BAB VI
TAMBAHAN
KALAMA SUTTA
A-I-191
Demikianlah telah kudengar:
1. Suatu ketika Yang Dirahmati (Sang Buddha) mengembara di negara Kosala dengan rombongan besar bhikkhu dan memasuki kota Kesaputta.
Suku Kalama, yang menjadi penduduk kota Kesaputta mendengar bahwa Pertapa Gotama, seorang putra dari suku Sakya yang pergi bertapa, sekarang telah tiba di Kesaputta.
Berita yang tersiar luas tentang Pertapa Gotama yang sekarang menjadi Buddha, mengatakan:
“Beliau adalah Arahat, Yang memperoleh Penerangan Agung, Sempurna Dalam Pengetahuan dan Pelaksanaannya, Yang Terbahagia, Pembimbing Manusia Yang Tiada Taranya, Guru Para Dewa dan Manusia, Sang Buddha, Yang Dirahmati. Beliau memberitahukan dunia ini, bersama-sama dengan alam para dewa, mara, dan brahma, disertai para pertapa, brahmana, para dewa, dan manusia, sesuatu yang Beliau sendiri telah mengerti melalui pengetahuan yang luar biasa. Beliau mengajarkan Dhamma yang indah pada awalnya, indah pada pertengahannya, dan indah pada akhirnya, baik dalam teori maupun dalam pelaksanaannya. Secara sempurna Beliau menerangkan tentang penghidupan suci yang benar-benar bersih. Sungguh berharga sekali dapat melihat Arahat tersebut!”
Karena itu, maka suku Kalama dari Kesaputta datang mengunjungi Sang Buddha. Tiba di sana, ada yang memberi hormat dengan merangkapkan kedua tangan di depan dada dan kemudian duduk di satu sisi; ada juga yang memberi hormat dengan berlutut, ada yang memberi hormat hanya dengan ucapan; ada yang menyembah; ada yang memberitahukan nama dan nama keluarganya; dan ada juga yang terus duduk tanpa mengucapkan kata apa pun.
2. Setelah mereka semua duduk, kemudian seorang berkata, “Yang Mulia, banyak pertapa dan brahmana yang berkunjung ke Kesaputta. Mereka menerangkan dan membahas dengan panjang lebar ajaran mereka sendiri, tetapi mencaci maki, menghina, merendahkan, dan mencela habis-habisan ajaran orang lain. Lalu datang pula pertapa dan brahmana lain ke Kesaputta. Dan mereka ini juga menerangkan dan membahas dengan panjang lebar ajaran mereka sendiri, dan mencaci-maki, menghina, merendahkan, dan mencela habis-habisan ajaran orang lain. Kami yang mendengar merasa ragu-ragu dan bingung, siapa diantara para pertapa dan brahmana yang berbicara benar dan siapa yang berdusta.”
3. “Benar, warga suku Kalama, sudah sewajarnyalah kamu ragu-ragu, sudah sewajarnyalah kamu bingung. Dalam hal yang meragukan memang akan menimbulkan kebingungan. Oleh karena itu, warga suku Kalama, janganlah percaya begitu saja berita yang disampaikan kepadamu, atau oleh karena sesuatu yang sudah merupakan tradisi, atau sesuatu yang didesas-desuskan. Janganlah percaya begitu saja apa yang tertulis di dalam kitab-kitab suci; juga apa yang dikatakan sesuai dengan logika atau kesimpulan belaka; juga apa yang katanya telah direnungkan dengan seksama; juga apa yang kelihatannya cocok dengan pandanganmu; atau karena ingin menghormat seorang pertapa yang menjadi gurumu.
Tetapi, warga suku Kalama, kalau setelah diselidiki sendiri, kamu mengetahui, ‘Hal ini tidak berguna, hal ini tercela, hal ini tidak dibenarkan oleh para Bijaksana, hal ini kalau terus dilakukan akan mengakibatkan kerugian dan penderitaan, maka sudah selayaknya kamu menolak hal-hal tersebut.”
