Sabar Agar Harmonis

Sabar Agar Harmonis

Keterlambatan pada suatu janji adalah hal yang biasa. Meskipun demikian, tentunya keterlambatan bisa menjengkelkan orang yang sudah menunggunya. Padahal, kalau ingin dipikir lebih mendalam, segala kondisi sebenarnya seperti telapak tangan yang dapat dilihat berbeda dari dua sisi, sisi gelap dan terang. Demikian pula dengan keterlambatan.

Daripada marah-marah yang dapat meningkatkan tekanan darah secara drastis, lebih baik ketika menghadapi keterlambatan, seseorang dapat saja merenungkan resiko tersebut sebagai upaya untuk berlatih kesabaran. Dengan demikian, ketika seseorang mampu mengendalikan diri, maka ia telah maju batinnya. Ia telah menjadi orang sabar. Ia menjadi orang yang siap menghadapi kenyataan. Ia sadar bahwa sebesar apapun kemarahan yang ia tumpahkan, ia tidak akan dapat mengubah kenyataan bahwa ada orang yang terlambat. Oleh karena itu, suka atau tidak suka jelas sangat tergantung pada pikiran sendiri. Seseorang yang mampu mengubah pikiran agar sesuai kenyataan, batinnya akan menjadi tenang, sabar dan hidup juga terasa bahagia.

Agar memperjelas keterangan tentang manfaat kemampuan mengubah cara berpikir, maka berikut ini akan disampaikan satu cerita. Dalam suatu perjalanan kereta api terdapat seorang pria yang sedang membaca koran. Duduk di depannya ada seorang anak kecil kira-kira umur 2 tahun yang bepergian dengan ayahnya. Si anak yang baru beranjak besar itu sangat lincah dan seolah tidak ingin diam walau sejenak. Ia melompat ke sana dan ke sini. Orang yang sedang membaca koran itupun merasa terganggu karena korannya sering ditarik-tarik bahkan anak itu kadang melompat ke pangkuannya. Pria ini berusaha bersabar. Namun, karena ia merasakan gangguan terus menerus, maka kesabaran pun mencapai batas. Ia menegur secara halus bapak yang bersama anak tersebut. Ia mengatakan :”Pak, anak bapak pintar ya, mau baca koran terus.” Bapak tersebut karena mempunyai perasaan yang halus, ia menyadari bahwa anak tersebut telah mengganggu orang lain. Ia kemudian berkata : ”Maaf Pak. Anak ini belum tahu bahwa kami berdua menumpang kereta api karena hendak mengunjungi ibunya yang baru saja meninggal akibat kecelakaan lalu lintas pagi ini.” Lelaki yang sedang membaca koran itu terkejut dengan keterangan yang baru saja didengarnya. Ia kemudian langsung berubah pikiran. Ia sekarang justru timbul rasa kasihan dengan anak yang belum mengetahui bahwa ibunya baru saja meninggal dunia. Seketika hilang sudah kejengkelan terhadap anak itu. Ia sekarang justru berusaha menghibur dan mendudukkan anak itu dipangkuannya. Inilah kecepatan perubahan pikiran yang langsung mengubah suasana batin juga.

Dalam kehidupan ini, seseorang juga sering dihadapkan dengan berbagai kesulitan. Kesulitan ekonomi, rumah tangga maupun berbagai hal lainnya. Seseorang belum tentu mampu mengatasi berbagai kesulitan itu, namun apabila berusaha, ia pasti mampu mengubah pola pikirnya agar dapat menyesuaikan diri dengan kesulitan yang tengah dihadapinya.

Satu contoh sederhana adalah menghadapi kemacetan lalu lintas. Kalau hanya memikirkan waktu yang terbuang akibat lambatnya arus lalu lintas, maka tentu timbul kejengkelan. Namun, kalau memikirkan bahwa kemacetan lalu lintas dapat menjadi kesempatan untuk mendengarkan Dhamma dari sound system mobil misalnya, maka kemacetan menjadi kondisi positif serta membahagiakan. Mungkin sebelum ia selesai mendengarkan satu ceramah Dhamma, kemacetan lalu lintas sudah mulai mencair. Ia dapat meneruskan perjalanannya kembali. Ia telah mampu mempergunakan waktu yang ada dengan sebaik-baiknya. Semua ini tentu sangat tergantung dari cara berpikir setiap orang.

