No. 468
JANASANDHA-JĀTAKA
Sumber : Indonesia Tipitaka Center
[176] “Demikianlah yang dikatakan,” dan seterusnya. Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Jetavana, tentang perintah dari raja Kosala.
Dikatakan bahwa dahulu kala raja dimabukkan oleh kekuasaan dan mengabdikan dirinya kepada kesenangan duniawi, tidak memerintah dengan adil, dan menjadi tidak acuh dalam melayani Sang Buddha.
Suatu hari ia teringat kepada Dasabala, ia berpikir “Saya harus mengunjungi-Nya.” Maka sehabis sarapan pagi, ia naik kereta kuda megahnya menuju ke vihara, kemudian memberi salam hormat kepada Beliau dan mengambil tempat duduk. “Bagaimana kabar Anda, raja yang agung,” tanya Bodhisatta, “sampai Anda tidak datang kemari untuk waktu yang lama?” “O Bhante,” jawab raja, “Saya sibuk belakangan ini sampai tidak ada waktu untuk mengunjungi Anda.” “Raja agung,” kata Beliau, “tidaklah baik untuk mengabaikan seseorang seperti diriku, Buddha Maha Tinggi, yang dapat memberikan nasehat, yang tinggal di vihara, di depan istana. Seorang raja harus melakukan semua kewajiban kerajaannya dengan tidak lengah, menyelesaikan semua masalah seperti seorang ibu atau ayah, yang tidak menggunakan cara-cara jahat dan tidak pernah meninggalkan sepuluh rajadhamma. Ketika seorang raja memerintah dengan benar maka orang-orang yang ada di sekelilingnya juga akan berlaku benar. Tidaklah luar biasa jika hanya dibawah pengawasanku, Anda memimpin dengan benar. Tetapi orang bijak di masa lampau, bahkan ketika tiada guru yang mengajar mereka, dengan pemahaman mereka sendiri mempraktikkan tiga jenis perilaku benar, membabarkan kebenaran kepada banyak orang dan bersama dengan semua pengikutnya menjadi penghuni alam Surga.”
Dengan kata-kata ini, Beliau menceritakan sebuah kisah masa lampau atas permintaan raja.
____________________
Dahulu kala ketika Brahmadatta berkuasa di Benares, Bodhisatta terlahir sebagai putranya dari ratu utamanya. Mereka memberinya nama pangeran Janasandha.
Sewaktu ia beranjak dewasa dan telah kembali dari Takkasila, dimana ia dididik dalam semua ilmu pengetahuan, raja memberikan jabatan wakil raja kepadanya dan juga memberikan pengampunan kepada semua tahanan.
Setelah ayahnya meninggal, Janasandha naik tahta menjadi raja dan kemudian ia menyuruh orang membangun enam dānasālā: empat di empat penjuru gerbang kota, satu di tengah-tengah, dan satu lagi di pintu gerbang istana. Di sana setiap hari ia membagikan enam ratus ribu keping uang, dan menggemparkan seluruh India dengan pemberian dermanya. Ia membiarkan pintu penjara selalu terbuka, ia memusnahkan tempat pelaksanaan hukuman, dan ia melindungi seluruh dunia dengan empat poin merangkul orang (saṅghavatthu) 107 , ia mematuhi Pancasila (Buddhis), melaksanakan laku uposatha, dan memerintah sesuai dengan Dhamma. Setiap saat setelah mengumpulkan rakyatnya, ia memaparkan wejangan kepada mereka: “Berikanlah dana, patuhilah sila, lakukanlah pekerjaanmu sesuai dengan Dhamma, kuasailah keterampilan di usia muda, kumpulkanlah kekayaan materi, janganlah berperilaku seperti tukang tipu dari desa atau seekor anjing, janganlah kejam dan kasar, penuhilah kewajiban untuk menopang hidup ayah dan ibumu, hormatilah orang yang lebih tua di dalam kehidupan (berkeluarga).” Demikianlah ia menegaskankan orang-orang untuk memperoleh kehidupan yang baik.
Pada satu hari suci, tanggal lima belas minggu kedua, setelah menjalankan laku uposatha, ia berpikir sendiri, “Saya akan memberikan wejangan kepada para penduduk untuk peningkatan kebaikan dan berkah bagi mereka dan untuk membuat mereka waspada (tidak lengah) dalam kehidupan.” Kemudian ia menyuruh pengawal untuk membunyikan drum. Dimulai dengan para wanita yang ada di dalam kehidupan rumah tangganya sampai akhirnya seluruh penduduk kota berkumpul bersama.
