Dalhadhamma Jataka

No. 409

DAḶHADHAMMA-JĀTAKA

Sumber : Indonesia Tipitaka Center

 

[384] “Saya melayani raja,” dan seterusnya. Sang Guru menceritakan kisah ini ketika berada di Taman Ghosita, dekat Kosambī, tentang Bhaddavatikā (Bhaddavatika), gajah betina milik Raja Udena.

Tentang bagaimana gajah ini dihias dan keturunan dari Raja Udena akan dikemukakan di dalam Mātaṅga-Jātaka204.

Pada suatu hari, berjalan ke luar kota di pagi hari, gajah betina ini melihat Sang Buddha yang diikuti oleh rombongan bhikkhu, dalam keagungan seorang Buddha yang  tiada taranya, memasuki kota untuk berpindapata.

Dengan bersujud di kaki Sang Tatthagata, gajah itu meratap memohon kepada-Nya dan berkata, “Yang Terberkahi, Yang Maha Tahu, Pembebas segenap alam, ketika saya masih muda dan mampu melakukan segala pekerjaan, Udena, raja yang berkuasa, menyukai diriku dengan berkata, ‘Kehidupan, kerajaan dan ratuku, semuanya kudapatkan karena dirinya (gajah tersebut),’ dan memberikan kepadaku kehormatan yang besar, menghiasi diriku dengan segala jenis hiasan; ia memerintahkan anak buahnya untuk membersihkan kandangku dengan memberikan wewangian, dan memasang kain-kain berwarna di sekelilingnya, di dalamnya diberikan sebuah lampu dengan minyak yang diberi wewangian, meletakkan sebuah wadah yang dipenuhi dengan dupa; ia juga meletakkan sebuah pot emas di tempat pembuangan kotoranku, melapisi tempatku berdiri dengan karpet warna dan memberikanku makanan kerajaan yang terdiri dari berbagai pilihan rasa. Akan tetapi, sekarang di saat saya sudah menjadi tua dan tidak mampu bekerja, ia mengambil kembali semua kehormatan tersebut. Tanpa perlindungan dan tidak memiliki apa pun, sekarang saya tinggal di dalam hutan dengan memakan buah ketaka205, saya tidak memiliki tempat bernaung yang lainnya lagi. Buatlah Udena memikirkan kembali jasa-jasa baikku dan mengembalikan kehormatan yang tadinya diberikan kepadaku, wahai Yang Terberkahi.”

Sang Guru berkata,  “Pulanglah, saya akan berbicara dengan raja dan memintanya untuk mengembalikan kehormatanmu,” dan Beliau pun pergi ke depan kediaman raja.

Raja mempersilakan Sang Buddha masuk dan memberikan jamuan istimewa di dalam istana kepada rombongan bhikkhu yang mengikuti Sang Buddha.

Sehabis bersantap, Sang Guru berterima kasih kepada raja dan bertanya, “Paduka, di manakah Bhaddavatika?” “Saya tidak tahu, Bhante.” “Paduka, setelah memberikan kehormatan kepada para pelayan, tidaklah benar untuk mengambilnya kembali di masa tua mereka, seharusnya Anda menunjukkan sikap berterima kasih. Bhaddavatika sekarang sudah menjadi tua, termakan oleh usia dan tanpa perlindungan apa pun, dan ia tinggal di dalam hutan dengan memakan buah ketaka untuk bertahan hidup. Tidaklah pantas bagi Anda untuk meninggalkannya tanpa perlindungan apa pun di masa tuanya,” demikian Beliau memberitahukan kembali jasa-jasa baik dari Bhaddavatika, dan berkata, “Kembalikanlah semua kehormatan yang dahulu Anda berikan kepadanya,” dan kemudian Beliau pergi.

Raja melakukan sesuai dengan apa yang dikatakan oleh sang Buddha.

Hal ini tersebar di seluruh kota, bahwasanya kehormatan masa lampau gajah betina tersebut dikembalikan kepadanya karena Sang Buddha memberitahukan kembali kepada raja tentang jasa-jasa baiknya. Hal ini juga menjadi bahan pembicaraan oleh para bhikkhu di dalam balai kebenaran dalam pertemuan mereka.

Sang Guru yang datang dan mendengar bahwa ini yang menjadi pokok pembicaraan mereka, berkata, “Para Bhikkhu, ini bukan pertama kalinya Sang Buddha berhasil mengembalikan kehormatan masa lampaunya dengan memberitahukan kembali kepada raja tentang jasa-jasa baiknya,” kemudian Beliau menceritakan sebuah kisah masa lampau.
____________________

Dahulu kala seorang raja yang bernama Daḷhadhamma (Dalhadhamma) memerintah di Benares. Kala itu, Bodhisatta terlahir di dalam sebuah keluarga menteri, dan ia bekerja melayani raja ketika dewasa.

Ia mendapatkan banyak kehormatan dari raja, dan mendapatkan kedudukan sebagai menteri yang paling berharga.

Raja memiliki seekor gajah betina206, yang memiliki kekuatan besar dan sangat kuat. Ia dapat berjalan sejauh seratus yojana dalam satu hari, ia melakukan pekerjaan sebagai kurir bagi raja, dan di dalam pertempuran ia bertarung menghancurkan musuh.

Raja berkata, “Ia sangat berguna bagiku,” dan memberikan kepadanya semua hiasan dan kehormatan seperti yang diberikan oleh Udena kepada Bhaddavatika.

Kemudian, ketika dirinya menjadi lemah karena usia, raja mengambil kembali semuanya.

Sejak saat itu, ia menjadi tidak memiliki perlindungan dan hidup dengan memakan rumput dan dedaunan di dalam hutan.

