BERUNTUNG MENGIKUTI MEDITASI
DI VIHARA BODHIGIRI
Walaupun seseorang hidup seratus tahun,
tetapi malas dan tidak bersemangat,
maka sesungguhnya lebih baik kehidupan sehari
dari orang yang berjuang dengan penuh semangat.
[Dhp. VIII – 110]
Saya mencoba sharing mengenai pengalaman selama 10 hari (01 s/d 10 agustus 2011) mengikuti retreat meditasi di Vihara Bodhigiri (Panti Semedi Balerejo) Wlingi, Blitar, Jawa Timur. Semua ini berawal dari niat saya sebelumnya, saat gagal mengikuti program Pabbaja Samanera sementara yang diadakan oleh Sangha Theravada Indonesia (STI) selama dua minggu di Mendut pada bulan Juli 2011(sudah mendaftar, tetapi terpaksa mundur karena faktor pekerjaan). Tanpa mengurangi niat untuk belajar, akhirnya saya memutuskan untuk ikut meditasi dan memilih Vihara Bodhigiri.
Ini merupakan pengalaman pertama saya mengikuti meditasi sekaligus menjadi pengalaman hidup yang sangat berarti buat diri saya. MENGAPA?…………………
Awalnya saya ragu apakah bisa dan mampu, mengingat banyaknya kesibukan sehari-hari (keluarga, pekerjaan) yang kadang menjadi alasan begitu kuat sebagai penghalang mengikuti meditasi. Saya tidak ingin niat saya batal lagi di tengah jalan. Saya coba berpikir, “Bukankah suatu saat, cepat atau lambat, siap atau tidak siap, apa yang saya khawatirkan suatu saat juga akan terjadi dan akan saya tinggalkan? bukankah setelah sepuluh hari saya masih bisa kembali?”
Namun, apakah setelah berpikir demikian semuanya sudah selesai ? tidak! Ternyata mulai timbul keraguan lain dalam diri, apakah nanti saya mampu dan kuat untuk mengikuti porsi latihan meditasi selama 15 jam sehari? padahal selama meditasi di rumah satu jam saja sudah terasa lama dan menyiksa, bagaimana mungkin dengan 15 jam sehari, bagaimana dengan tidur saya yang terbiasa menghabiskan waktu berjam-jam, meninggalkan pekerjaan tanpa dapat berkomunikasi (segala alat komunikasi dilarang digunakan bahkan termasuk berbicara antar peserta meditasi),dan belum lagi kalau dipulangkan!. Wah! semakin bikin keder. Hal ini sepertinya sudah menjadi rahasia bagi peserta meditasi sebagai warning awal bagi mereka yang tidak serius saat datang mengikuti meditasi, serta masih banyak pertanyaan lainnya yang tidak akan habis ditulis. Menghadapi keraguan ini, saya pun berpikir, bukankah sudah menjadi niat saya untuk mengikuti meditasi? Jika demikian, kapan lagi saya bisa memulai kalau bukan saat ini!
Pada saat saya mulai menjalani meditasi timbul hambatan lain. Awalnya sangat sulit untuk memenuhi target waktu yang ditetapkan terutama pada tiga hari pertama padahal sebenarnya Bhante sudah memberikan toleransi waktu pada hari pertama cukup 7,5 jam (mengingat pada waktu itu saya tiba di wlinggi sudah siang), hari kedua minimal 10.5 jam, dan selanjutnya 15 jam, tetapi karena belum terbiasa tetap saja terasa berat. Selama masa penyesuaian ini, meditasi pun tidak bisa tenang. Yang bisa saya lakukan waktu itu hanya mengejar target dulu (istilah Bhante: kejar setoran). Ini merupakan masa-masa sulit dimana meditasi terasa menjadi beban, rasanya menyiksa, badan terasa sakit, belum lagi muncul perasaan bosan, jenuh membuat pikiran tidak bisa fokus, kadang membuat stress. Menghadapi kondisi demikian, membuat saya ingin pulang saja, kapok dech, pikir saya saat itu.
Namun setelah mendapatkan bimbingan dari Bhante Uttamo, saya merasakan beban yang tadinya terasa berat menjadi ringan, apalagi pesan yang disampaikan Bhante kadang diselingi dengan joke-joke segar, membuat suasana terasa lebih santai, tidak kaku, dan nyaman. Bhante mengingatkan bahwa tidak ada cara lain jika seseorang ingin sukses dalam meditasi, ia harus bersungguh-sungguh pada dirinya sendiri, mempunyai Komitmen kuat yang dilandasi dengan Semangat, Displin, Ulet, berani keras pada dirinya sendiri atau dengan kata lain; “kalau kita lunak pada diri sendiri, maka dunia akan keras pada diri kita, namun saat kita keras pada diri sendiri, maka dunia akan lunak pada diri kita”.
