Tiga Perlindungan

TIGA PERLINDUNGAN

179. Setelah mempelajari ajaran Sang Buddha, maka diantara mereka yang merasakan kebesaran dan kebenaran ajaran Buddha, banyak yang cukup puas dengan mengagumi ajaran itu dari kejauhan. Penghargaan pada Sang Buddha (dan ajaran-Nya) semata-mata belum menjadikan seseorang menjadi Buddhis. Di negara-negara Buddhis tradisional, penduduk ke vihara-vihara, mengikuti acara ritual dan melaksanakan Dhamma sebagai bagian kebudayaan mereka; tetapi tentunya seseorang tidak langsung menjadi Buddhis hanya karena dia terlahir di negara Buddhis. Sebagian orang lagi menelusuri lebih jauh, mempelajari Dhamma dan berusaha sekuat mungkin untuk melaksanakannya, tapi tentunya hanya sepanjang hal tersebut tidak berarti pengorbanan. Sebenarnya, melaksanakan Dhamma hanya bila hal itu mudah atau bila menyenangkan, belum menjadikan seorang menjadi Buddhis. Lalu, bagaimana seorang Buddhis itu? Seorang Buddhis adalah seorang yang telah berlindung pada Buddha, Dhamma dan Sangha.

“Bagaimana, Tuan-ku, seorang menjadi murid awam?”
“Bila seorang telah berlindung pada Buddha, Dhamma dan Sangha, maka dia menjadi murid awam.”1

180. Perlindungan (sarana) adalah tempat dimana seseorang menghindar dari bahaya – jadi suatu tempat yang aman, pernaungan aman. Seorang Buddhis melihat samsara, lingkaran lahir dan mati, sebagai bahaya dan penderitaan, dan kemudian melihat Buddha, Dhamma dan Sangha sebagai suatu tawaran keamanan dan kebahagiaan. Dengan sendirinya dorongan untuk menjalani Jalan hendaknya lebih dari sekadar keinginan terbebas dari samsara. Hendaknya diikutkan, sesuatu yang lebih kuat, yakin keinginan untuk mencapai Nibbana. Keagungan dan kesempurnaan Buddha, Dhamma dan Sangha, bila dimengerti maknanya, akan menarik perhatian kita kepada Mereka. Jadi, Buddha, Dhamma dan Sangha disebut Tiga Perlindungan, sebab kepadanya kita berlindung dari samsara; tetapi dapat dengan tepat juga disebut sebagai Tiga Permata (tiratana) sebab, sebagai permata yang berharga, ke Tiga-nya membangkitkan rasa penghargaan dan kekaguman kita.

181. Sang Buddha adalah perlindungan dalam arti Beliau mewakili potensi pencapaian kesempurnaan manusia yang paling hakiki. Ucapan dan tindakan-Nya, kasih sayang-Nya pada yang menderita, kesabaran-Nya pada mereka yang tercampak, kebajikan-Nya yang tak ternoda dan kecermatan-Nya; tetap adalah contoh yang sempurna bagi kita untuk dijadikan dasar kehidupan.

Bila kita bercita-cita kuat untuk meneladani Sang Buddha pada setiap aspek kehidupan kita, maka kita sebenarnya telah siap berlindung pada Buddha, dengan demikian kita memberi arah dan makna baru bagi kehidupan kita. Dhamma adalah perlindungan sebab memberi kita keterangan yang jelas dan rinci mengenai setiap langkah dari Jalan dan tentang tujuan yang kita cita-citakan. Istilah Sangha berarti perhimpunan spiritual atau persahabatan spiritual, dan dalam pengertian teknis, mengacu pada mereka semua yang telah mencapai titik-tanpa-balik dalam Jalan, yakni para Pemenang-Arus, Yang-Kembali-Sekali, Yang-Tidak-Kembali, dan Arahat (lihat 191, 199). Karena mereka jauh lebih maju secara spiritual dibanding kita, maka mereka dapat sangat membantu kita dalam dengan menunjukkan hal-hal yang belum kita lihat atau dengan menjelaskan hal-hal yang tidak dapat kita pahami. Juga, kehadirannya mengisi kita dengan tenaga dan tekad sebab Pencapaian mereka memberi bukti bagi kita bahwa pelaksanaan itu berhasil, bahwa Jalan itu benar menuntun ke kesempurnaan. Tetapi, dalam pengertian umum, Sangha juga berarti mereka yang melaksanakan Dhamma dengan tulus dan bertanggung-jawab, apakah dia bhikkhu, bhikkhuni atau penganut awam sekalipun. Banyak persoalan yang kita hadapi, yang tidak mesti memerlukan bantuan orang Tercerahi untuk memecahkannya. Kadang-kadang kita cukup memerlukan bantuan sahabat sesama Buddhis yang sedikit lebih bijaksana dan lebih berwawasan dari pada kita sendiri. Sahabat sesama Buddhis dapat menawarkan persahabatan, ilham dan petunjuk, dan pada waktu yang sama memberi kita kesempatan untuk mengembangkan diri kita dengan berbagi dan membantu mereka. Bila kita telah siap untuk berperan-serta di dalam persahabatan spiritual yang positif (dalam salah satu dari ke dua pengertian Sangha diatas), maka kita juga telah siap berlindung pada Sangha. Dengan demikian perlindungan pada Tiga Perlindungan memberi kita kekuatan, kepercayaan dan kepastian yang tidak dapat diberi oleh perlindungan yang lain. Sang Buddha bersabda:

Ke bukit-suci, hutan suci dan belukar-suci
Ke pohon-suci dan ke kuil-kuil
Orang-orang pergi, karena tercekam takut.

Tapi tempat-tempat itu bukanlah perlindungan aman
Bukan perlindungan terbaik
Tidak dengan pergi kesana
Seseorang akan bebas dari penderitaan.

Tapi siapapun yang berlindung
Di dalam Buddha, Dhamma dan Sangha
Akan mengerti kebijaksanaan
Empat Kebenaran Mulia
Penderitaan, penyebabnya, penanggulangannya
Dan Jalan Berjalur Delapan
Menuntun untuk mengatasinya

Dan inilah perlindungan yang aman,
Perlindungan terbaik.
Dengan berlindung disini,
Seseorang akan terbebas dari semua penderitaan.2

182. Menurut seorang komentator terkenal, Buddhagosa, berlindung mempunyai empat aspek.3 Pertama adalah penghormatan. Orang tertentu, bila bertemu dengan orang-lain yang lebih unggul darinya, akan bereaksi dengan kecemburuan atau berusaha menjatuhkan orang-lain. Pikiran bahwa seorang mungkin lebih unggul darinya seakan mengancam keberadaannya. Mereka yang sudah matang sebaliknya akan bereaksi dengan kekaguman dan penghormatan, dan dalam agama Buddha, penghormatan pada kebajikan seseorang atau karena tingkat spiritualnya, adalah suatu sikap mental yang bermanfaat.4 Perasaan hormat kadang-kadang demikian besar sehingga diekspresikan dalam bentuk bahasa badan. Berdiri tegak ketika lagu kebangsaan dikumandangkan, atau sewaktu orang yang lebih tua memasuki ruangan, adalah contoh dari sikap tersebut. Bila kita berlindung pada Tiga Perlindungan, kita menyerahkan diri atau tunduk di depan simbol atau gambar Sang Buddha, sikap badan adalah perwujudan keluar dari perasaan hormat dan syukur dari dalam hati kita. Kita berjanji seperti ini:

Sejak hari ini, saya akan memberi penghormatan, selalu akan setia, menghormat dengan telapak tangan menyatu dan berlindung hanya pada ke tiga ini: Buddha, Dhamma dan Sangha. Demikian kupermaklumkan!

183. Pengakuan sebagai murid (sissabhavupagamana) adalah perwujudan lain dari perlindungan tersebut. Di dalam agama Buddha, seperti hal-nya pada umumnya agama timur lain, hubungan antara guru dan murid sangat ditekankan (lihat 116). Sang Buddha menerangkan alasan untuk itu:

Seorang guru hendaknya memandang muridnya sebagai anaknya sendiri. Seorang murid hendaknya memandang gurunya sebagai ayahnya sendiri. Jadi, ke duanya, disatukan dalam rasa hormat satu sama lain serta tinggal dalam kerukunan bersama, mencapai perkembangan dan kemajuan di dalam Dhamma dan tata-tertib.5

Walau kita mungkin mempunyai guru yang masih hidup ketika menerima perlindungan ini, namun Sang Buddha tetaplah guru utama kita. Keyakinan yang kokoh yang mendorong kita untuk meminta perlindungan pada Tiga Perlindungan, juga akan menciptakan hubungan spiritual yang unik antara kita dan Sang Buddha, walau dalam kenyataannya Sang Buddha telah mencapai Nibbana. Menyangkut hal ini, Sang Buddha bersabda:

Dia yang keyakinannya pada Tathagata telah mapan, mantap, tetap, kokoh, tak-tergoyah oleh pertapa atau Brahmin manapun, dewa manapun, Mara, Brahmana, atau siapapun di dunia ini, dapat dengan sebenarnya berkata: “Saya adalah anak sebenarnya dari Tuanku, terlahir dari mulut-Nya, terlahir dari Dhamma, diciptakan oleh Dhamma, dan pewaris Dhamma.6

Kita dapat melihat Sang Buddha dan berhubungan dengan-Nya pada tahap dimana pikiran, ucapan dan tindakan kita sudah selaras dengan Dhamma yang diajar-Nya. Lagi, Beliau bersabda:

Walau seseorang dapat meraih ujung keliman jubah-Ku dan berjalan selangkah demi selangkah di belakang-Ku; tapi bila dia serakah demi keinginan, sengit dalam kerinduan, dengki dalam hati, batinnya menyimpang, tak berhati-hati dan tak-tertahan, berpikiran-kacau dan ribut, dan batinnya tak-terkendali, dia sebenarnya jauh dari-Ku. Mengapa? Karena dia tidak melihat Dhamma, dan karena tidak melihat Dhamma, maka dia tidak melihat Saya. Namun, walau tinggal ratusan mil jauhnya dari Saya, dia yang tidak serakah dalam keinginan, tidak sengit dalam kerinduan, dengan hati yang baik dan batin yang murni, mawas, sabar, tenang, memusatkan-pikiran, dan batin yang terkendali, maka sebenarnya dia dekat pada Saya, dan Saya dekat pada dia. Mengapa? Karena dia melihat Dhamma, dan karena melihat Dhamma, maka dia melihat Saya.

Walau badannya dekat membayangi dibelakng-Ku,
Bila dia tamak dan gelisah,
Betapa jauhnya dia
Yang bergolak dari Yang telah damai,
Yang terbakar dari Yang telah dingin,
Yang rakus dari Yang telah puas!

Tetapi dengan mengerti Dhamma sepenuhnya,
Dan terbebas dari keinginan, berkat wawasannya,
Yang bijaksana, bersih dari keinginan,
Tenang bagaikan kolam tak terhembus angin.
Betapa dekatnya dia
Yang penuh kedamaian dari Yang telah damai,
Yang terdinginkan dari Yang telah dingin,
Yang terpuaskan dari Yang telah puas!7

184. Namun hubungan bisa terlaksana lebih jauh dari sini. Melalui perenungan berkesinambungan pada kebajikan-kebajikan Sang Buddha, dan ketulusan pada kebesaran-Nya serta dengan mengingat sabda-sabda-Nya, maka kita dapat mengisi seluruh batin kita dengan pengaruh-Nya, sedemikian rupa sehingga kita seakan merasakan kehadiran-Nya. Dan bila kita merasakan kehadiran-Nya, kita bertindak seakan ada dalam kehadiran-Nya, dan kita merasakan kepercayaan-diri sepenuhnya yang dikarenakan kehadiran-Nya.8 Hanya mereka yang benar-benar bersikap setia dan menerima, yang dapat merasakannya. Bagi mereka Sang Buddha bukan lagi pribadi yang jauh dalam sejarah, namun kekuatan yang hidup dengan kesanggupan merubah dan memberi kekuatan. Pengalaman kehadiran Sang Buddha secara baik digambarkan oleh Pingiya, yang melakukan perjalanan panjang untuk melihat dan mendengarkan Sang Buddha. Ketika dia kembali, dia memuji Sang Buddha di depan gurunya, yang kemudian mempertanyakan masalahnya, karena sebagai murid Pingiya jauh dari guru seperti Buddha, lalu Pingiya menjawab:

Saya tidak dapat jauh, Brahmin, walau sebentar,
Dari Gotama yang adalah kebijaksanaan agung,
Dari Gotama yang adalah pengertian agung.

Dari-Nya, yang mengajarkan saya Dhamma
Yang tampak-seketika, tak terbatas-waktu,
Demi penghancuran keserakahan,
Yang tiada bandingannya dimana pun.