4. “Sekarang, bagaimana pendapatmu, warga suku Kalama? Kalau keserakahan (lobha) timbul dalam diri seorang manusia, apakah itu membawa keuntungan atau kerugian?”
“Akan membawa kerugian, Yang Mulia.”
“Sekarang, warga suku Kalama, seseorang yang serakah dicengkeram oleh keserakahan dan tidak dapat mengendalikan dirinya lagi; apakah orang itu tidak mungkin akan membunuh makhluk hidup, mengambil sesuatu yang tidak diberikan, melakukan perzinahan, mengucapkan kata-kata yang tidak benar, dan juga menyebabkan orang lain berbuat demikian; bukankah hal itu akan mengakibatkan kerugian dan penderitaan baginya untuk waktu yang lama?”
“Memang demikian, Yang Mulia.”
5. “Sekarang, bagaimana pendapatmu, warga suku Kalama? Kalau kebencian (dosa) timbul dalam diri seorang manusia, apakah itu akan membawa keuntungan atau kerugian?”
“Akan membawa kerugian, Yang Mulia.”
“Sekarang, warga suku Kalama, seseorang yang membenci, dicengkeram oleh kebencian dan tidak dapat mengendalikan dirinya lagi; apakah orang itu tidak mungkin akan membunuh makhluk hidup, mengambil sesuatu yang tidak diberikan, melakukan perzinahan, mengucapkan kata-kata yang tidak benar, dan juga menyebabkan orang lain berbuat demikian; bukankah hal itu akan mengakibatkan kerugian dan penderitaan baginya untuk waktu yang lama?”
“Memang demikian, Yang Mulia.”
6. “Sekarang, bagaimana pendapatmu, warga suku Kalama? Kalau kegelapan batin (moha) timbul dalam diri seorang manusia, apakah itu akan membawa keuntungan atau kerugian?”
“Akan membawa kerugian, Yang Mulia.”
“Sekarang, warga suku Kalama, seseorang yang diliputi kegelapan batin (moha), dicengkeram oleh kegelapan batin dan tidak dapat mengendalikan dirinya lagi; apakah orang itu tidak mungkin akan membunuh makhluk hidup, mengambil sesuatu yang tidak diberikan, melakukan perzinahan, mengucapkan kata-kata yang tidak benar, dan juga menyebabkan orang lain berbuat demikian; bukankah hal itu akan mengakibatkan kerugian dan penderitaan baginya untuk waktu yang lama?”
“Memang demikian, Yang Mulia.”
7. “Kalau begitu, warga suku Kalama, bagaimana pendapatmu? Apakah hal-hal tersebut baik atau tidak baik?”
“Tidak baik, Yang Mulia.”
“Apakah hal-hal tersebut tercela atau tidak tercela?”
“Tercela, Yang Mulia.”
“Apakah hal-hal tersebut dibenarkan atau tidak dibenarkan oleh para Bijaksana?”
“Tidak dibenarkan, Yang Mulia.”
“Kalau terus dilakukan, apakah itu akan mengakibatkan kerugian dan penderitaan?”
“Akan mengakibatkan kerugian dan penderitaan, Yang Mulia. Demikianlah pendapat kami.”
8. “Karena itu, warga suku Kalama, itulah yang Kumaksud dengan mengatakan, ‘Janganlah percaya begitu saja berita yang disampaikan kepadamu; atau oleh karena sesuatu yang merupakan tradisi; atau sesuatu yang didesas-desuskan. Janganlah percaya begitu saja apa yang dikatakan di dalam kitab-kitab suci; juga apa yang katanya sesuai dengan logika atau kesimpulan belaka; juga apa yang katanya merupakan hasil dari suatu penelitian; juga apa yang katanya telah direnungkan dengan seksama; juga apa yang terlihat cocok dengan pandanganmu; atau karena ingin menghormat seorang pertapa yang menjadi gurumu.’
Tetapi, warga suku Kalama, kalau setelah diselidiki sendiri, kamu mengetahui, ‘Hal ini tidak berguna, hal ini tercela, hal ini tidak dibenarkan oleh para Bijaksana; hal ini kalau terus dilakukan akan mengakibatkan kerugian dan penderitaan,’ maka sudah selayaknya kamu menolak hal-hal tersebut.”
