Bahagia dan Sukses Dalam Kebersamaan

 

imlek__1

 

 

Bahagia dan Sukses dalam Kebersamaan

Didalam suasana tahun baru Imlek ini orang-orang saling mengucapkan “Gong Xi Fa Chai” yang artinya kurang lebih, “semoga banyak rejeki”. Diharapkan, dengan ucapan itu, semuanya mendapatkan kebahagiaan dan rejeki. Harapan yang baik ini bisa menjadi penambah semangat untuk mereka yang mungkin sedang mengalami kesulitan. Sebaliknya, harapan yang baik ini juga akan menambah semangat untuk mereka yang sedang berbahagia. Dengan demikian, harapan yang baik ini akan membahagiakan serta menambah semangat siapapun yang mendapatkan ucapan selamat tersebut.

Tahun Baru Imlek merupakan pergantian tahun yang ditandai dengan adanya tradisi kumpul bersama keluarga, acara makan bersama dengan keluarga. Selain memiliki makna berkumpul, Tahun Baru Imlek juga bermakna kebersamaan yang dapat menjadi pembangkit semangat. Makna pembangkit semangat ini dapat diumpamakan seperti kalau kita mengunjungi orang sakit yang sudah bukan lagi 24 karat, 12 karat, 10 karat, 3 karat, 2 karat bahkan tinggal sekarat. Terhadap mereka, kita tidak mungkin memberikan ucapan, “Semoga cepat meninggal”, tetapi kita justru memberikan ucapan yang membangkitkan semangat seperti, “Semoga cepat sembuh” dsb. Begitu pula dengan perayaan Imlek ini, kita mengucapkan “Gong Xi Fa Chai” dengan maksud untuk membangun kebersamaan serta memberikan semangat baru. Walaupun disebut sebagai ‘tahun baru’ sesungguhnya tidak ada yang baru. Semuanya masih tetap seperti semula. Meskipun demikian, perayaan Tahun Baru Imlek tetap dapat dijadikan simbol kebersamaan, berkumpul dengan keluarga dan juga semangat menghadapi tahun yang baru.

Lebih jauh lagi, perayaan Tahun Baru Imlek juga dapat bermakna sebagai kesempatan untuk menghargai orang yang lebih tua. Penghargaan ini diwujudkan dengan ‘pai nien” atau berkunjung untuk memberikan hormat kepada mereka yang lebih tua atau dituakan. Sebagai ungkapan kebahagiaan, mereka yang lebih tua akan memberikan ‘angpao‘ atau amplop merah yang berisi uang. Pemberian ‘angpao‘ ini juga bisa dimaknai sebagai ‘berbagi rejeki’ antara mereka yang sudah senior dan mapan terhadap mereka yang lebih muda.

Oleh karena itu, perayaan Tahun Baru Imlek yang ditandai dengan ucapan “Gong Xi Fa Chai” serta pemberian penghormatan dan ‘angpao’ menjadi sarat makna. Suasana kekeluargaan, kebersamaan, keakraban, penghargaan kepada mereka yang lebih tua, pengakuan kepada mereka yang lebih muda, serta masih banyak nilai postif lainnya dapat diperoleh dalam suasana perayaan penuh suka cita ini.

Ketika ada orang yang mengucapkan “Gong Xi Fa Chai”, maka kita sebaiknya membalasnya dengan mengucapkan “Gong Xi Fa Chai” juga kepada mereka yang mengucapkan, supaya kebahagiaan dan keberhasilan juga ada pada mereka. Salah satu contoh adalah ketika Bhante berada di salah satu airport, ada satpam yang mengucapkan “Gong Xi Fa Chai”, lalu Bhante juga mengucapkan kembali “Gong Xi Fa Chai” juga kepada satpam tersebut.

Sampai pada sesi ini, tiba-tiba ada seorang umat bertanya kepada bhante. Umat ini mempunyai masalah dengan orangtuanya. Ketika dia menyuruh anak-anaknya bernamaskara atau bersujud di depan nenek, sang nenek bilang tidak perlu melakukan sujud sepert itu.

Bhante menjawab bahwa orangtuanya mungkin masih kurang pengertian akan makna namaskara atau bersujud. Dan bhante pun berharap orangtuanya tersebut ikut juga mendengarkan penjelasan bhante ini. Orangtua yang tidak mau mendapatkan namaskara dari anaknya adalah orangtua yang masih memiliki pandangan sempit tentang bersujud. Mungkin mereka takut apabila mendapat namaskara, mereka akan segera meninggal. Padahal ketika anak ber-namaskara kepada orangtuanya, orangtua hendaknya justru memberikan doa kepada sang anak agar mereka semua berbahagia, agar mereka sejahtera dan agar mereka sukses selalu. Bhante pun menghimbau kita sebagai seorang anak hendaknya ber-namaskara kepada orangtua minimal setahun sekali, misalnya bertepatan dengan Tahun Baru Imlek, sebagai bentuk penghormatan anak kepada ayah dan ibu.