Dengan mengindahkan-Nya siang dan malam, Brahmin,
Saya melihat-Nya dengan batin, pula dengan mata,
Oleh karenanya saya tidak jauh pula dengan Dia.

Keyakinan, kegembiraan, batin dan kesadaran-Ku
Tak pernah meninggalkan ajaran Gotama yang agung.
Disitu saya menundukkan kepala.

Saya sekarang telah tua, kekuatan telah memudar,
Oleh karenanya badan ini tidak lagi ke mana-mana,
Tetapi saya tetap bepergian dengan batin
Karenanya, Brahmin, saya ada dalam kehadiran-Nya.9

Aspek selanjutnya dari perlindungan adalah Menerima Petunjuk (tapparayanata), yang telah kita pelajari sebelumnya (lihat 181).

185. Perwujudan terakhir dari perlindungan adalah Penyerahan-Diri (atta sanniyyatana). Dengan mengambil perlindungan berarti kita mempermaklumkan bahwa kita tidaklah sempurna dan diliputi ketidaktahuan dan bahwa kita memohon petunjuk dan peringatan dari Mereka yang telah mengetahui lebih dari kita.

Murid yang memiliki keyakinan pada petunjuk Sang Guru dan hidup selaras dengannya, pemahamannya adalah: “Sang Guru adalah Tuan; saya adalah murid. Tuan-ku mengetahui, saya tidak.” Murid yang memiliki keyakinan pada petunjuk Sang Guru akan bertumbuh lebih jauh, pemberi kekuatan.10

Penyerahan diri juga berarti bahwa kita siap menghentikan keinginan sendiri, nafsu yang picik, ambisi duniawi – semuanya, bila memang harus demikian demi pencapaian Nibbana. Kita mewujudkan sikap itu, seperti ini:

Pada Sang Buddha saya menyerahkan diri saya, pada Dhamma saya menyerahkan diri saya, pada Sangha saya menyerahkan diri saya; saya menyerahkan hidup saya. Penyerahan adalah diri saya, penyerahan adalah hidup saya! Sampai akhir hayatku, saya akan berlindung pada Buddha. Sang Buddha adalah perlindunganku, pernaunganku dan pelindungku.

Tak diragukan, aspek penyerahan diri dalam Perlindungan memungkinkan Tiga Permata memasuki jiwa kita, mengubahnya tanpa dihalangi oleh keangkuhan dan kesombongan.

186. Telah kita lihat, menerima Tiga Perlindungan adalah langkah terpenting dalam hidup kita. Sebagai langkah pertama dari Jalan, maka hendaknya pengakuan perlindungan hanya dilaksanakan bila keyakinan dan pengertian kita telah kuat dan bila kita telah sepenuhnya memaklumi makna dari perlindungan itu. Sedemikian pentingnya Perlindungan tersebut, maka orang atau mereka yang menuntun kita untuk menerima Perlindungan itu sebenarnya telah melakukan kebajikan yang sangat tinggi dan oleh karenanya hendaknya dihargai seumur hidup. Sang Buddha bersabda:

Tiga macam manusia sangatlah membantu pada yang lainnya. Siapa yang tiga itu? Dia yang padanya seseorang memohon perlindungan pada Buddha, Dhamma dan Sangha; dia yang darinya seseorang mengerti Empat Kebenaran Mulia; dan dia yang padanya seseorang datang untuk menghancurkan kekotoran-batinnya dan untuk mengetahui kebebasan batin sempurna dalam kehidupan ini. Mereka-lah ketiga macam manusia itu.11

187. Upacara Permohonan Perlindungan (Tisarana Puja) adalah suatu upacara tertua dari segala upacara Buddhis dan berubah hanya sedikit dalam perjalanan sejarah. Orang-orang pertama yang mendengar Dhamma dan kemudian menerimanya adalah dua orang saudagar, Tapussa dan Bhallika yang mewujudkan pengertiannya dengan memohon perlindungan pada Sang Tuan (bhagava) dan pada Dhamma. Hal ini disebut Rumus Lipat-dua (dvevacika), karena pada masa itu, Sangha belum terbentuk.12 Belakangan, kemudian istilah “Buddha” menggantikan istilah “Tuan”, dan Perlindungan ke tiga, Sangha ditambahkan dan jadilah Rumus Lipat-tiga (tevacika)13. Tiada perbedaan diantara penganut awam biasa dengan bhikkhu ataupun bhikkhuni, tata cara perjanjian diwujudkan dalam cara yang sama. Setelah mendengarkan Dhamma secara langsung, orang-orang biasanya kemudian menundukkan kepala di depan Sang Buddha sendiri, dan berseru:

Sangat istimewa Gotama yang baik, sangat istimewa. Ibarat seorang menegakkan sesuatu yang telah bengkok, atau menyingkap sesuatu yang tersembunyi, atau menunjukkan jalan pada seorang yang tersesat, atau membawakan lampu pada seorang dalam kegelapan sehingga dia dapat melihat segala sesuatunya – demikian pula, dengan berbagai cara Dhamma telah diuraikan oleh pertapa Gotama. Oleh karenanya saya memohon Sang Buddha, Dhamma dan Sangha sebagai perlindunganku. Semoga pertapa Gotama menerima saya sebagai murid awam, memohon perlindungan sejak hari ini dan selanjutnya sepanjang hidup saya.14

Pada awalnya, Sang Buddha sendiri yang melaksanakan penahbisan para bhikkhu, tetapi dengan berkembangnya jumlah yang mohon ditahbiskan, Beliau kemudian menunjuk Siswa-Nya untuk melaksanakannya dan menetapkan tata cara pelaksanaannya:

Saya mengizinkan yang lainnya untuk pergi lebih jauh, menahbis di perkampungan atau dusun manapun. Dan inilah cara seorang pergi lebih jauh, atau menahbis. Pertama, setelah mencukur rambut dan jenggotnya, setelah dia mengenakan jubah kuning, setelah dia dapat mengatur jubah luarnya melalui bahunya, setelah dia bersembah di kaki bhikkhu, setelah dia berlutut dan menyembah dengan mengatupkan kedua telapak tangan, dia hendaknya diberitahu: “Ulangilah ini:
Saya berlindung pada Buddha,
saya berlindung pada Dhamma,
saya berlindung pada Sangha.
Untuk ke dua kalinya, saya berlindung pada Buddha,
untuk ke dua kalinya, saya berlindung pada Dhamma,
untuk ke dua kalinya, saya berlindung pada Sangha.
Untuk ke tiga kalinya, saya berlindung pada Buddha,
untuk ke tiga kalinya, saya berlindung pada Dhamma,
untuk ke tiga kalinya, saya berlindung pada Sangha.” Saya memberi izin untuk pergi lebih jauh, untuk menahbiskan mereka yang minta Tiga Perlindungan ini.15

Dengan berlalunya waktu, keadaan menyebabkan tata cara penahbisan bhikkhu atau bhikkhuni berubah, tetapi permohonan Tiga Perlindungan berlangsung terus dan sampai saat ini tetaplah sebagai pertanda seseorang telah memasuki masyarakat Buddhis.
188. Setelah akrab dengan kehidupan Buddhis, ajaran Buddha dan mungkin teladan keseharian seorang Buddhis yang kita kenal, membangkitkan keyakinan dan penghargaan kita pada Tiga Perlindungan, kita akan merasakan sendiri kesiapan menerima Perlindungan. Cara-cara pemaksaan, penggusuran, bujukan oleh agama lain untuk merubah agama seseorang, sangat bertentangan dengan pemahaman Buddhis yang mementingkan kematangan penerimaan. Keyakinan dan pengertian sejati adalah setangkai bunga yang semestinya ditunggu mekar sendiri, setelah akarnya diberi pupuk dengan hati-hati melalui penelitian dan pertimbangan matang serta pemikiran.
Setelah kita siap, kita hendaknya meminta seorang bhikkhu atau bhikkhuni ataupun seorang awam terhormat (pandita), untuk mengurus permohonan Tiga Perlindungan. Setelah ini terlaksana, dan selama kita berjuang dengan kesungguhan di Jalan, maka kita dapat menganggap diri kita sebagai murid sejati dari Sang Buddha. Kita dapat mengucapkan dalam hati, seperti yang pernah diucapkan Santideva:

Hari ini hidupku telah lengkap,
Untuk tujuan baik, saya terlahir sebagai manusia.
Saya terlahir dalam keluarga Sang Buddha,
Dan sekarang, saya adalah anak Sang Buddha.

Oleh karenanya apapun tindakan saya sejak sekarang,
Semestinya sesuai dengan kebiasaan keluarga saya.
Saya tidak akan pernah menodai atau mencemarkannya,
Keturunan agung nan tak-tercela ini.16