4. Sang Buddha Memberi Makan
Orang Kelaparan
Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang duduk bermeditasi di Vihara Jetavana, dengan Mata Buddha-Nya, Sang Buddha melihat seorang laki-laki yang amat miskin tinggal di Alavi. Sang Buddha mengetahui bahwa orang itu mempunyai kemampuan untuk mencapai tingkat kesucian. Sang Buddha ingin membantu orang itu, lalu bersama dengan lima ratus orang muridnya, Sang Buddha melakukan perjalanan menuju Alavi.
Penduduk Alavi setelah mengetahui kedatangan Sang Buddha, segera mengundang Sang Guru Agung menjadi tamu mereka. Ketika orang miskin itu mendengar kedatangan Sang Buddha, ia ingin sekali bertemu dengan Sang Buddha dan mendengar Ajarannya. Tetapi, pada hari itu seekor lembunya tersesat. Ia bimbang,
“Apakah saya mencari lembu yang hilang itu ataukah saya pergi menemui Sang Buddha untuk mendengarkan AjaranNya?”.
Akhirnya ia memutuskan:
“Pertama-tama saya akan mencari lembu yang hilang itu terlebih dahulu, kemudian saya akan pergi menemui Sang Buddha”.
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali ia pergi ke hutan untuk mencari lembunya yang tersesat. Penduduk desa Alavi mempersilahkan Sang Buddha beserta murid-muridnya untuk duduk di tempat yang telah mereka persiapkan, dan mempersembahkan bubur dan makanan lainnya dengan penuh hormat. Sesudah makan, Sang Buddha biasanya mengucapkan terima kasih dengan membacakan Paritta Pemberkahan, tetapi kali ini Sang Buddha berkata:
“Ia yang menyebabkanKu datang ke sini bersama para bhikkhu sedang pergi ke hutan mencari lembunya yang hilang. Kita tunggu sampai dia kembali, setelah ia datang Aku akan membabarkan Dhamma”. Kemudian Sang Buddha duduk diam.
Orang miskin itu setelah menemukan lembunya yang tersesat, segera menggiring lembunya kembali ke kandang. Ia lalu berpikir:
“Kalau tidak ada apa-apa lagi, saya harus segera pergi mengunjungi dan memberikan hormat kepada Sang Buddha”.
Dengan menahan rasa lapar yang amat sangat, ia segera pergi menemui Sang Buddha.
Setelah orang itu bernamaskara di hadapan Sang Buddha, ia lalu duduk diam-diam di salah satu sisi. Sang Buddha setelah melihat orang itu datang, segera berkata kepada orang yang melayaninya:
“Apakah masih ada makanan?”.
“Masih ada Yang Mulia, masih banyak makanan”.
“Berikanlah makanan kepada orang ini”.
Kemudian orang itu diberikan bubur dan makanan lainnya. Setelah selesai makan, ia mencuci mulutnya lalu duduk dengan tenang.
Kemudian Sang Buddha membabarkan Dhamma, menjelaskan Empat Kesunyataan Mulia. Pada akhir khotbah, orang itu mencapai Tingkat Kesucian Pertama (Sotapana). Setelah Sang Buddha selesai membabarkan Dhamma, Beliau lalu membacakan Paritta Pemberkahan dan segera meninggalkan desa itu.
Di perjalanan, para bhikkhu menyatakan keheranannya dengan apa yang Sang Buddha lakukan pada hari ini, mereka berkata:
“Saudaraku, Guru kita belum pernah melakukan hal seperti ini sebelumnya. Tetapi melihat orang itu kelaparan, Sang Guru meminta penduduk desa menyediakan makanan untuknya”.
Sang Buddha segera berhenti berjalan, berbalik dan bertanya:
“O, para bhikkhu, apa yang kalian bicarakan?”.
Setelah Sang Buddha mendengar apa yang mereka bicarakan, Beliau berkata:
“O, para bhikkhu, kadatanganKu kemari dengan melalui perjalanan yang berat dan jauh ini adalah karena Aku melihat orang itu mempunyai kemampuan untuk mencapai Tingkat Kesucian. Pagi-pagi sekali dengan menahan lapar, ia ke hutan mencari lembunya yang hilang. Jadi kalau Aku membabarkan AjaranKu kepada orang yang perutnya lapar, ia tidak akan dapat mengerti apa yang Kuajarkan. Karena itu Aku melakukan apa yang harus Kulakukan. O, para bhikkhu, kelaparan adalah penyakit yang paling berat”.
Sang Buddha lalu mengucapkan syair:
“Kelaparan merupakan penyakit yang paling berat. Segala sesuatu yang berkondisi merupakan penderitaan yang paling besar. Setelah mengetahui hal ini sebagaimana adanya, orang bijaksana memahami bahwa Nibbana merupakan kebahagiaan tertinggi”
(Dhammapada, Sukha Vagga no. 7)