9. “Kesimpulannya, warga suku Kalama, ‘Janganlah percaya begitu saja berita yang disampaikan kepadamu; atau oleh karena sesuatu yang merupakan tradisi; atau sesuatu yang didesas-desuskan. Janganlah percaya begitu saja apa yang dikatakan di dalam kitab-kitab suci; juga apa yang katanya sesuai dengan logika atau kesimpulan belaka; juga apa yang katanya merupakan hasil dari suatu penelitian; juga apa yang katanya telah direnungkan dengan seksama; juga apa yang terlihat cocok dengan pandanganmu; atau karena ingin menghormat seorang pertapa yang menjadi gurumu.’ Tetapi, setelah diselidiki sendiri, kamu mengetahui, ‘Hal ini berguna; hal ini tidak tercela; hal ini dibenarkan oleh para Bijaksana; hal ini kalau terus dilakukan akan membawa keberuntungan dan kebahagiaan,’ maka sudah selayaknya kamu menerima dan hidup sesuai dengan hal-hal tersebut.”
10. “Bagaimana pendapatmu, warga suku Kalama? Apabila seseorang telah terbebas dari keserakahan (lobha), apakah hal ini merupakan keuntungan atau kerugian?”
“Keuntungan, Yang Mulia.”
“Bukankah orang ini, yang telah terbebas dari keserakahan dan tidak lagi dicengkeram oleh keserakahan, dan oleh karena ia dapat mengendalikan dirinya dengan baik, akan berhenti membunuh makhluk hidup, berhenti mengambil sesuatu yang tidak diberikan (mencuri), berhenti melakukan perzinahan berhenti mengucapkan kata-kata yang tidak benar, berhenti menjadi penyebab yang menyesatkan orang lain, tidak akan mendapatkan kerugian dan penderitaan untuk waktu yang lama?”
“Memang demikian halnya, Yang Mulia.”
11. “Sekarang, bagaimana pendapatmu, warga suku Kalama? Apabila seseorang telah terbebas dari kebencian (dosa), apakah hal ini merupakan keuntungan atau kerugian?”
“Keuntungan, Yang Mulia.”
“Bukankah orang ini, yang telah terbebas dari kebencian tidak lagi dicengkeram oleh kebencian….., berhenti menjadi penyebab yang menyesatkan orang lain, tidak akan mendapatkan kerugian dan penderitaan untuk waktu yang lama?”
“Memang demikian halnya, Yang Mulia.”
12. “Sekarang, bagaimana pendapatmu, warga suku Kalama? Apabila seseorang telah terbebas dari kegelapan batin (moha), apakah hal ini merupakan keuntungan atau kerugian?”
“Keuntungan, Yang Mulia.”
“Bukankah orang ini, yang telah terbebas dari kegelapan batin dan tidak lagi dicengkeram oleh kegelapan batin ….., berhenti menjadi penyebab yang menyesatkan orang lain, tidak akan mendapat kerugian dan penderitaan untuk waktu yang lama?”
“Memang demikian halnya, Yang Mulia.”
13. “Kalau begitu, warga suku Kalama, bagaimana pendapatmu? Apakah hal-hal tersebut menguntungkan atau tidak menguntungkan?”
“Menguntungkan, Yang Mulia.”
“Apakah hal-hal tersebut tercela atau tidak tercela?”
“Tidak tercela, Yang Mulia.”
“Apakah hal-hal tersebut dibenarkan atau tidak dibenarkan oleh para Bijaksana?”
“Dibenarkan, Yang Mulia.”
“Kalau terus dilakukan, apakah akan membawa kebahagiaan atau tidak?”
“Tentu akan membawa kebahagiaan. Demikianlah pendapat kami.”
