Dasannaka Jataka

No. 401

DASAṆṆAKA-JĀTAKA

Sumber : Indonesia Tipitaka Center

 

“Pedang bagus dari Dasaṇṇa,” dan seterusnya. Sang Guru menceritakan ini ketika berdiam di Jetavana, tentang godaan terhadap seorang bhikkhu oleh mantan istrinya.

Bhikkhu itu mengakui bahwasanya ia ingin kembali menjadi umat awam dikarenakan wanita.

Sang Guru berkata, “Wanita itu membuatmu celaka: Di kehidupan sebelumnya juga, Anda menderita penyakit batin (mental) disebabkan oleh dirinya, dan mendapatkan kehidupan normalmu kembali disebabkan oleh seorang yang bijak,” dan kemudian Beliau menceritakan sebuah kisah masa lampau.
____________________

Dahulu kala ketika Maharaja Maddava memerintah di Benares, Bodhisatta terlahir di dalam sebuah keluarga brahmana. Mereka memberinya nama Senaka.

Ketika dewasa, ia mempelajari semua ilmu pengetahuan di Takkasila, dan sekembalinya ke Benares, ia menjadi penasihat Raja Maddava dalam urusan pemerintahan dan spiritual. Ia dikenal dengan sebutan Yang Bijak Senaka, dan dianggap di seluruh kota sebagai sang matahari atau bulan.

Putra dari pendeta kerajaan datang untuk memberikan pelayanan kepada raja, dan ketika melihat permaisuri yang dihiasi dengan semua perhiasan dan cantik luar biasa penampilannya, menjadi jatuh cinta. Ketika pulang ke rumahnya, ia berbaring tanpa memakan makanannya. Teman-temannya bertanya kepadanya dan ia menceritakan masalahnya kepada mereka.

Raja berkata, “Putra dari pendeta kerajaan tidak muncul, ada apa ini?” Ketika raja mendengar penyebabnya, ia memerintahkan pengawal untuk memanggilnya menghadap dan berkata, “Saya berikan permaisuri kepadamu selama tujuh hari, habiskanlah hari-hari itu di rumahmu, dan pada hari kedelapan, Anda harus membawanya kembali.” Ia berkata, “Bagus sekali,” dan membawa ratu ke rumahnya kemudian bersenang-senang dengannya. Mereka berdua menjadi saling mencintai, dan secara diam-diam mereka melarikan diri dari pintu utama dan pergi ke kerajaan lain.

Tidak ada yang tahu tempat mereka pergi dan jejak mereka seperti jalur sebuah kapal. Raja membuat pengumuman dengan menabuh genderang di sekeliling kota, dan meskipun telah mencari di berbagai tempat, ia tetap tidak dapat menemukan tempat keberadaan permaisuri.

Kemudian kesedihan yang mendalam karena kehilangan permaisuri melanda dirinya, hatinya menjadi panas dan mengeluarkan darah. Setelah darah mengalir keluar, penyakitnya pun menjadi makin parah. Tabib kerajaan yang hebat tidak dapat menyembuhkannya.

Bodhisatta berpikir, “Penyakit ini tidak berada di dalam tubuh raja, melainkan raja terserang penyakit batin karena tidak melihat istrinya. Saya akan menyembuhkannya dengan suatu cara,” kemudian ia memberi perintah kepada menteri raja yang bijak, yang bernama Āyura (Ayura) dan Pukkusa, dengan berkata, “Raja tidak sakit apa pun, raja hanya menderita penyakit batin karena ia tidak melihat permaisuri, ia telah banyak membantu kita dan kita akan menyembuhkannya dengan suatu cara: [338] Kita akan mengadakan suatu perjamuan (hiburan) di halaman istana dan meminta orang yang tahu bagaimana cara melakukannya untuk menelan sebilah pedang: kita tempatkan raja di jendela dan membuatnya melihat hiburan itu: raja yang melihat orang itu menelan sebilah pedang akan bertanya, ‘Apakah ada sesuatu yang lebih sulit daripada itu?’ kemudian Ayura, temanku, Anda harus menjawabnya, ‘Lebih sulit untuk mengatakan, ‘Saya berikan ini dan itu,’ ’ kemudian raja akan bertanya kepadamu, Pukkusa, dan Anda harus menjawabnya, ‘Wahai raja, jika seseorang berkata, ‘Saya berikan ini dan itu,’ dan tidak melakukannya, maka ucapannya itu tidaklah ada artinya, tidak ada orang yang hidup atau makan atau minum dengan tidak menjalankan kata-kata yang telah diucapkan demikian, tetapi mereka yang berbuat sesuai dengan kata-kata itu dan memberikan benda itu sesuai janji mereka, mereka melakukan sesuatu yang lebih sulit daripada yang lainnya: selanjutnya saya akan memikirkan sendiri apa yang harus dilakukan.”

Maka ia pun mengadakan sebuah perjamuan, kemudian ketiga orang bijak tersebut pergi memberi tahu raja dengan berkata, “Paduka, ada sebuah perjamuan di halaman istana. Jika seseorang yang sedih melihatnya, kesedihannya akan menjadi kebahagiaan, mari kita pergi ke sana.” Jadi mereka membawa raja, dengan membuka sebuah jendela, mereka membuatnya melihat ke bawah, ke perjamuan tersebut.