Dalam kesempatan ini para umat Buddha telah berkumpul untuk melakukan upacara pemberkahan rumah. Upacara ritual menurut tradisi Buddhis seperti ini biasanya dilakukan dengan membacakan paritta atau kotbah Sang Buddha. Diharapkan dengan pembacaan paritta ini semua anggota keluarga yang menghuni rumah akan selalu mendapatkan keselamatan, kesehatan, keharmonisan dan juga kebahagiaan. Dalam masyarakat Buddhis, pembacaan paritta dipercaya dapat menghasilkan kebahagiaan seperti yang diharapkan. Terwujudnya kebahagiaan ini karena selama seseorang membaca paritta , ia akan selalu mengarahkan pikiran, ucapan serta perbuatannya pada kebajikan. Dengan demikian, kebajikan yang ia lakukan dapat mengkondisikan kamma baik yang lain berbuah sesuai dengan harapan. Jadi, terwujudnya harapan untuk bahagia sangat tergantung pada kamma baik yang dimiliki oleh masing-masing anggota keluarga. Tentunya akan lebih baik apabila pembacaan paritta dalam kesempatan ini terus dilanjutkan oleh anggota keluarga. Diharapkan, anggota keluarga setiap hari rajin membaca paritta . Dengan demikian, setiap hari pula masing-masing mempunyai kesempatan berbuat baik. Kumpulan kebajikan yang terus dilakukan inilah yang akan mengkondisikan kebahagiaan dapat dirasakan oleh seluruh anggota keluarga.

Selain rajin membaca paritta , maka bentuk kebajikan lain yang dapat dilakukan oleh anggota keluarga adalah berusaha melatih kesabaran. Latihan kesabaran ini akan mampu menciptakan keharmonisan, persatuan serta kebahagiaan dalam keluarga. Dengan latihan kesabaran, semua masalah rumah tangga dapat dihadapi tanpa mendahulukan emosi. Masing-masing anggota keluarga dapat menyadari tugas dan kewajibannya. Dengan demikian, tidak akan ada perasaan ingin menonjolkan jasa melebihi anggota keluarga yang lain. Semua akan menyadari bahwa segala kebahagiaan yang timbul dalam rumah tangga adalah merupakan hasil kerjasama dari seluruh anggota keluarga.

Adapun untuk meningkatkan kualitas kesabaran antar anggota keluarga, paling tidak diperlukan dua pengertian yang perlu dimiliki yaitu:

Pertama, bahwa semua kenyataan baik maupun buruk pasti ada hikmahnya. Jadi, ketika keluarga menerima kenyataan yang baik, misalnya keuntungan, maka hal ini hendaknya dijadikan pelajaran agar di masa depan dapat diulang kembali. Dengan demikian, keluarga akan selalu merasakan kebahagiaan. Sebaliknya, ketika muncul kenyataan yang kurang baik, maka jadikan pula hal ini sebagai pelajaran agar tidak terulang di masa depan. Dengan pola pikir seperti ini maka keluarga akan selalu mendapatkan pelajaran untuk maju dan kekurangan untuk dihindari. Tidak ada lagi waktu yang terbuang hanya untuk membanggakan masa lalu ataupun menyesali kesalahan yang sudah terjadi. Semua kenyataan pasti ada hikmahnya yang dapat dijadikan pelajaran untuk meningkatkan kualitas hidup setiap anggota keluarga.

Kedua, biasakan untuk memikirkan : ‘Bagaimana kalau seandainya saya menjadi dia ?’ Dengan pemikiran seperti ini, seseorang akan menjadi lebih memiliki tenggang rasa. Ia tidak akan mengeluarkan kata yang menyakitkan karena ia sendiri tidak ingin disakiti dengan kata-kata pedas orang lain. Ia akan selalu membantu orang lain karena ia pun senang apabila dibantu mengatasi kesulitan. Ia juga akan bersabar pada orang lain karena ia mengetahui bahwa setiap orang tentu mempunyai kesulitannya masing-masing. Dengan pemikiran seperti ini maka orang akan lebih bisa menerima kesulitan dan kekurangan orang lain. Ia tidak akan mudah marah kepada orang yang berada di lingkungannya. Kesabaran akan menjadi dasar timbulnya keharmonisan dalam keluarga maupun masyarakat.