14. “Demikianlah, warga suku Kalama, itulah yang Kumaksud dengan mengatakan, ‘Janganlah percaya begitu saja….., Tetapi apabila setelah diselidiki sendiri, kamu mengetahui hal ini berguna; hal ini tidak tercela; hal ini dibenarkan oleh para Bijaksana; hal ini kalau terus dilakukan akan membawa keberuntungan dan kebahagiaan, maka sudah selayaknya kamu menerima dan hidup sesuai dengan hal-hal tersebut.’ Itulah sebabnya, mengapa Aku mengucapkan kata-kata tersebut.”
15. “Sekarang, warga suku Kalama, seorang siswa Yang Ariya telah terbebas dari keserakahan dan kebencian, dan tidak lagi bingung tetapi dapat mengendalikan dirinya dengan baik dan pikirannya terpusat, sedangkan batinnya dipenuhi oleh kasih, belas kasih, simpati, dan keseimbangan batin yang berkembang terus tanpa batas, terbebas dari permusuhan dan perasaan tertekan; orang itu diumpamakan seperti diam di seperempat alam, kemudian di setengah alam, kemudian di tiga per empat alam dan akhirnya di seluruh alam. Dan dengan cara yang sama ke atas, ke bawah, ke samping, ke segenap penjuru, kepada semua makhluk, ia diam dengan batin penuh cinta kasih, belas kasih, simpati, dan keseimbangan batin yang ditujukan ke segenap penjuru alam, berkembang terus tanpa batas, terbebas dari permusuhan dan perasaan tertekan. Siswa yang demikian itu, yang hatinya terbebas dari permusuhan, terbebas dari perasaan tertekan, tidak ternoda dan beersih, orang itu dalam kehidupan ini juga akan memperoleh berkah yang menyenangkan, yaitu :
16. Kalau sekiranya ada alam lain setelah meninggal dunia, ada akibat dari perbuatan baik dan jahat; saat badan jasmaninya hancur setelah mati, ia akan bertumimbal lahir di alam surga. Ini adalah berkah pertama yang diperolehnya. Kalau sekiranya tidak ada alam lain setelah meninggal dunia, tidak ada akibat dari perbuatan baik dan jahat; namun kehidupan ini ia telah terbebas dari perasaan bermusuhan dan tertekan. Ini adalah berkah kedua yang diperolehnya.
Kalau sekiranya bencana menimpa yang berbuat jahat; namun aku sama sekali tidak bermaksud berbuat jahat terhadap siapa pun juga. Mana mungkin bencana dapat menimpa diriku yang tidak berbuat jahat? Ini adalah berkah ketiga yang diperolehnya. Kalau sekiranya tidak ada bencana menimpa yang berbuat jahat, maka aku tahu bahwa diriku bersih dari kedua segi. Ini adalah berkah keempat yang diperolehnya.
Dengan demikian, warga suku Kalama, siswa Ariya tersebut yang hatinya terbebas dari permusuhan dan perasaan tertekan, tak ternoda dan bersih, maka dalam kehidupan ini memperoleh empat berkah.”
17. “Memang demikianlah halnya, Yang Dirahmati. Memang demikianlah, Yang Terbahagia. Siswa Ariya tersebut dalam kehidupan ini akan memperoleh empat berkah (dengan mengulang apa yang diucapkan Sang Buddha).
Sungguh indah, Yang Mulia! Dengan ini kami menyatakan kami berlindung kepada Sang Buddha, Dhamma, dan Sangha. Semoga Yang Mulia berkenan menerima kami sebagai upasaka dan upasika, mulai hari ini sampai seumur hidup kami.”
SIGALOVADA SUTTANTA
(D.III.31)
KAMMA DAN TUMIMBAL LAHIR
A.X.205
Pemilik dari perbuatan (kamma- pali; karma- skrt) adalah makhluk, ia adalah pewaris dari perbuatannya. Perbuatannya adalah rahim dari mana ia lahir, kepada perbuatannya ia terikat, namun perbuatannya juga merupakan pelindungnya. Perbuatan apa pun yang ia lakukan, baik atau buruk, ia juga kelak yang akan mewarisinya.
Terdapat orang yang gemar membunuh makhluk hidup, mengambil milik orang lain, melakukan perbuatan asusila, berbicara yang tidak benar, sering menceritakan keburukan orang, menggunakan kata-kata kasar, suka bicara hal-hal yang tidak perlu, tamak, berhati kejam, dan mengikuti pandangan yang keliru.
