Bab III – Beberapa Pengertian Dalam Agama Buddha

INTISARI AGAMA BUDDHA

Penyusun : Pandita S. Widyadharma

 

BAB III – BEBERAPA PENGERTIAN DALAM AGAMA BUDDHA

 


 

1. PARITTA

  1. Vandana
    Namo Tassa Bhagavato Arahato Samma-Sambuddhassa = Terpujilah Sang Bhagava Yang Maha Pengasih, Maha Suci dan Maha Bijaksana.
  2. Tisarana
    Buddhang saranang gacchami = Kami berlindung kepada Sang Buddha.
    ‘Berlindung kepada Sang Buddha’ berarti mencontoh sifat-sifat yang baik yang terdapat pada diri seorang Buddha.
    Dhammang saranang gacchami = Kami berlindung kepada Dhamma.
    ‘Berlindung kepada Dhamma’ berarti bahwa kita berusaha untuk melaksanakan Ajaran Sang Buddha dalam kehidupan kita sehari-hari, sehingga dengan demikian kita akan terhindar dari hal-hal yang tidak baik.
    Sanghang saranang gacchami = Kami berlindung kepada Sangha.
    ‘Berlindung kepada Sangha’ berarti bahwa kita menganggap Sangha sebagai guru dan mentaati ajaran yang diberikan oleh bhikkhu-bhikkhu yang telah mencapai tingkat kesucian.
    Yang dimaksud di sini ialah bahwa kita berlindung kepada Ariya Sangha yaitu pasamuan mereka yang telah mencapai tingkat kesucian.
  3. Pancasila
    • Pänätipätä veramani sikkhäpadang samädiyämi = Aku bertekad akan melatih diri menghindari pembunuhan mahluk hidup.
      Untuk dapat digolongkan ‘pembunuhan’ harus memenuhi syarat-syarat sbb. :

      1. Adanya satu mahluk.
      2. Sadar bahwa itu mahluk.
      3. Niat untuk membunuh.
      4. Langkah-langkah perbuatan.
      5. Kematian sebagai akibatnya (mahluk itu betul-betul mati).
    • Adinnädänä veramani sikkhäpadang samädiyämi = Aku bertekad akan melatih diri menghindari pencurian.
      Untuk dapat digolongkan ‘pencurian’ harus memenuhi syarat-syarat sbb. :

      1. Adanya milik orang lain.
      2. Kesadaran, pengertian akan keadaan ini.
      3. Niat untuk mencuri.
      4. Langkah-langkah perbuatan.
      5. Peralihan benda yang dicuri sebagai akibatnya.
    • Kämesu micchäcärä veramani sikkhäpadang samädiyämi = Aku bertekad akan melatih diri menghindari perzinahan (perbuatan a-susila).
      Untuk dapat digolongkan ‘perzinahan’ harus memenuhi syarat-syarat sbb. :

      1. Niat untuk mengalami sensasi obyek / sasaran yang terlarang dan bukan haknya.
      2. Berusaha
      3. Memiliki sasaran yang dimaksud.
    • Musävädä veramani sikkhäpadang samädiyämi = Aku bertekad akan melatih diri menghindari kedustaan (ucapan yang tidak benar).
      Untuk dapat digolongkan ‘kedustaan’ harus memenuhi syarat-syarat sbb. :

      1. Kedustaan.
      2. Niat untuk berdusta.
      3. Usaha, dan
      4. Menyampaikannya kepada orang lain.
    • Surämeraya-majjapamädatthänä veramani sikkhäpadang samädiyämi = Aku bertekad akan melatih diri menghindari makanan dan minuman yang menimbulkan kemabukkan dan ketagihan.

 

2. DASA PARAMITTA

Sepuluh Kesempurnaan dalam Kebajikan yang harus dimiliki oleh seorang Buddha, yaitu :
1 Däna = Dermawan, gemar menolong orang lain.
2 Sila = Bersih dalam ucapan dan perbuatan.
3 Nekkhamma = Melepaskan ikatan keduniawian.
4 Pañña = Kebijaksanaan
5 Viriya = Tekun, bersemangat, ulet.
6 Khanti = Sabar, dapat memaafkan kesalahan orang lain.
7 Sacca = Mencintai kebenaran.
8 Adithäna = Teguh dalam tekad, tak tergoyahkan.
9 Metta = Cinta kasih luhur, mencintai semua mahluk tanpa perbedaan.
10 Upekkhä = Keseimbangan bathin, tak terpengaruh lagi oleh perasaan sukha dan dukkha.

 

3. MUDRA (Posisi tangan)

1 Menghadap ke Timur
Aksobhya dengan mudra Bhumisparsa (menunjuk bumi sebagai saksi).
2 Menghadap ke Selatan
Ratnasambhava dengan mudra Vara atau Varada (memberi anugerah).
3 Menghadap ke Barat
Amitabha dengan mudra Dhyana (meditasi).
4 Menghadap ke Utara
Amogasiddhi dengan mudra Abhaya (jangan takut).
5 Menghadap ke empat penjuru
Vairocana dengan mudra Vitarka (meyakinkan).
6 Di Candi Mendut terdapat sebuah patung besar Buddha Gautama dengan Dharmacakra-mudra (jari manis tangan kanan ditaruh di jari manis tangan kiri, maksudnya : memutar Roda Dhamma).
Patung-patung dari Vajrasatva-Vajrasatva dengan Dharmacakra-mudra (yang menghadap ke empat penjuru) pun dapat diketemukan di candi Borobudur.