Setelah mampu memahami kesulitan dan kekurangan orang lain, maka barulah dipikirkan untuk memperbaikinya agar di masa depan ia tidak melakukan kesalahan yang sama. Pemikiran semacam ini jelas timbul karena adanya kebijaksanaan bukan kebencian. Pemikiran ini akan menghasilkan pengarahan yang pasti bukan hanya sekedar melampiaskan kemarahan atas kekurangan orang lain. Pemikiran ini pula yang akan menjaga keharmonisan dalam hubungan antar pribadi walau pernah terjadi kekurangan dan kesalahan.

Sebagai kesimpulan, upacara pemberkahan rumah pada kesempatan ini menjadi sarana untuk mematangkan kamma baik pemilik rumah agar berbuah dalam bentuk keselamatan, kesehatan, kekuatan, keharmonisan dan kebahagiaan. Namun, hal yang jauh lebih penting lagi yang harus dikerjakan oleh anggota keluarga adalah mengembangkan kesabaran yang merupakan salah satu bentuk kebajikan.

Disebutkan dalam Dhamma bahwa kesabaran adalah praktek pertapaan yang tertinggi. Kesabaran memang sulit dilaksanakan, namun bukan berarti tidak mungkin dilaksanakan. Dengan latihan bertahap, maka kesabaran pasti dapat dimiliki. Ketika seseorang mampu bersabar kebahagiaan pasti dapat dirasakan, keharmonisan rumah tangga juga dapat diwujudkan.

Kesabaran bukan seperti perabot rumah yang harus dibeli. Kesabaran dapat diperoleh secara gratis karena ada dalam diri sendiri. Namun kesabaran perlu dibangkitkan dengan latihan. Salah satu upaya untuk meningkatkan kesabaran dalam diri adalah dengan berlatih meditasi. Latihan meditasi dilakukan setiap pagi dan sore minimal 15 menit sampai dengan 60 menit setiap kali bermeditasi. Selama bermeditasi, duduklah dengan tegak namun santai dan tidak bersandar. Letakkan kedua telapak tangan di pangkuan. Tangan kanan di atas tangan kiri. Tegakkan kepala dan pejamkan mata. Pusatkan seluruh perhatian pada obyek meditasi. Salah satu obyek meditasi yang mudah dipergunakan adalah mengucapkan berulang-ulang dalam batin kalimat ‘Semoga semua mahluk berbahagia’. Apabila selama meditasi pikiran memikirkan hal lain, segera kembalikan pada pengucapan kalimat ini. Demikian dilakukan berulang-ulang sampai pikiran benar-benar terpusat pada pengucapan kalimat tersebut. Setelah beberapa minggu mengucapkan kalimat ini, maka dalam batin akan selalu timbul harapan agar semua mahluk berbahagia. Dengan demikian, ketika seseorang menemukan kekurangan orang lain, secara otomatis akan timbul dalam batinnya harapan agar dia dan semua mahluk berbahagia. Ia menjadi mudah menerima kekurangan orang lain. Ia tidak marah dengan kekurangan orang lain. Ia bahkan dapat membimbing orang tersebut untuk memperbaiki kekurangannya. Sikap mental yang baik dan mampu bersabar seperti inilah yang menjadi kebutuhan penting timbulnya keharmonisan dalam masyarakat.

Kiranya uraian Dhamma yang singkat ini akan mampu membangkitkan semangat untuk melatih dan mengembangkan kesabaran dalam diri. Semoga dengan bekal kesabaran yang dimiliki akan dapat membantu terciptanya keharmonisan dalam keluarga, masyarakat, bangsa, negara dan bahkan dunia.

Semoga semua makhluk baik tampak maupun tidak tampak memperoleh kebaikan serta kebahagiaan sesuai dengan kondisi kammanya masing-masing.

Sabbe satta bhavantu sukhitatta.

Leave a Reply 0 comments