KUKKURA-JĀTAKA
Sumber : Indonesia Tipitaka Center
[175] “Anjing-anjing yang dipelihara dalam istana raja,” dan seterusnya. Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Jetawana, mengenai tindakan demi kebaikan kerabat, yang berhubungan dengan Buku Kedua Belas, dalam Bhaddasāla-Jātaka 59 . Cerita itu mengantarkan uraian Beliau tentang kisah kelahiran lampau ini.____________________
Suatu waktu ketika Brahmadatta memerintah di Benares, akibat dari perbuatannya di kelahiran yang lampau, Bodhisatta terlahir sebagai seekor anjing, ia tinggal di sebuah pemakaman besar sebagai pimpinan dari beberapa ratus ekor anjing.
Suatu hari, raja keluar dari tempat peristirahatannya dengan menggunakan kereta kerajaan yang ditarik oleh kudakuda yang warnanya seputih susu. Setelah puas mengelilingi wilayahnya sepanjang hari, ia kembali ke kota setelah senja. Mereka membiarkan tali kekang kereta kerajaan itu tergeletak begitu saja di halaman kerajaan, dalam keadaan masih terikat pada kereta. Malamnya turun hujan sehingga tali kekang itu menjadi basah. Ditambah dengan turunnya anjing kerajaan dari ruangan yang berada di atas istana, dan menggerogoti tali kekang dan hiasan kereta yang terbuat dari kulit. Keesokan harinya, mereka memberi tahu Raja dengan berkata, “Paduka, anjing-anjing masuk dari pipa pembuangan air dan menggerogoti tali kekang dan hiasan dari kulit yang terdapat di kereta kerajaan.” Merasa murka terhadap anjing-anjing tersebut, raja berkata, “Bunuh setiap anjing yang terlihat oleh kalian.” Dimulailah pembunuhan besar-besaran terhadap anjing yang ada. Anjing-anjing yang mengetahui bahwa mereka akan dibunuh jika ada yang melihat mereka, pergi ke pemakaman untuk mencari Bodhisatta. Ia bertanya, “Apa tujuan kalian berkumpul di sini?” Mereka menjawab, “Raja merasa murka karena ada laporan bahwa hiasan kulit dan tali kekang kereta kerajaan di halaman istana telah digerogoti oleh anjing-anjing, ia memberi perintah untuk membinasakan semua anjing. Sejumlah anjing telah dibunuh, dan bahaya besar masih akan timbul.”
Bodhisatta berpikir, “Tidak ada anjing yang bisa masuk ke tempat yang diawasi dengan begitu ketatnya, harusnya itu adalah hasil kerjaan anjing-anjing yang berada di dalam istana. Saat ini pelaku sebenarnya tidak menerima hukuman apa pun, sementara mereka yang tidak bersalah diberi hukuman mati. Bagaimana jika saya menemukan pelakunya untuk raja dan menyelamatkan hidup sanak keluargaku?” Ia menenangkan sanak keluarganya dengan berkata, “Jangan takut. Saya akan menyelamatkan kalian. [176] Tinggallah di sini sementara saya bertemu dengan raja.”
Dengan dipandu rasa kasih sayang dan berbekal Sepuluh Kesempurnaan dalam dirinya, ia menempuh perjalanan itu seorang diri tanpa pendamping, saat masuk ke dalam kota, ia mengucapkan kata-kata berikut, “Jangan ada tangan yang melemparkan kayu ataupun batu kepadaku.” Sesuai dengan harapannya, ketika ia muncul, tidak ada satu orang pun yang merasa marah saat melihatnya.