Dan ia terikat erat kepada perbuatan yang dilakukan dengan badan jasmani, ucapan, atau pikiran. Dengan sembunyi-sembunyi ia melakukan perbuatan-perbuatan, mengucapkan kata-kata dan memikirkan sesuatu; dan sembunyi-sembunyi pula cara dan tujuannya.
Tetapi Aku katakan kepadamu, “Bagaimanapun tersembunyi cara dan tujuannya, orang itu pasti akan menerima salah satu dari kedua akibat ini, yaitu siksaan di neraka atau terlahir sebagai binatang yang merangkak.”
Demikianlah tumimbal lahir dari makhluk-makhluk, “Sesuai dengan kammanya, mereka akan bertumimbal lahir. Dan dalam tumimbal lahirnya itu, mereka akan menerima akibat dari perbuatan mereka sendiri.”
Karena itu Aku menyatakan, “Pemilik dari perbuatan adalah rnakhluk, ia adalah pewaris dari perbuatannya. Perbuatannya adalah rahim darimana ia lahir, kepada perbuatannya ia terikat, namun perbuatannya juga merupakan pelindungnya. Perbuatan apa pun yang ia lakukan, baik atau buruk, ia juga kelak yang akan menjadi pewarisnya.”
M.123
Pemilik dan pewaris adalah makhluk ….., perbuatanlah yang kelak akan membedakan manusia menjadi mulia dan rendah. Terdapat lelaki dan perempuan yang membunuh makhluk hidup, kejam, gemar memukul dan membunuh, tanpa mempunyai rasa kasihan kepada makhluk-makhluk hidup. Dengan perbuatan yang dilakukannya ini, maka orang itu, ketika badan jasmaninya hancur setelah meninggal, akan terjatuh di alam-alam rendah yang penuh kesedihan dan penderitaan, atau neraka. Atau apabila ia terlahirkan kembali sebagai manusia atau di alam mana pun ia bertumimbal lahir, maka umurnya akan pendek.
Terdapat orang yang mempunyai kebiasaan menyakiti makhluk lain dengan menggunakan tinju, batu, tongkat, atau pedang. Dengan melakukan perbuatan ini, ia akan terjatuh ke alam-alam rendah yang penuh kesedihan dan penderitaan, atau neraka. Atau apabila ia terlahirkan kembali sebagai manusia, atau di alam mana pun ia bertumimbal lahir, maka ia akan menderita banyak penyakit.
Terdapat orang yang cepat marah, lekas naik darah; untuk hal kecil saja yang diceritakan kepadanya ia sudah menjadi murka, marah, keras kepala, memperlihatkan kegusarannya, kebenciannya, dan kecurigaannya. Dengan melakukan perbuatan ini, ia akan terjatuh ke alam-alam rendah yang penuh kesedihan dan penderitaan, atau neraka. Atau apabila ia terlahirkan kembali sebagai manusia, atau di alam mana pun ia bertumimbal lahir, maka ia akan mempunyai rupa yang buruk.
Terdapat orang yang suka iri hati, penuh rasa dengki dan benci, iri bila orang lain menerima hadiah, diberi tempat menginap, penghargaan, penghormatan, dimuliakan, dan diberikan persembahan dengan penuh sopan santun. Dengan melakukan perbuatan ini, ia akan terjatuh ke alam-alam rendah yang penuh kesedihan dan penderitaan, atau neraka. Atau apabila ia terlahirkan kembali sebagai manusia atau di alam mana pun ia bertumimbal lahir, maka ia akan mempunyai pengaruh sedikit sekali.
Terdapat orang yang tak pernah memberikan makanan, minuman, jubah, transportasi, bunga, wangi-wangian, obat-obatan, tempat menginap, tempat tinggal, lampu, dan sebagainya kepada para bhikkhu atau pandita. Dengan tidak pernah melakukad perbuatan ini, ia akan terjatuh di alam-alam rendah yang penuh kesedihan dan penderitaan atau apabila ia terlahirkan kembali sebagai manusia atau di alam mana pun ia bertumimbal lahir, maka ia akan menjadi orang yang miskin.