 

mudra

 

4. HARI RAYA UMAT BUDDHA

Ada 4 (empat) hari raya yang penting dalam agama Buddha, yaitu
Hari Waisak, Hari Asadha, Hari Kathina dan Hari Magha-Puja.
Hari Waisak : Dirayakan dalam bulan Mei pada waktu terang bulan (purnama sidhi) untuk memperingati 3 (tiga) peristiwa penting, yaitu :

1 Lahirnya Pangeran Siddharta di Taman Lumbini di tahun 623 S.M.
2 Pangeran Siddharta mencapai Penerangan Agung dan menjadi Buddha di Buddha-Gaya pada usia 35 tahun di tahun 588 S.M.
3 Buddha Gautama mangkat di Kusinara pada usia 80 tahun di tahun 543 S.M.
Hari Asadha : Dirayakan 2 (dua) bulan setelah Waisak, juga waktu terang bulan (purnama sidhi) di bulan Juli ; untuk memperingati Khotbah pertama di taman rusa Isipatana (dekat Benares) di hadapan 5 (lima) orang pertapa (Kondañña, Bodhiya, Vappa, Mahanama, Assaji). Khotbah pertama ini dikenal sebagai Dhammacakkapavatana-Sutta (Khotbah berputarnya roda Dhamma).
Hari Kathina : Dirayakan 3 (tiga) bulan setelah hari Asadha. Perayaan Kathina dapat dilakukan dalam waktu 1 (satu) bulan, tidak ada hari-hari yang tertentu. Upacara Kathina dimaksudkan untuk memberikan keperluan hidup sehari-hari kepada para bhikkhu yang telah melaksanakan vassa selama 3 (tiga) bulan di suatu tempat tertentu.
Senioritas seorang bhikkhu dihitung dari jumlah vassa yang telah dilaksanakannya.
Magha-Puja : Dirayakan di bulan Magha (Februari / Maret) pada waktu terang bulan; untuk memperingati peristiwa berkumpulnya 4 (empat) faktor (caturrangga-sannipata) pada hari tersebut.:

1 Purnama sidhi di bulan Magha.
2 1.250 (seribu dua ratus lima puluh) orang bhikkhu berkumpul di Rajagaha tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
3 Semuanya Arahat dan memiliki 6 (enam) kekuatan gaib (abhiñña).
4 Semuanya ditahbiskan dengan memakai ucapan ‘Ehi-bhikkhu’.
Pada waktu itu Sang Buddha membacakan Ovada patimokkha :
Khanti paranang tapo titikkhä Kesabaran adalah cara bertapa yang paling baik.
Nibbänang paramang vadanti
Buddhä
Sang Buddha bersabda : Nibbanalah yang tertinggi dari segalanya.
Na hi pabbajjito pärupaghati Beliau bukan pertapa yang menindas orang lain.
Samano hoti parang
vihethayanto
Beliau bukan pula pertapa yang menyebabkan kesusahan orang lain.
Sabba Päpassa akaranang
Kusalassa upasampadä
Sacitta pariyodapanang
Etang Buddhäna säsanang
Janganlah berbuat kejahatan
Perbanyaklah perbuatan baik
Sucikan hati dan pikiranmu
Itulah Ajaran semua Buddha
Anupavädo anupaghäto
Pätimokkhe ca samvaro
Tidak menghina, tidak melukai
Mengendalikan diri sesuai dengan tata-tertib.
Matannutä ca bhattasming
Pantanca sayanäsanang
Makanlah secukupnya
Hidup dengan menyepi.
Adhicitte ca äyogo
Etang Buddhana Sasanang
Dan senantiasalah berpikir luhur
Itulah Ajaran Semua Buddha.
Selain Ovada-Patimokkha dikenal juga Bhikkhu Patimokkha (tata-tertib untuk para Bhikkhu).
Catatan :ABHIÑÑA
Dengan Abhiñña dimaksud 6 (enam) kekuatan gaib, yaitu :
1 Memiliki pelbagai tenaga magis (iddhi-vidhä)
2 Telinga dewa (dibbasota)
3 Mata dewa (dibbacakkhu)
4 Dapat membaca pikiran orang lain (ceto pariya-ñana)
5 Dapat mengingat kelahiran-kelahirannya yang lampau (pubbeniväsänussati-ñana)
6 Dapat membersihkan bathinnya dari semua kekotoran-kekotoran bathin dan memperoleh kebijaksanaan luhur (pañña-vimutti).