Sementara raja sendiri, setelah memerintahkan agar anjing-anjing itu di bunuh, duduk di ruang persidangan kerajaan. Bodhisatta berjalan menuju arahnya, kemudian melompat ke bawah singgasananya. Para pelayan raja berusaha mengeluarkannya, namun raja menghentikan usaha mereka. Tanpa basabasi, Bodhisatta keluar dari bawah singgasana, memberi hormat kepada raja, berkata, “Apakah anjing-anjing itu dibunuh atas perintah Anda?” “Ya, saya yang memberikan perintah itu.” “Apa kesalahan mereka, wahai Raja para manusia?” “Mereka menggerogoti tali kekang dan hiasan kulit yang melapisi keretaku.” “Apakah Anda mengetahui anjing mana yang melakukannya?” “Tidak, saya tidak tahu.” “Paduka, jika Anda tidak tahu pelaku yang sebenarnya, adalah suatu kesalahan dengan memberikan perintah untuk membunuh semua anjing yang terlihat.” “Karena anjinglah yang telah menggerogoti bahan kulit dari kereta kerajaan, maka saya memerintahkan agar semua anjing dibunuh.” “Apakah mereka membunuh semua anjing tanpa kecuali, atau ada anjing-anjing yang mendapat pengecualian?” “Beberapa mendapat pengecualian, — anjing keturunan murni yang ada di istana.” “Paduka, Anda baru saja mengatakan bahwa Anda memberi perintah membunuh semua anjing yang terlihat, karena anjing telah menggerogoti bahan kulit dari keretamu; di sisi lain, saat ini juga Anda mengatakan bahwa anjing keturunan murni yang berada dalam istana lolos dari kematian. Oleh karena itu, Anda telah melakukan empat pelanggaran terhadap sikap memihak, tidak suka, ketidaktahuan, dan ketakutan. Sikap itu salah dan tidak mencerminkan sikap seorang raja. Untuk seorang raja, saat mengadili masalah, harus bersikap tidak memihak, seperti timbangan yang tepat. Namun dalam kejadian ini, anjing kerajaan bebas dari hukuman sementara anjing-anjing malang lainnya dibunuh. Ini bukanlah kehancuran yang merata terhadap semua anjing, namun hanya pembunuhan terhadap anjing-anjing yang malang itu.” Lebih lanjut lagi, makhluk yang agung ini mengeraskan suaranya yang merdu, dengan berkata, “Paduka, sikap Anda itu sama sekali tidak menunjukkan adanya keadilan.” Dan ia mengajarkan Kebenaran kepada raja melalui syair berikut ini : — [177]
Anjing-anjing yang dipelihara di dalam istana raja,
anjing keturunan murni, dengan bentuk yang kuat dan cantik;
Namun bukan mereka, hanya kami, yang diberi hukuman mati.
Tidak ada kata adil yang diberikan kepada semua makhluk yang sejenis;
ini hanyalah pembunuhan terhadap mereka yang malang.
Setelah mendengarkan kata-kata Bodhisatta, Raja berkata, “Apakah dengan kebijaksanaanmu, kamu bisa mengetahui siapa yang telah menggerogoti bahan kulit di keretaku?” “Ya, Paduka.” “Siapakah dia?” “Anjing keturunan murni yang tinggal di dalam istana.” “Bagaimana caramu menunjukkan bahwa mereka yang menggerogoti bahan kulit itu?” “Akan saya buktikan pada Anda.” “Lakukanlah, engkau yang bijaksana.” “Mintalah anjing-anjing kerajaan untuk datang kemari dan kirimkan sedikit dadih serta daun kusa ke tempat ini.” Raja melaksanakan permintaannya.
Makhluk yang agung itu berkata, “Campurkan daun kusa dengan dadih, dan minta anjing-anjing itu untuk meminumnya.”
Raja melaksanakan apa yang dikatakannya;— dengan hasil, setiap anjing yang minum, langsung muntah. Mereka memuntahkan serpihan-serpihan bahan kulit! “Ini seperti pertimbangan yang diberikan sendiri oleh Buddha Yang Maha Sempurna,” seru Raja dengan gembira, dan memberikan penghormatan kepada Bodhisatta dengan menganugerahkan payung kerajaan kepadanya. Bodhisatta mengajarkan Kebenaran dalam sepuluh syair mengenai keadilan dalam Tesakuṇa-Jātaka60, yang diawali dengan kata-kata : —
Berjalanlah di jalan keadilan,
Raja agung dari kaum bangsawan,
dan seterusnya.
Kemudian ia mengukuhkan raja dalam lima latihan moralitas, dan setelah menasihati raja untuk tetap setia pada Kebenaran, Bodhisatta mengembalikan payung putih kerajaan kepadanya.
Setelah makhluk agung itu selesai mengucapkan katakatanya, [178] raja memerintahkan bahwa semua anjing yang merupakan keturunan Bodhisatta akan mendapatkan kiriman makanan sama seperti apa yang dimakan olehnya secara rutin. Dengan mematuhi ajaran yang diberikan oleh Bodhisatta, ia menghabiskan sisa umurnya yang panjang dengan melakukan amal dan perbuatan baik lainnya. Setelah meninggal, ia terlahir kembali di alam dewa. ‘Ajaran Anjing’ itu bertahan selama sepuluh ribu tahun lamanya. Bodhisatta juga hidup hingga usia yang lanjut, setelah meninggal dunia, ia terlahir di alam bahagia.
____________________
Setelah menyelesaikan kisah ini, Sang Guru berkata, “Bukan hanya di kehidupan ini, para Bhikkhu, Sang Buddha melakukan tindakan yang menguntungkan para kerabatnya, tetapi di kehidupan yang lampau ia juga melakukan hal yang sama.” — Beliau mempertautkan dan menjelaskan tentang kelahiran tersebut dengan berkata, “Ānanda adalah raja di waktu tersebut, para pengikut Buddha adalah anjing-anjing yang ada, dan Saya sendiri adalah anjing tersebut.”
Catatan kaki :
59 No.465.
60 No.521