Nama-Nama Orang Suci : T

Nama-nama Buddhis – T

TISSA – Arahatta :

Ayah Tissa seorang hartawan, biasa memberi dana makanan kepada murid utama Sang Buddha, Sariputta Thera. Pada umur 7 tahun, Tissa menjadi seorang samanera dibawah bimbingan Sariputta Thera. Setelah mempelajari salah satu obyek meditasi, ia pergi ke sebuah vihara yang terletak di sebuah hutan. Setiap kali penduduk berdana sesuatu, Tissa hanya berkata : “Semoga kamu berbahagia, bebas dari penderitaan,”dan ia kemudian berlalu. Ketika ia tinggal di vihara di dalam hutan, ia tekun dan rajin berlatih meditasi, dan pada akhir bulan ketiga ia mencapai tingkat kesucian Arahatta. Y.A.Sariputta ditemani Y.A. Maha Moggallana dan beberapa bhikkhu senior dating mengunjungi Samanera Tissa dengan seijin Sang Buddha. Seluruh penduduk desa hadir dan memohon agar Y.A. Sariputta berkenan menyampaikan khotbah, tetapi Y.A. Sariputta menyuruh Tissa untuk berkhotbah. Untuk memenuhi permintaan gurunya, maka Samanera Tissa pergi ke tempat khusus untuk menyampaikan khotbah Dhamma. Setelah khotbah Dhamma selesai, Y.A. Sariputta memuji Tissa yang telah menyampaikan khotbah Dhamma dengan baik. Tetapi penduduk desa ada yang puas, ada pula yang tidak puas karena pada awalnya ia hanya sedikit mengajarkan Dhamma kepada mereka. Sang Buddha dengan kemampuan batin luar biasa melihat bahwa timbul dua kelompok penduduk desa, kemudian Beliau menampakkan diri untuk menjernihkan kesalahpahaman yang ada. Sang Buddha hadir pada saat penduduk menyediakan dana makanan, dan setelah Sang Buddha bersantap, Beliau berkata kepada penduduk desa, “O Umat awam, kamu semua sangat beruntung memiliki Samanera Tissa diantara kalian. Karena dengan kehadirannya disini, Aku, Murid-murid utama-Ku, bhikkhu-bhikkhu senior dan banyak bhikkhu lainnya saat ini hadir mengunjungi kalian”, maka penduduk desa sadar keuntungan adanya Samanera Tissa. Setelah Sang Buddha menyampaikan khotbahNya, beberapa penduduk desa mencapai tingkat kesucian Sotapatti. Pada waktu pulang ke vihara, Sang Buddha menjelaskan kepada para bhikkhu: “para bhikkhu, seorang bhikkhu, apakah ia tinggal di desa ataupun di kota, seharuisnya hidup tidak mengharapkan pemberian dan dana. Jika seorang bhikkhu meninggalkan semua keuntungan keduniawian dan rajin melaksanakan Dhamma, maka ia pasti akan mencapai tingkat kesucian Arahatta.”

Pada kejadian ini Sang Buddha membabarkan syair :

Ada jalan lain menuju keuntungan duniawi, dan ada jalan lain menuju ke Nibbana. Setelah menyadari hal ini dengan jelas, hendaklah seseorang bhikkhu siswa Sang Buddha tidak bergembira dalam hal-hal duniawi, tetapi mengembangkan pembebasan diri.

( Dhammapada V , 16 )

Cerita TISSA yang lain Arahatta :