Terdapat orang yang tinggi hati dan penuh kesombongan, tidak mau menghormat kepada mereka yang patut dihormati, tidak mau berdiri untuk siapa ia patut berdiri, tidak memberikan tempat duduk kepada yang patut diberi tempat duduk, tidak memberikan tempat menginap kepada yang patut untuk diberikan tempat menginap, tidak menjamu mereka yang patut dijamu, tidak memberikan penghormatan dan penghargaan kepada mereka yang patut diberikan penghormatan dan penghargaan, dan juga tidak memberikan persembahan kepada yang patut diberi persembahan. Dengan tidak pernah melakukan perbuatan ini, ia akan terjatuh ke alam-alam rendah yang penuh kesedihan dan penderitaan atau apabila ia terlahirkan kembali sebagai manusia atau di alam mana pun ia bertumimbal lahir, maka ia akan menjadi orang rendah.
Terdapat orang yang tidak mengunjungi para bhikkhu dan pandita untuk menanyakan kepada mereka, “Apakah yang dimaksud dengan kamma baik, Bhante? Apakah yang dimaksud dengan kamma tidak baik? Apa yang tercela? Apa yang terpuji? Apa yang harus dilakukan? Apa yang tidak baik dilakukan? Perbuatan apakah yang mengakibatkan celaka dan penderitaan untuk waktu yang lama? Perbuatan mana yang dapat membawa berkah dan kebahagiaan untuk waktu yang lama?” Dengan tidak melakukan perbuatan ini, ia akan terjatuh ke alam-alam rendah yang penuh kesedihan dan penderitaan atau apabila ia terlahirkan kembali sebagai manusia atau di alam mana pun ia bertumimbal lahir, maka ia akan menjadi orang dungu.
A.IV. 197
Apakah sebabnya, Bhante, ada perempuan yang buruk rupanya dan sangat jahat kelihatannya; dan perempuan ini miskin, tanpa wibawa, tanpa harta, dan tanpa pengaruh?
Dan apakah sebabnya ada perempuan yang buruk parasnya dan sangat jahat kelihatannya; namun perempuan ini kaya raya, mempunyai wibawa yang besar, memiliki harta dan pengaruh?
Dan apakah sebabnya ada perempuan yang cantik parasnya, sedap dipandang, elok sekali; tetapi perempuan ini miskin, tanpa wibawa, tanpa harta, den tanpa pengaruh?
Dan apakah sebabnya ada perempuan yang cantik parasnya, sedap dipandang, elok sekali, kaya-raya, mempunyai wibawa yang besar, serta memiliki harta dan pengaruh?
Ada perempuan yang bernama Mallika yang cepat marah, lekas naik darah; untuk hal kecil saja yang diceritakan kepadanya, ia sudah menjadi murka, marah, keras kepala, memperlihatkan kegusarannya, kebenciannya, den kecurigaannya.
Dan ia tidak pernah mempersembahkan makanan, minuman, jubah, transportasi, bunga, wangi-wangian, obat-obatan, tempat menginap, tempat tinggal, lampu, dan sebagainya kepada para bhikkhu dan pandita.
Dan ia sering iri, penuh rasa dengki den benci, iri jika orang lain menerima hadiah, diberikan tempat menginap, penghargaan, penghormatan, dimuliakan, dan diberikan persembahan dengan penuh sopan santun.
Perempuan ini setelah meninggal akan bertumimbal lahir lagi, baik di dunia ini maupun di alam mana pun dengan paras yang buruk dan sangat jahat kelihatannya, di samping itu ia pun miskin, tanpa wibawa, tanpa harta, dan tanpa pengaruh.
Ada perempuan yang cepat marah, lekas naik darah, hal kecil saja yang diceritakan kepadanya menjadikannya murka, marah, keras kepala, memperlihatkan kegusarannya, kebenciannya dan kecurigaannya. Tetapi ia mempersembahkan makanan, minuman, jubah, transportasi, bunga, wangi-wangian, obat-obatan, tempat menginap, tempat tinggal, lampu, dan sebagainya kepada para bhikkhu dan pandita.