Ia duduk di halaman istananya di atas kursi bagus yang dibuat terpisah, di bawah paviliun yang dihiasi dengan permata, dan kemudian memberikan wejangan dengan kata-kata berikut: “O penduduk kota! Saya akan memaparkan kebenaran tentang perbuatan apa yang meyebabkan timbulnya penderitaan dan perbuatan apa yang tidak. Waspadalah (Jangan lengah) dan dengarkanlah dengan penuh perhatian.”
Sang Guru membuka mulut-Nya, sebuah permata berharga, penuh dengan kebenaran, dan dengan suara yang semanis madu menjelaskan perkataan dari raja Kosala:
[180] Dengan cara yang demikian Sang Mahasatwa memberikan wejangan Dhamma kepada para penduduk dua kali sebulan. Dan penduduk itu, yang bertindak sesuai dengan nasehatnya, memenuhi kesepuluh hal tersebut, mengalami tumimbal lahir di alam Surga.”“Demikianlah yang dikatakan raja Janasandha:
Terdapat sepuluh hal dalam kebenaran itu
Yang bila tidak dilakukan oleh seseorang,
maka ia akan mengalami penderitaan.“Tidak meraih atau mengumpulkan sesuatu pada waktunya,
hatinya akan sengsara;
Memikirkan bahwa ia tidak mencari kekayaan sebelumnya,
dan ia akan menyesal sesudahnya.“Betapa kerasnya kehidupan bagi orang-orang yang tidak diajar!
ia akan berpikir, sambil sedih menyesali Akan pelajaran itu,
yang diperlukannya sekarang, tidak dipelajarinya dahulu.“Seorang tukang fitnah, seorang tukang bohong,
[178] “Dahulu saya juga adalah seorang pembunuh,
seorang yang mencemarkan nama baik orang lain,
Seorang yang kejam dan kasar adalah diriku dahulunya:
dan sekarang saya mendapatkan penyebab dari penderitaan.
tidak memiliki belas kasihan, tidak pernah mempedulikan makhluk lain,
Seorang yang hina: Karena hal ini (katanya) saya menghadapi
banyak penderitaan sekarang ini.
“Di saat saya memiliki banyak istri (pikirnya) yang
saya berhutang kepada mereka,
Saya meninggalkan mereka karena istri yang lainnya;
dan sekarang saya sangat menyesalinya.“Dahulu ia memiliki banyak persediaan makanan dan minuman,
sekarang ini ia bersedih,
Berpikir bahwa ia tidak pernah
memberikan dana makanan waktu itu.“Ia bersedih memikirkan bahwa di saat ia mampu,
ia tidak merawat dan menjaga Ayah dan Ibunya,
sekarang ia telah menjadi tua,
masa mudanya telah berakhir.108“Mengesampingkan guru, pembimbing, atau ayah,
yang berusaha untuk memenuhi semua keinginannya,
akan menyebabkan penderitaan.“Memperlakukan brahmana dengan tidak perhatian,
begitu juga dengan petapa di masa lampau,
Yang suci, dan terpelajar, akan membuatnya menyesal.“Kesederhanaan dijalankan dengan baik,
orang yang bajik dihormati pula dengan baik:
Jika ia tidak melakukan hal demikian sebelumnya,
maka sekarang ini akan berada di dalam kesedihan.“Barang siapa yang dapat memenuhi dengan bijaksana sepuluh hal ini,
Dan melaksanakan kewajibannya terhadap orang lain,
tidak akan pernah berada dalam penyesalan.”
____________________
Selesai menyampaikan uraiannya, Sang Guru berkata, “Demikianlah, O raja agung, orang bijak di masa lampau, yang tidak diajari siapapun dan dari kecerdasannya sendiri, memberikan khotbah kebenaran dan membuat orang banyak terlahir di alam Surga.” Dengan kata-kata ini Beliau mempertautkan kisah kelahiran ini: “Pada masa itu, pengikut Sang Buddha adalah penduduk kota, dan saya sendiri adalah raja Janasandha.”
____________________
Catatan kaki :
107 Kemurahan hati (dāna), peyyavajja (ucapan yang lembut, tidak menyakiti orang lain), athacariyā (tindakan yang bermanfaat), samānattatā (perlakuan yang sama).
108 Bandingkan Sutta-Nipatā, 98, 124.