DHAMMA VIBHAGA
(PENGGOLONGAN DHAMMA)
JILID I
CATUKKA – KELOMPOK EMPAT
1. Vuddhi – perkembangan dengan mempraktekkan Dhamma.
- Sappurisasamseva : bergaul dengan orang-orang yang mulia dan terpuji dalam perbuatan, ucapan dan pikiran.
- Saddhammasavana : mendengarkan ajaran-ajaran dari orang-orang mulia dengan penuh penghormatan.
- Yonisomanasikara : merenungkan dan mengetahui hal-hal apa yang baik dan buruk.
- Dhammanudhammapatipatti : mempraktikkan Dhamma sesuai dengan Dhamma yang telah diselidiki dan dimengerti.
A. II. 245.
12. Empat Cakka – Roda:
- Patirupadesavasa : bertempat tinggal di tempat yang sesuai.
- Sappurisapassaya : bergaul dengan orang-orang yang baik.
- Attasammapanidhi : memahami apa yang berguna bagi diri sendiri.
- Pubbekatapuññata : memiliki ‘simpanan’ perbuatan-perbuatan baik, dengan kata lain, banyak berbuat kebaikan di masa lalu.
Empat Dhamma ini akan membawa seseorang pada perkembangan dan kesejahteraan, dan dapat diumpamakan seperti roda-roda sebuah kereta.
A. II. 32.
3. Empat Agati – cara-cara salah:
- Chandagati : kecurigaan karena mencintai seseorang tertentu saja.
- Dosagati : kecurigaan karena merasa tidak senang atau membenci.
- Mohagati : kecurigaan karena kebodohan atau ketidaktahuan.
- Bhayagati : kecurigaan karena merasa takut.
A. II 18.
4. Empat bahaya bagi para Bhikkhu atau Samanera baru:
- Tidak dapat menerima ajaran-ajaran yang diberikan, dengan kata lain, rasa tidak senang kepada apa yang diajarkan dan malas untuk mempraktikkannya.
- Hanya memikirkan perut dan mulutnya sendiri dan tidak pernah merasa puas dengan apa yang diterimanya.
- Menikmati kesenangan-kesenangan indria saja dan terlalu banyak keinginan untuk memperoleh kesenangan.
- Senang dengan wanita.
Para Bhikkhu dan Samanera, yang ingin maju harus berhati-hati agar empat bahaya ini tidak menguasai diri mereka.
A. II. 123.
5. Empat Padhana – usaha rajin dan bersemangat:
- Samvarappadhana : usaha rajin agar keadaan jahat dan buruk tidak timbul di dalam diri seseorang.
- Pahanappadhana : usaha rajin untuk menghilangkan keadaan-keadaan jahat dan buruk yang telah timbul.
- Bhavanappadhana : usaha rajin untuk menimbulkan keadaan-keadaan baik di dalam diri seseorang.
- Anurakkhappadhana : usaha rajin untuk menjaga keadaan-keadaan baik yang telah timbul dan tidak membiarkan mereka lenyap.
Empat usaha rajin ini adalah ‘Usaha Benar’. Tiap-tiap orang harus berusaha untuk mengembangkannya di dalam diri masing-masing.
A. II. 16.
6. Empat Adhitthanadhamma – dhamma yang harus dikembangkan dalam diri:
- Pañña : mengetahui segala sesuatu yang seharusnya diketahui (Kebijaksanaan).
- Sacca : mengerjakan apapun juga yang seharusnya dikerjakan dengan penuh kejujuran.
- Caga : bermurah hati di dalam memberikan bantuan kepada mereka yang memerlukannya.
- Upasama : menenangkan pikiran dari hal-hal yang berlawanan dengan ketenangan.
M. III. 240.
7. Empat Iddhipada – kondisi-kondisi berguna yang memungkinkan seseorang untuk mencapai tujuan terakhir.
- Chanda : kepuasan dan kegembiraan di dalam mengerjakan hal-hal yang sedang dikerjakan.
- Viriya : usaha yang bersemangat di dalam mengerjakan sesuatu.
- Citta : memperhatikan dengan sepenuh hati terhadap hal-hal yang sedang dikerjakan tanpa membiarkannya begitu saja.
- Vimamsa : merenungkan dan menyelidiki alasan-alasan di dalam hal-hal yang sedang dikerjakan.
Empat kesucian-kesucian ini, apabila mereka disempurnakan, mereka dapat membawa seseorang pada suatu tujuan terakhir yang berada di dalam kemampuannya.