Dan ia juga tidak suka iri hati, tidak dengki dan benci, tidak iri jika orang lain menerima hadiah, diberikan tempat menginap, penghargaan, penghormatan, dimuliakan, dan diberikan persembahan dengan penuh sopan santun.
Perempuan ini setelah meninggal akan bertumimbal lahir lagi, baik di dunia ini maupun di alam mana pun dengan paras yang buruk dan sangat jahat kelihatannya tetapi ia akan kaya raya, mempunyai wibawa yang besar, serta memiliki harta dan pengaruh.
Ada perempuan lain yang tidak cepat marah, tidak lekas naik darah, …..tetapi ia tidak mempersembahkan makanan, minuman, dan ia suka iri hati dan diliputi dengki dan benci, …….
Perempuan ini setelah meninggal akan bertumimbal lahir lagi, baik di dunia ini, maupun di alam mana pun dengan paras yang cantik, sedap dipandang, dan elok sekali tetapi ia miskin, tanpa wibawa, tanpa harta, dan tanpa pengaruh.
Ada perempuan lain yang tidak cepat marah, tidak lekas naik darah, dan ia mempersembahkan makanan, minuman, …. dan ia tidak suka iri hati, tidak diliputi dengki den benci …….
Perempuan ini setelah meninggal akan bertumimbal lahir lagi, baik di dunia ini maupun di alam mana pun dengan paras yang cantik, sedap dipandang, elok sekali, kaya raya, mempunyai wibawa yang besar, serta memiliki harta dan pengaruh.
A.III.40
Membunuh makhluk hidup, oh Bhikkhu, menganjurkan, melakukan sendiri, dan sering dilakukan akan membawa orang tersebut setelah meninggal bertumimbal lahir di alam neraka, di alam binatang, atau di alam setan. Bahkan sekurang-kurangnya, akibat sering membunuh mahluk hidup membuat orang tersebut pendek umur.
Mengambil milik orang lain, menganjurkan, melakukan sendiri, dan sering dilakukan akan membawa orang tersebut setelah meninggal bertumimbal lahir di alam neraka, di alam binatang, atau di alam setan. Bahkan sekurang-kurangnya, akibat sering mengambil milik orang lain membuat orang tersebut kehilangan miliknya.
Melakukan perbuatan asusila, menganjurkan, melakukan sendiri, dan sering dilakukan akan membawa orang tersebut setelah meninggal bertumimbal lahir di alam neraka, di alam binatang, atau di alam setan. Bahkan sekurang-kurangnya, akibat sering melakukan perbuatan asusila membuat orang tersebut dijauhi dan dimusuhi oleh lingkungannya.
Berdusta, menganjurkan, melakukan sendiri, dan sering dilakukan akan membawa orang tersebut setelah meninggal bertumimbal lahir di alam neraka, di alam binatang, atau di alam setan. Bahkan sekurang-kurangnya, akibat sering berdusta membuat orang tersebut mendapat tuduhan atas sesuatu yang tidak dilakukannya.
Sering membicarakan keburukan orang lain, menganjurkan, melakukan sendiri, dan sering dilakukan akan membawa orang tersebut setelah meninggal bertumimbal lahir di alam neraka, di alam binatang, atau di alam setan. Bahkan sekurang-kurangnya, akibat dari orang yang suka menceritakan keburukan orang lain membuat ia ditinggalkan kawan-kawannya.
Menggunakan kata-kata kasar, menganjurkan, melakukan sendiri, dan sering dilakukan akan membawa orang tersebut setelah meninggal bertumimbal lahir di alam neraka, di alam binatang, atau di alam setan. Bahkan sekurang-kurangnya, akibat sering menggunakan kata-kata kasar membuat orang tersebut sering menerima kata-kata yang tidak menyenangkan.