Bhante memberikan saran kepada kita semua hendaknya ditahun baru Imlek ini ada suatu tekad atau resolusi untuk meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan, jangan hanya menghabiskan waktu dengan hura-hura saja. Apabila telah ada resolusi maka harus ada pula strategi untuk mencapai resolusi yang sudah dibuat. Tentu saja, resolusi atau tekad dan strategi ini harus dilanjutkan dengan realisasi. Diupamakan oleh bhante, perjalanan 1 km dimulai dari satu langkah. Kalau cuma resolusi tidak ada strategi dan realisasi maka yang ada hanya angan-angan saja. Apabila ada realisasi tapi tanpa strategi maka hasilnya adalah tindakan yang kurang terarah. Ada resolusi dan strategi tapi tanpa realisasi hasilnya hanya berisi daftar impian tetapi tidak ada hasil, Jadi intinya ketiga faktor ini harus saling melengkapi dan mendukung satu sama lain sehingga hasil yang dapat dicapai merupakan kesempatan yang bagus untuk meningkatkan semangat, kebahagiaan serta kesuksesan di tahun tersebut maupun di tahun-tahun selanjutnya.

 

Sesi tanya jawab

 

Ada seorang umat yang bertanya kepada bhante tentang tahun yang “jiong” dan mengenai “Cisuak”.

Istilah “jiong” dimulai dengan munculnya perhitungan 12 shio yang berasal dari Tiongkok. Legenda keliru yang banyak beredar di masyarakat adalah cerita tentang pemangillan Sang Buddha terhadap hewan-hewan yang ada di hutan. Hewan pun berdatangan di depan Sang Buddha. Dimulai dari tikus yang larinya sangat gesit sehingga tikus menjadi urutan no.1 dalam 12 shio. Setelah tikus dikutin oleh kerbau yang keringatan karena dikejar macan demikian seterusnya sampai yang terakhir adalah “patkay” alias bab sebagai tahun yang ke 12i. Padahal, sesungguhnya urutan 12 shio sama sekali tidak ada hubungannya dengan Sang Buddha. Bahkan, perhitungan shio ini sudah ada sebelum jaman Sang Buddha.

Shio sebenarnya adalah sarana untuk mempermudah menunjukkan dan menghitung umur seseorang. Salah satu contoh perhitungan umur yang dipermudah dengan adanya shio adalah, apabila tahun ini tahun macan, maka anak-anak di depan ini (menunjuk pada anak-anak di ruangan talkshow) sudah pasti tidak berumur 1 tahun, pasti berumur 13 tahun kemudian anak-anak muda yang ber shio macan, berarti umur nya 25 tahun, demikian seterusnya. Sehingga perhitungan shio lebih mudah digunakan ketimbang tahun kelahiran. Shio dihubungkan dengan ilmu tata surya sehingga selain 12 shio juga terdapat 5 elemen, kemudian yang bisa menyebabkan jiong adalah 12 shio itu di urut seperti jarum jam, lalu kedudukan shio tertentu yang berlawanan dengan shio yang lain disebut sebagai ‘Jiong’.

Istilah ‘Jiong’ apabila dipandang menurut Dhamma dapat diartikan sebagai suatu kesempatan untuk melatih kesabaran dan berbuat baik. Diumpamakan bahwa hidup seperti dua telapak tangan yang dapat dilihat dari dua sisi. Sisi gelap ataukah sisi terang. Kalo kita melihat dari sisi gelap yah akan jiong terus. Misalnya, ketika mendapatkan pasangan hidup yang sering cekcok, ini adalah jiong. Kalau sudah berpendapat demikian, maka tidak ada lagi tindakan lain yang bisa dilakukan. Namun, kalau memandang kehidupan dari sisi terangnya, maka ketika mendapatkan pasangan hidup yang sering cekcok, kita dapat menganggapnya sebagai kesempatan untuk melatih kesabaran, (dengan memakai contoh lelucon) ketika pagi hari TV belum nyala, sudah ada yang siaran duluan, lalu ketika malam hari TV sudah di matikan, siarannya juga belum mati.

Cisuak yang dilakukan dengan upacara ritual tertentu dapat digunakan untuk menambah rasa percaya diri agar dapat melakukan suatu tindakan yang positif di tahun yang dikatakan sebagai jiong. Sedangkan dalam konsep Buddhis, upaya untuk mewujudkan kebahagiaan tersebut dilakukan dengan menambah kebajikan melalui badan, ucapan dan pikiran. Adapun jiong dalam Agama Buddha hanya satu dan satu-satunya yaitu jiong dengan perbuatan jahat, artinya tidak melakukan kejahatan. Dalam Agama Buddha tidak menggunakan cisuak.

 

Bagaimana pandangan bhante mengenai tradisi larangan berkunjung ke rumah orang pada hari ke tiga di masa Tahun Baru Imlek?

Sebenarnya pada hari ke 3 di Tahun Baru Imlek masih digunakan keluarga untuk berkumpul di rumah setelah kunjungan ke sanak saudara lainnya maupun menerima tamu-tamu pada dua hari sebelumnya. Oleh karena itu, hari ke tiga dijadikan hari keluarga untuk acara makan-makan bersama atau upacara sembayang bersama. Karena itu, datang bertamu di masa ini bisa dianggap mengganggu kegiatan keluarga tersebut.

