan,
mereka kembali ke rumah yang dulu dihuninya,
dan menanti di muka pintu.
Tetapi bila diadakan pesta yang meriah,
dengan makanan dan minuman yang berlimpah,
ternyata tidak seorang pun yang ingat kepada mahluk-mahluk itu,
yang merupakan leluhur mereka.

Hanya mereka yang hatinya penuh welas asih,
memberikan persembahan kepada sanak keluarganya,
berupa makanan dan minuman yang lezat,
baik, dan disukai pada waktu mereka masih hidup.

“Semoga buah jasa-jasa baik kita,
melimpah kepada sanak keluarga yang telah meninggal.
Semoga mereka berbahagia.”

Sanak keluarga kita yang sedang berkumpul di tempat ini
dengan gembira akan memberikan restu mereka
karena diberi makanan dan minuman yang berlimpah.
“Semoga sanak keluargaku berusia panjang
sebab karena merekalah kami memperoleh sajian uang lezat ini.”

“Karena kami diberi penghormatan yang tulus
maka yang memberinya pasti akan memperoleh
buah jasa yang setimpal
Karena di sini tidak ada pertanian
dan juga tidak ada peternakan
tidak ada perdagangan
juga tidak ada peredaran uang dan emas.”
Sanak keluarga kita yang telah meninggal
hidup di sana dari pemberian kita di sini.

Bagaikan air mengalir dari atas bukit
turun ke bawah untuk mencapai lembah yang kosong,
demikian pula sesajian yang diberikan
dapat menolong sanak keluarga kita yang telah meninggal
Bagaikan sungai, bila airnya penuh
akan mengalirkan airnya ke laut,
demikian pula sesajian yang diberikan
dapat menolong sanak keluarga kita yang telah meninggal,

“Ia memberi kepadaku, ia bekerja untukku,
ia sanak keluargaku, ia sahabatku, kerabatku.”
Memberikan sesajian kepada mereka yang telah meninggal dunia
dan mengingat kembali kepada apa yang biasa mereka lakukan.
Bukan ratap tangis,
bukan kesedihan hati,
bukan berkabung dengan cara apapun juga
untuk menolong mereka yang telah meninggal dunia
yang dilakukan sanak keluarga yang telah ditinggalkan.

Tetapi bila persembahan ini dengan penuh bakti
diberikan kepada Sangha atas nama mereka
dapat menolong mereka untuk waktu yang panjang
di kemudian hari maupun pada saat ini.

Telah diperlihatkan hakikat sesungguhnya
dari sesajian bagi sanak keluarga
dan bagaimana penghormatan yang lebih bernilai
dapat diberikan kepada mereka
serta bagaimana para bhikkhu mendapat kekuatan
dan bagaimana Anda sendiri dapat menimbun
buah karma yang baik.

Pada saat Sang Buddha selesai mengucapkan syair ini, delapan puluh empat ribu mahluk memperoleh pengertian Dhamma Yang Mulia.