Kemudian pada suatu hari, ketika bejana di dalam istana raja sudah tidak cukup jumlahnya, raja memanggil seorang kundi dan berkata, “Bejananya sudah tidak cukup.” “Paduka, tidak ada sapi untuk menarik kereta agar dapat membawa kotoran sapi (yang digunakan untuk pembakaran tanah liatnya).”

Raja yang mendengar hal ini, berkata, “Di manakah gajah betina kita?” “Paduka, sekarang ia mengembara sesuka hatinya.” Raja memberikan gajah itu kepada si kundi, dengan berkata, “Mulai sekarang, jadikanlah gajah itu sebagai penarik keretamu untuk membawa kotoran sapi.” Kundi itu berkata, “Baiklah, Paduka,” dan melakukan perintahnya.

Kemudian, pada suatu hari, gajah itu berjalan ke luar kota dan melihat Bodhisatta memasuki kota. Dengan bersujud di kaki Bodhisatta, ia berkata dengan meratap sedih, “Tuan, di saat diriku masih muda, raja menganggap diriku sangat berguna dan memberikanku kehormatan yang besar: [386] sekarang di saat saya sudah menjadi tua, ia mengambil kembali semuanya dan tidak memedulikan diriku sama sekali. Saya tidak memiliki tempat perlindungan apa pun dan, dengan memakan rumput, saya tinggal di dalam hutan; dalam kesengsaraan ini, sekarang ia memberikan diriku kepada seorang kundi untuk menarik keretanya. Selain dirimu, saya tidak memiliki tempat berlindung yang lainnya lagi. Anda yang paling tahu mengenai jasa-jasa baikku terhadap raja, tolonglah kembalikan kehormatan yang telah diambil dari diriku,” dan ia mengucapkan tiga bait kalimat berikut:—

Saya melayani raja di masa lampau,
apakah ia tidak puas?
Dengan senjata di dadaku,
kuhadapi pertempuran.

Jasa-jasaku di dalam pertempuran masa lampau
dilupakan oleh raja,
dan jasa baik demikian yang kulakukan
sebagai kurir juga dilupakan begitu saja?

Tidak berdaya dan tidak memiliki siapa pun,
diriku sekarang ini; pastinya kematian sudah dekat,
sekarang saya harus melayani seorang kundi
sebagai penarik kereta pembawa kotoran sapinya.

[387] Bodhisatta yang mendengar ceritanya, mencoba untuk menghibur dirinya dengan berkata, “Jangan bersedih, saya akan memberitahu raja dan mengembalikan kehormatanmu,” maka setelah masuk ke dalam kota, ia pergi menjumpai raja sehabis menyantap sarapan pagi dan memulai pembicaraan, dengan berkata, “Paduka, apakah benar dahulu ada seekor gajah betina yang bernama anu, ikut serta bertarung di dalam pertempuran dengan senjata yang tergantung di dadanya, dan kemudian pada hari anu, dengan tulisan (yang digantung) di lehernya ia berjalan sejauh seratus yojana untuk menyampaikan pesan? Anda memberikan kepadanya kehormatan yang besar saat itu, tetapi di manakah sekarang ia berada?” “Saya memberikannya kepada seorang kundi untuk membawa kotoran sapi.”

Kemudian Bodhisatta berkata, “Apakah ini benar, Paduka, bagi Anda untuk memberikan dirinya kepada seorang kundi, yang digunakannya sebagai penarik keretanya?” dan untuk memberikan nasihat kepada raja, ia mengucapkan empat bait kalimat berikut:—

Dengan hanya memikirkan diri sendiri,
orang-orang mengatur kehormatan yang mereka berikan:
Mereka membuang budak yang tidak dapat bekerja lagi,
sama seperti kelakuanmu terhadap gajah betina itu.

Jika perbuatan dan jasa-jasa baik
yang diterima di masa lampau dilupakan oleh mereka,
maka kehancuran akan mendatangi
usaha yang sedang mereka jalani.

Jika perbuatan dan jasa-jasa baik
yang diterima di masa dilampau tidak dilupakan oleh mereka,
maka keberhasilan akan mendatangi
usaha yang sedang mereka jalani.

Kepada orang banyak,
saya memberitahukan kebenaran
yang penuh manfaat ini:
Semuanya harus memiliki rasa berterima kasih,
dan sebagai balasannya,
Anda semua akan tinggal lama di alam surga.

[388] Demikianlah Bodhisatta mengajarkan semua orang yang berkumpul di sana. Setelah mendengar nasihat tersebut, raja memberikan kembali kehormatan yang diambilnya dari gajah betina itu, dan dengan kukuh mengikuti petunjuk dari Bodhisatta untuk memberikan derma dan melakukan kebajikan lainnya, sehingga terlahir kembali di alam surga.
____________________

Setelah uraian-Nya selesai, Sang Guru mempertautkan kisah kelahiran mereka:—“Pada masa itu, gajah betina adalah Bhaddavatikā (Bhaddavatika), raja adalah Ānanda dan menteri itu adalah saya sendiri.”

____________________

Catatan kaki :

204 No. 497, Vol. IV.

205 Teks Pali tertulis ‘ketakāni’ yang bila dirujuk ke PED dapat ditemukan kata ‘ketaka’, yang hanya diartikan sebagai sejenis bunga. Akan tetapi, di dalam kamus elektronik yang terdapat di CSCD, dapat ditemukan kata ‘ketakī ’ yang diberikan artinya sebagai sebuah pohon dan memiliki nama ilmiah Pandanus odoratissimus (pandan laut).

206 Morris, Journ. Pali Text Soc. for 1987, hal. 150: tetapi kemungkinan kata itu berarti seekor unta betina (she-camel).

Leave a Reply 0 comments