Setelah menerima obyek meditasi dari Sang Buddha, Tissa Thera pergi ke sebuah gua dan memutuskan tinggal di dalam gua selama 3 bulan. Karena ia tinggal di dalam gua, ia pergi ke desa untuk berpindapatta setiap pagi. Seorang wanita yang usianya lebih tua secara teratur memberikan dana makanan kepadanya. Di dalam gua tempat tinggal Tissa, juga hidup hantu penjaga gua. Hantu tersebut ingin mengusir Tissa dari gua tetapi tidak berani, maka ia memikirkan suatu rencana agar bias mengeluarkan Tissa dari gua. Kemudian ia merasuki anak laki-laki dari wanita tua yang setiap hari memberikan dana makanan kepada Tissa. Anak laki-laki tersebut menolehkan kepalanya kebelakang dan memutar-mutarkan matanya dan berkata, agar gurunya Sang Thera mencuci kakinya dengan air dan menuangkan air itu ke kepala anak laki-laki tersebut. Ibunya bingung dan menangis. Ketika Sang Thera datang untuk menerima dana makanan ia melakukan seperti yang dianjurkan oleh hantu gua tadi dan anaknya menjadi tenang. Hantu gua menunggu kedatangan Sang Thera di lubang masuk gua. Ketika Sang Thera tiba dari berpindapatta, hantu gua menampakkan dirinya dan berkata, “Akulah hantu penjaga gua ini. O, kamu, tabib, tidak boleh memasuki gua ini.” Kemudian hantu gua menuduhnya bahwa pada pagi hari ia telah menyembuhkan seorang anak muda yang dirasuki oleh raksasa. Tetapi Sang Thera tersebut menyadari hal itu sesungguhnya bukan praktek ketabiban, dan ia menyadari bahkan hantu gua tidak dapat menemukan kesalahan lain padanya. Hal ini memberinya suatu kepuasan yang sangat menggembirakan dirinya sendiri, meninggalkan kegiuran dan konsentrasi keras menuju ‘Meditasi Pandangan Terang’. Ia kemudian mencapai tingkat kesucian Arahatta disana, ketika ia sedang berdiri pada lubang masuk gua. Sang Thera terus menetap di sana sampai akhir vassa, dan kemudian ia kembali menemui Sang Buddha. Ketika menceritakan kepada para bhikkhu tentang pertemuannya dengan hantu gua dan menyatakan bahwa ia tidak marah ketika dilarang masuk gua, para bhikkhu yang lain tidak mempercayainya, mereka menemui Sang Buddha dengan menyatakan ketidak percayaannya karena mengganggap bahwa Tissa telah menyatakan dirinya sebagai seorang Arahanta. Kepada mereka Sang Buddha menjawab, “Para bhikkhu, murid-Ku Tissa berbicara yang sebenarnya ketika ia berkata bahwa ia tidak marah. Ia telah sungguh-sungguh menjadi seorang Arahanta. Ia tidak lagi melekat kepada siapapun; ia tidak mempunyai kesempatan untuk marah kepada siapapun ataupun kepada segala sesuatu yang berhubungan dengannya.”

Pada kejadian ini Sang Buddha membabarkan syair :

Orang yang menjauhkan diri dari masyarakat umum maupun para pertapa, yang mengembara tanpa tempat tinggal tertentu dan sedikit kebutuhannya, maka ia Kusebut seorang ‘brahmana’.

( Dhammapada XXVI , 22 )

TAMBADATHIKA – Anulomaññana ( hampir Sotapatti ) :

Sebelum pensiun, pekerjaan Tambadathika sebagai penjagal para pencuri di suatu kerajaan. Pada suatu hari Tambadathika mengambil bubur nasi, setelah kembali dari sungai untuk mandi. Tapi ia melihat Sariputta Thera berdiri di depan pintu rumahnya. Pada saat melihat Sariputta Thera, ia berpikir bahwa dalam hidupnya telah menghukum mati para pencuri dan sekarang seharusnya ia mempersembahkan makanan kepada bhikkhu ini. Kemudian ia mempersembahkan bubur nasinya. Setelah bersantap, Sariputta Thera mengajarkan Dhamma kepadanya, tapi ia tidak konsentrasi. Sariputta Thera mengetahui hal ini, dan menanyakannya apakah ia membunuh itu atas kemauannya sendiri, kalau hanya diperintah oleh raja dan tidak ada niat untuk membunuh, berarti ia tidak bersalah. Oleh karena itu maka ia menjadi tenang dan mendengarkan Dhamma yang disampaikan oleh Sariputta Thera dengan penuh perhatian, ia hampir mencapai tingkat kesucian Sotapatti, ia hanya mencapai tingkat kesucian Anulomaññana. Setelah khotbah Dhamma berakhir, Tambadathika menyertai Sariputta Thera pulang sampai jarak tertentu, ketika ia dalam perjalanan pulang, setan yang menyamar sebagai sapi menyeruduknya sehingga ia meninggal dunia. Ketika Sang Buddha pada pertemuan bhikkhu sore harinya, para bhikkhu memberi tahu perihal kematian Tambadathika, Sang Buddha berkata bahwa meskipun Tambadathika telah melakukan perbuatan jahat sepanjang hidupnya, karena memahami Dhamma setelah mendengar dari Sariputta Thera, maka ia telah mencapai anulomaññana sebelum meninggal dunia. Ia dilahirkan kembali di surga Tusita. Kepada mereka Sang Buddha berkata, “Daripada suatu penjelasan panjang yang tanpa makna, lebih baik satu kata yang mengandung pengertian dapat menghasilkan manfaat yang lebih besar.”

Pada kejadian ini Sang Buddha membabarkan syair :

Daripada seribu kata yang tak berarti, adalah lebih baik sepatah kata yang bermanfaat, yang dapat memberi kedamaian kepada pendengarnya.

( Dhammapada VIII , 1 )