Banyak orang menunjukkan kebolehan mereka masing-masing, dan ada seseorang yang menelan sebilah pedang bagus yang panjangnya tiga puluh aṅgula dan berujung tajam. Raja yang melihatnya berpikir, “Orang ini menelan sebilah pedang, saya akan menanyakan orang-orang bijak ini apakah ada sesuatu yang lebih sulit daripada itu,” jadi ia bertanya kepada Ayura dengan mengucapkan bait pertama berikut:—

Pedang bagus dari Dasaṇṇa182 yang haus akan darah,
ujungnya diasah tajam dengan sempurna:
Tetapi di tengah keramaian itu ada orang yang menelannya,
tidak mungkin ada yang lebih sulit dari itu:
Saya tanya apakah ada sesuatu yang lebih sulit daripada ini:
mohon berikanlah saya jawaban.

[339] Kemudian ia mengucapkan bait kedua berikut sebagai jawabannya:—

Keserakahan mungkin menggoda seseorang
untuk menelan pedang yang diasah tajam dengan sempurna:
Tetapi untuk mengatakan, ‘Saya berikan ini dan itu,’
akan menjadi tindakan yang lebih sulit;
Yang lainnya adalah hal mudah;
Māgadha, telah kuberikan jawabannya kepadamu.

Ketika mendengar kata-kata Ayura yang bijak, raja berpikir, “Kalau begitu, lebih sulit untuk mengatakan, ‘Saya berikan ini dan itu,’ daripada menelan sebilah pedang. Sebelumnya saya mengatakan, ‘Saya berikan permaisuriku kepada putra dari pendeta kerajaanku,’ berarti saya telah melakukan suatu hal yang sangat sulit,” dan demikian kesedihan dalam hatinya menjadi sedikit berkurang.

Kemudian ia berpikir lagi, “Apakah ada yang lebih sulit daripada mengatakan, ‘Saya berikan ini dan itu kepada orang lain’? ” ia berbicara kepada Pukkusa yang bijak dengan mengucapkan bait ketiga berikut:—

Ayura telah menjawab pertanyaanku,
bijak dalam segala perkataannya:
Pukkusa, saya bertanya kepadamu sekarang,
apakah ada tindakan yang lebih sulit lagi:
Adakah yang lebih sulit daripada ini?
mohon berikanlah saya jawaban.

Pukkusa yang bijak, untuk memberikan jawabannya mengucapkan bait keempat berikut:—

Tidak hanya dengan mengucapkan kata-kata
dan tidak dengan ucapan yang tidak ada artinya,
seseorang itu menjalani kehidupannya,
melainkan setelah berkata untuk memberikannya,
ia tidak menyesalinya; itulah hal yang lebih sulit lagi:
Yang lainnya adalah hal mudah;
Māgadha, telah kuberikan jawabannya kepadamu.

[340] Raja, yang mendengar perkataannya, berpikir sendiri, “Pertama saya mengatakan, ‘Saya akan berikan ratu kepada putra dari pendeta kerajaan,’ dan kemudian sesuai dengan kata-kataku itu kuberikan permaisuri kepadanya, pastilah saya telah melakukan suatu tindakan yang sulit,” maka kesedihannya pun berkurang kembali.

Kemudian terpikir olehnya, “Tidak ada yang lebih bijak daripada Senaka, saya akan bertanya kepadanya,” dan dengan mengucapkan bait kelima berikut, ia bertanya kepadanya:—

Pukkusa telah menjawab pertanyaanku,
bijak dalam segala perkataannya:
Senaka, saya bertanya kepadamu sekarang,
apakah ada tindakan yang lebih sulit lagi:
Adakah yang lebih sulit daripada ini?
mohon berikanlah saya jawaban.

Maka Senaka mengucapkan bait keenam berikut untuk menjawab raja:—

Jika seseorang memberikan sesuatu,
baik kecil maupun besar, sebagai derma,
tidak pernah menyesal sesudah memberikannya,
maka itulah tindakan yang lebih sulit:
Yang lainnya adalah hal mudah;
Māgadha, telah kuberikan jawabannya kepadamu.

Raja, yang mendengar perkataan Bodhisatta, berpikir sendiri: “Pertama saya berikan ratu kepada putra pendeta kerajaanku atas pertimbanganku sendiri. [341] Kemudian saat ini saya tidak dapat mengendalikan pikiranku, saya bersedih dan menginginkan sesuatu yang sudah tidak ada: tidaklah pantas diriku bersikap seperti ini. Jika ia benar mencintaiku, ia tidak akan meninggalkan kerajaan dan melarikan diri. Apa yang dapat kulakukan jika ia tidak mencintaiku lagi dan pergi meninggalkanku?”

Karena demikian ia berpikir, maka semua kesedihannya terhapuskan dan hilang seperti tetesan air di daun teratai.

Pada saat itu juga, pencernaannya menjadi normal kembali. Ia menjadi bahagia dan sehat seperti sediakala, ia memberikan pujian kepada Bodhisatta dengan mengucapkan bait terakhir berikut:—

Ayura telah menjawab pertanyaanku,
Pukkusa yang baik juga telah melakukan hal yang sama:
Tetapi kata-kata Senaka-lah yang paling bijak,
melampaui semua jawaban.

Setelah mengutarakan pujian ini, raja memberikannya banyak kekayaan dalam kebahagiaannya.
____________________

Setelah uraian-Nya selesai, Sang Guru memaklumkan kebenarannya dan mempertautkan kisah kelahiran mereka:— Setelah kebenarannya berakhir, bhikkhu yang menyesal itu mencapai tingkat kesucian Sotāpanna:—“Pada masa itu, ratu adalah mantan istri dari bhikkhu itu, raja adalah bhikkhu yang menyesal itu, Āyura (Ayura) adalah Mogallāna, Pukkusa adalah Sāriputta, dan Yang Bijak Senaka adalah saya sendiri.”

____________________

Catatan kaki :

182 Sebuah kerajaan di India Tengah, pusat dari seni pembuatan pedang.

Leave a Reply 0 comments