 

5. MISKONSEPSI ( SALAH PANDANGAN MENGENAI AGAMA BUDDHA )

a

Vihara dan Kelenteng :

Umumnya orang menganggap kelenteng sama dengan vihara, padahal untuk disebut sebagai vihara harus memenuhi syarat-syarat sbb. :

1 Harus ada patung Sang Buddha pada tempat yang terhormat.
2 Harus ada Dhammasala (tempat untuk berkhotbah).
3 Harus ada kuti (tempat menginap untuk para bhikkhu/bhikkhuni).

Dan kebanyakan kelenteng tidak dapat disebut sebagai vihara, karena tidak terdapat hal-hal tersebut di atas. Di samping itu ada kelenteng yang khusus digunakan untuk menyimpan abu leluhur dari suatu golongan masyarakat tertentu.

b

Pemuja berhala :

Orang-orang menganggap bahwa umat Buddha adalah pemuja berhala, padahal umt Buddha menyembah patung Sang Buddha :

1 Untuk menyatakan rasa hormat dan terima kasihnya kepada Sang Guru yang telah memberikan AjaranNya kepada umat manusia, seperti juga kita menghormat kepada bendera nasional kita.
2 Sebagai obyek dalam meditasi.

Kalau umat Buddha menyembah patung Kwan Im (Avalokitesvara), mereka sebenarnya menghormat sifat welas-asih, pengorbanan dan sifat suka menolong yang dilambangkan dalam patung Kwan Im.

c

Makan sayuranis :

Umat Buddha tidak diharuskan untuk hanya makan sayur-sayuran saja. mereka makan sayuranis adalah dalam rangka melatih diri. Dan makan sayuranis atau makan daging tidak dapat dipakai untuk mengukur kesucian seseorang.

d

Perabuan jenazah :

Seorang umat Buddha tidak mutlak harus diperabukan kalau meninggal dunia. Ia boleh dengan bebas menentukan sendiri, apakah kelak setelah meninggal dunia akan dikubur atau dibuang (dkubur) di laut atau ditinggal di hutan atau di goa tanpa ditanam.

e

Sikap pesimistis :

Seorang umat Buddha sering dikatakan sebagai seorang yang pesimistis, karena selalu memandang dari sudut dukkha (penderitaan), padahal kalau kita mengerti hukum karma dan tahu arti dari istilah viriya (semangat yang membaja), kita tidak mungkin menjadi orang pesimis.

f

Harus meninggalkan keluarga :

Ada anggapan bahwa untuk menjadi umat Buddha yang baik seseorang harus meninggalkan keluarganya untuk menjadi bhikkhu atau bhikkhuni, padahal sebenarnya tidak perlu meninggalkan keluarga. Terdapat banyak contoh bahwa orang-orang yang masih berkeluarga pun (para upasaka/upasika) sanggup mencapai tingkat-tingkat kesucian. Dan kalau ada orang yang mau menjadi bhikkhu, terlebih dahulu ia harus mendapat ijin dari orang tuanya atau isterinya, dan harus memenuhi syarat lain lagi, misalnya isteri dan anak-anaknya tidak terlantar, berkelakuan baik dan tidak menderita penyakit yang menular atau penyakit jiwa.

g

Mandi minyak, berjalan di atas bara api :

Kedua hal tersebut tidak ada hubungannya dengan agama Buddha.
Perlu kiranya diketahui bahwa Buddha Gautama sendiri dengan tegas melarang murid-muridNya menggunakan dan mempertontonkan ilmu gaib dalam usaha untuk mencari umat.

 

6. BUNGA, LILIN, AIR DAN DUPA

a

Bunga

Simbol dari ketidak-kekalan ; bunga segar yang diletakkan di altar setelah lima atau enam hari akan menjadi layu.
Begitu pula dengan badan jasmani kita, satu waktu kelak pasti akan menjadi tua, lapuk akhirnya mati.

b

Lilin

Simbol dari cahaya yang akan melenyapkan kegelapan bathin dan mengusir ketidak-tahuan (avijja).

c

Air

Air dianggap mempunyai sifat-sifat sbb. :

1 Dapat membersihkan noda-noda.
2 Dapat memberikan tenaga hidup kepada mahluk-mahluk.
3 Dapat menyesuaikan diri dengan semua keadaan.
4 Selalu mencari tempat yang rendah (tidak sombong).
5 Meskipun kelihatannya lemah, tetapi dalam keadaan tertentu dapat bangkit menjadi tenaga yang maha dahsyat (misalnya waktu banjir, air dapat menghancurkan jembatan yang terdiri dari beton atau merobohkan bangunan-bangunan yang kokoh dll.).
d

Dupa

Bau wangi dupa yang dibawa angin mungkin akan tercium di tempat yang agak jauh, namun tidak dapat tercium di tempat yang berlawanan dengan arah angin. Tetapi nama yang harum karena selalu melakukan perbuatan-perbuatan baik dapat diketahui di tempat-tempat yang jauh sekali, bahkan di tempat-tempat yang dipisahkan oleh samudera-samudera besar dan juga di alam-alam lain.

 

7. BENDERA BUDDHIS

Bendera Buddhis terdiri dari lima warna dan mempunyai bentuk sbb. :
Biru = Bakti
Kuning = Kebijaksanaan
Merah = Cinta kasih
Putih = Suci
Jingga = Kegiatan