 

Bagaimana pendapat Bhante tentang angpau yang dijadikan sebagai jimat apabila yang memberi angpao itu adalah orang yang sangat kaya?

Bhante sedikit memberikan lelucon “emangnya bisa beranak pinak kalau angpau-nya disimpan?” Memang boleh saja dijadikan semacam jimat, tetapi hendaknya angpao itu menjadi motivator untuk menambah semangat agar selalu meningkatkan kualitas diri dalam kesabaran dan kerja keras di sepanjang tahun tersebut sehingga mungkin saja mencapai kesuksesan seperti si pemberi angpao.

 


Ada pertanyaan lain, apabila ada orang yang meninggal di minggu-minggu perayaan Tahun Baru Imlek, apa yang harus dilakukan, apakah tidak boleh hadir, atau bagaimana?

Bhante memberikan pandangan bahwa karena suasana Tahun Baru Imlek adalah suasana bahagia maka ketika ada orang meninggal pada waktu itu, pilihan untuk hadir atau tidak hadir sangatlah tergantung pada masing-masing orang. Kalau menurut tradisi, memang kurang baik jika datang ke tempat orang meninggal di masa perayaan Tahun Baru Imlek walaupun yang meninggal adalah sanak saudara sendiri. Namun, dalam pengertian Buddhis, suka duka dalam kehidupan seseorang tergantung pada timbunan kebajikan yang dimilikinya, bukan karena hadir di upacara kematian saat Tahun Baru Imlek. Oleh karena itu, mereka yang masih percaya tradisi, silahkan untuk tidak hadir. Sedangkan mereka yang sudah mengerti Ajaran Sang Buddha, boleh saja hadir dalam upacara perkabungan. Tidak masalah.

 


Seorang umat bertanya kepada Bhante, bagaimana tradisi sembahyangan di rumah menjelang Imlek apabila umat memiliki tempat sembahyang yang banyak bahkan di berbagai daerah atau berbagai tempat walaupun masih satu daerah?

Acara tradisi sembahyangan termasuk acara bersih-bersih rumah menjelang Perayaan Tahun Baru Imlek cukup dilakukan di rumah yang akan didatangi oleh para tamu dan sanak saudara.
Bisa juga, kepala keluarga memberikan tugas kepada mereka yang menghuni tempat-tempat lainnya untuk membersihkan rumah maupun sembahyang menjelang Imlek.
Bahkan, untuk umat yang sudah berusia lanjut maupun mereka yang ingin lebih praktis, bisa saja menggunakan cara yang lebih canggih dalam bersembahyang di tempat yang saling berjauhan yaitu dengan mengunakan fasilitas wifi atau internet….joke mode on.
Bhante menambahkan dalam menyikapi Tahun Baru Imlek banyak umat yang sulit membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Agar dapat memperoleh kebersamaan dan kebahagiaan dalam berkeluarga, umat hendaknya mampu membedakan antara kedua hal tersebut. Misalnya, kalau meja kursi tamu di rumah sudah rusak, apakah harus diganti agar tidak malu menerima tamu? Kalau sesuai kemampuan boleh saja diganti, tetapi kalau tidak mampu, apakah harus dipaksa? Kan bisa saja meja kursi dipindah dari ruang tamu dan ditaruh di kamar belakang. Gunakan tikar saja di ruang tamu. Lebih enak, murah, akrab dan santai.

Lalu ada yang bertanya bagaimana kita membedakan kebutuhan dan keinginan? Bhante menjawab idealnya sebagai kebutuhan di masa perayaan Tahun Baru Imlek adalah melakukan penghormatan kepada orangtua dan mereka yang lebih tua, saling menghormat antara yang tua dan yang muda, berbagi rejeki, saling membahagiakan, meningkatkan rasa persaudaraan, dan yang paling penting adalah kebersamaan. Sedangkan keinginan bisa dicontohkan, kalau wanita kebanyakan ingin baju baru. Kalau pria biasanya tertarik pada barang-barang elektronik terbaru. Lalu bhante memberikan contoh ada seorang umat berusaha memiliki handphone model terbaru yang lengkap fasilitasnya, padahal umat tersebut hanya menggunakan handphone tersebut untuk telp dan sms-an saja, tidak memanfaatkan fasilitas lainnya seperti internet dsb.

 

Catatan :

Dhammadesana yang disampaikan oleh Bhikkhu Uttamo Mahathera dalam rangka pembukaan arisan Yayasan Mulakirti dan acara Imlek bersama di Samarinda, 24 Februari 2010.

Penulis :

Erlin / Hendy (BUC Kaltim, Officer Samarinda dan Balikpapan)

Sumber :

Facebook : Bodhigiri Uttama Caritta (BUC)

http://www.facebook.com/group.php?gid=51765127557

Editor :

Samaggi Phala

 

 

 

Leave a Reply 0 comments