Terbukti! Kata- kata ini Sungguh merupakan suatu mantra (maksudnya: pesan) yang saya anggap sangat luar biasa Ampuh, sangat berarti, dan bermanfaat jika diterapkan dengan sungguh-sungguh, tetapi jika kita menganggapnya hanya slogan saja hal ini tidak akan berarti apa-apa. Setelah berani keras pada diri sendiri, ternyata apa yang menjadi ketakutan saya itu tidaklah berarti apa-apa apabila dibandingkan dengan sulitnya melatih pikiran. Saya bisa tidur hanya beberapa jam, bermeditasi 15 jam sehari, dll, tetapi tidak demikian halnya dengan pikiran, ia sulit dikendalikan, terus bergerak tanpa henti bagaikan kuda liar.
Mengetahui keadaan pikiran seperti itu tentu sungguh mengerikan. Saya berpikir, berarti selama ini tanpa sadar saya bagaikan menunggang kuda liar dengan mata tertutup, memakai topeng yang membuat saya tidak dapat melihat bahaya sesungguhnya. Jadi ketakutan dan keraguan yang timbul dalam diri saya itu sesungguhnya berawal dari pikiran itu sendiri. Begitu pula dengan apa yang saya nikmati, itu hanyalah tipuan pikiran yang terbiasa bebas dengan kesenangan Indera. Semuanya hanya semu, tidak nyata, merupakan bayang-bayang kebahagian.
Apakah ini berarti, kekayaan, kedudukan, keluarga, yang dimiliki seseorang tidak nyata? Tentu nyata, selama seseorang masih bisa menikmati dan memilikinya. Tetapi dapatkah kita memiliki selamanya? Bukankah suatu saat setiap orang akan meninggalkan apa yang ia miliki? Jika demikian, dapatkah dikatakan nyata saat seseorang tidak lagi memiliki apa yang ia miliki? Dapatkah seseorang bahagia saat meninggalkan apa yang Ia miliki? Namun dengan pikiran terlatih, seseorang akan melihat bahaya yang sesungguhnya tanpa Topeng.
Saya tidak bermaksud membahas, apalagi mengajari tentang meditasi. Mau tahu, ya coba saja praktek! nanti juga akan tahu, itu saja. Sudah banyak buku yang menerangkan apa itu meditasi, namun baca saja tanpa praktek, apa bisa? Sebaik apapun seseorang menguasai cara meditasi tanpa praktek itu hanya hebat tentang teori meditasi. Prakteklah kalau mau tahu. Kalau mau bisa renang, Ya Praktek!. Mau tahu manfaatnya renang tentu saat kita sudah bisa renang. Mau tahu manfaatnya meditasi justru saat kita mem-Praktek-kan meditasi secara sungguh-sungguh. Sebagai referensi bagi kita yang ingin tahu apa itu meditasi dapat dibaca di https://samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/dasar-dasar-meditasi/
Setelah dapat menyelesaikan masa pelatihan meditasi di Vihara Bodhigiri pada hari kesepuluh, saya jadi teringat pada awal kedatangan saya, saat mengalami masa-masa sulit, ingin rasanya cepat-cepat pulang, tetapi setelah bisa merasakan manfaat sesungguhnya dari meditasi, justru menjelang detik-detik terakhir, timbul rasa kangen, perasaan haru, rasanya mengapa terlalu cepat berakhir, ingin dan ingin lebih lama lagi berlatih. Walaupun demikian, waktu juga yang memisahkannya, seperti Timer yang berbunyi, mengakhiri segala sesuatu yang kita sukai atau tidak disukai, tidak perduli apakah kita siap atau tidak siap, semua tergantung pada diri sendiri, bagaimana memanfaatkan setiap waktu; detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam, hari demi hari, dst, untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi kemajuan batin.
Seperti juga yang pernah disampaikan Bhante, terus dan terus berlatih di kehidupan sehari-hari dengan selalu mengembangkan kesadaran dalam setiap tindakan, karena itulah sesungguhnya meditasi, sedangkan disini (Vihara Bodhigiri) hanya latihan meditasi.
Ibarat menanam benih, jika setelah beberapa hari benih mulai tumbuh kemudian kita mencabutnya serta menanamnya kembali di tempat lain; dan setelah beberapa hari lagi mencabutnya dan memindahkan ketempat lain pula, maka benih itu akan mati dan tidak akan tumbuh serta tidak memberikan hasil. Demikian juga dengan meditasi kita, jika setelah berlatih selama beberapa minggu tetapi setelah itu kita tidak berlatih (mengotari pikiran) selama beberapa bulan, kemudian berlatih lagi, maka latihan meditasi kita tidak akan bisa tumbuh kembang dan akan mati tanpa membuahkan hasil. (Ajahn Chah).
Berlatih meditasi di Vihara Bodhigiri, suatu tantangan yang perlu dicoba. Siapkah anda?
Anumodana.
Sidoarjo, 10-10-2011
Ditulis Oleh: Seno Wibowo