Berbicara hal yang tidak perlu (omong-kosong), menganjurkan, melakukan sendiri, dan sering dilakukan akan membawa orang tersebut setelah meninggal bertumimbal lahir di alam neraka, di alam binatang, atau di alam setan. Bahkan sekurang-kurangnya, akibat sering berbicara hal yang tidak perlu (omong-kosong) membuat orang tersebut tidak dapat berbicara dengan jelas.
Minum minuman keras, seperti anggur dan arak, menganjurkan, melakukan sendiri, dan sering dilakukan akan membawa orang tersebut setelah meninggal akan bertumimbal lahir di alam neraka, di alam binatang, atau di alam setan. Bahkan sekurang-kurangnya, akibat sering minum minuman keras dan mengkonsumsi zat lain yang dapat melemahkan kesadaran akan membuat orang tersebut mabuk dan ketagihan.
A.III.33
Oh Bhikkhu, terdapat tiga keadaan yang merupakan akar dari terjadinya kamma (perbuatan), yaitu: keserakahan (lobha), kebencian (dosa), dan kebodohan batin (moha).
Perbuatan, oh Bhikkhu, yang dilakukan berdasarkan lobha, yang timbul karena lobha, dihasilkan oleh lobha, maka perbuatan ini akan masak, dimana saja makhluk itu bertumimbal lahir; dan bilamana perbuatan itu masak, maka makhluk itu akan memetik buah (hasil) dari perbuatannya, mungkin dalam kehidupan ini, dalam kehidupan berikutnya, atau dalam kehidupan-kehidupan mendatang.
Perbuatan yang dilakukan berdasarkan dosa, yang timbul karena dosa, dihasilkan oleh dosa, maka perbuatan ini akan masak dimana saja makhluk itu bertumimbal lahir; dan bilamana perbuatan itu masak, maka makhluk itu akan memetik buah (hasil) dari perbuatannya, mungkin dalam kehidupan ini, atau dalam kehidupan berikutnya, atau dalam kehidupan-kehidupan mendatang.
Perbuatan yang dilakukan berdasarkan moha, yang timbul karena moha, dihasilkan oleh moha, maka perbuatan ini akan masak dimana saja makhluk itu bertumimbal lahir; dan bilamana perbuatan itu masak, maka makhluk itu akan memetik buah (hasil) dari perbuatannya, mungkin dalam kehidupan ini, atau dalam kehidupan berikutnya, atau dalam kehidupan-kehidupan mendatang.
Keadaannya sama seperti benih yang tidak rusak dan tidak busuk, tidak rusak oleh angin dan panas matahari tetapi sehat dan tahan lama; setelah ditebarkan di tanah yang subur dan dipersiapkan dengan baik serta cukup mendapat air hujan, akan menitis, tumbuh dengan baik dan berkembang dengan sempurna.
S.XXII
Maka akan datanglah waktunya, oh para Bhikkhu, bahwa samudra besar ini akan menjadi kering, lenyap, dan tidak ada lagi. Tetapi hal itu bukan berarti akhir dari penderitaan bagi makhluk-makhluk yang digelapkan oleh Avijja (kebodohan batin) dan dibelenggu oleh Tanha (nafsu keinginan) berlari berputar-putar dalam lingkaran tumimbal lahir. Demikianlah sabda-Ku.
Maka akan datanglah waktunya, bahwa dunia yang perkasa ini akan dilahap oleh api, musnah, dan tidak ada lagi. Tetapi hal ini bukan berarti akhir penderitaan bagi makhluk-makhluk yang digelapkan oleh Avijja dan dibelenggu oleh Tanha berlari berputar-putar dalam lingkaran tumimbal lahir. Demikianlah sabda-Ku.
A.X.208
Tidak mungkinlah, oh para Bhikkhu, bahwa kamma (perbuatan) yang dikehendaki, dilaksanakan, dan ditimbun akan berhenti, selama orang itu masih belum mengalami akibatnya, baik di kehidupan ini, di kehidupan berikutnya, atau di dalam kehidupan-kehidupan mendatang.
Dan tak mungkinlah, sabda-Ku, bahwa sebelum mengalami sendiri akibat dari kamma yang dikehendaki, dilaksanakan, dan ditimbun orang dapat mengakhiri penderitaan.