Vbh. 216 & 413
8. Empat hal yang tidak boleh diabaikan:
- Di dalam meninggalkan cara-cara perbuatan buruk melalui badan jasmani (kaya-duccarita) dan mempraktikkan cara-cara perbuatan baik melalui badan jasmani (kaya-succarita).
- Di dalam meninggalkan cara-cara perbuatan buruk melalui ucapan (Vaci-duccarita) dan mempraktikkan cara-cara perbuatan baik melalui ucapan (Vaci-succarita).
- Di dalam meninggalkan cara-cara perbuatan buruk melalui pikiran (mano-duccarita) dan mempraktikkan cara-cara perbuatan baik melalui pikiran (mano-succarita).
- Di dalam meninggalkan pandangan-pandangan salah (miccha-ditthi) dan berusaha untuk memperoleh pandangan benar (samma-ditthi).
Empat kelompok lain seperti di atas:
- Menjaga pikiran, tidak membiarkannya terpengaruh oleh obyek-obyek (arammana) yang dapat membangkitkan nafsu seks.
- Menjaga pikiran, tidak membiarkannya menjadi marah pada obyek-obyek yang dapat membangkitkan kemarahan.
- Menjaga pikiran, tidak membiarkannya menjadi bingung di hadapan obyek-obyek yang menimbulkan kebingungan.
- Menjaga pikiran, tidak membiarkannya untuk menjadi kacau dan terangsang pada obyek-obyek yang dapat menimbulkan kekacauan dan rangsangan.
A. II. 19.
9. Empat Parisuddhi-sila – kesucian kelakuan bermoral :
- Patimokkhasadivara : menahan diri sesuai dengan Patimokkha (peraturan kedisiplinan para Bhikkhu). Menghindarkan hal-hal yang dilarang oleh Sang Buddha.
- Indriyasamvara : menahan diri dari enam indra, tidak membiarkan terseret oleh perasaan senang atau tidak senang pada saat indria berkontak dengan obyek-obyek luar.
- Ajivaparisuddhi : mencari nafkah dalam cara yang benar, tidak dengan menipu orang lain.
- Paccayapaccavekkhana : sebelum mempergunakan salah satu dari empat kebutuhan-kebutuhan pokok (paccaya), yaitu Jubah (Civara), makanan (Pindapata), tempat tinggal (Senasana), obat-obatan (Bhesajja), harus merenungkan tentang fungsi mereka yang sebenarnya, dan tidak mempergunakan mereka karena keserakahan.
Vism. I. 15/16
10. Empat Arakkhakammatthana – meditasi pelindung:
- Buddhanussati : perenungan terhadap kesucian-kesucian Sang Buddha dan bantuan-bantuan yang telah diberikan oleh Beliau kepada segenap manusia.
- Metta : memancarkan rasa persahabatan dan menginginkan agar semua makhluk dapat hidup berbahagia tanpa kecuali.
- Asubha : merenungkan badan sendiri dan juga milik orang lain, bahwa mereka itu pada dasarnya adalah menjijikkan.
- Maranasati : merenungkan kematian dan bahwasanya kematian dapat muncul setiap saat.
Empat Kammatthana ini harus selalu dikembangkan di dalam diri kita masing-masing.
(Dari Mokkhupayagatha, oleh King Mongkut, Rama IV).
11. Empat Brahma Vihara – kediaman luhur.
- Metta : cinta kasih kepada semua makhluk, mengharapkan agar mereka semua hidup dengan bahagia.
- Karuna : kasih sayang kepada mereka yang sedang mengalami penderitaan, ingin membantu agar mereka terbebas dari dukkha.
- Mudita : ikut bergembira atas keuntungan yang diperoleh orang lain.
- Upekkha : seimbang, artinya tidak merasa bergembira atau merasa sedih, karena memiliki pengertian bahwa semua yang diterima adalah hasil dari perbuatan kita masing-masing.
Ini adalah empat cara-cara di mana para bijaksana melatih dirinya.
Vbh. 272 & 642.
12. Empat Satipatthana – dasar-dasar bagi kesadaran:
- Kayanupassana : kesadaran yang terbatas pada penyelidikan terhadap badan jasmani (kaya) sebagai obyek pikiran, demikian: “Badan ini hanyalah sekedar badan, bukan makhluk, orang atau aku; bukan milik diri sendiri atau milik orang lain”.
- Vedananupassana : kesadaran yang terbatas pada penyelidikan terhadap perasaan (vedana), yang meliputi sukkha, dukkha dan bukan sukkha ataupun dukkha sebagai obyek-obyek pikiran, demikian: “Perasaan ini hanyalah sekedar perasaan, bukan makhluk, orang atau aku; bukan milik diri sendiri atau milik orang lain”.
- Cittanupassana : kesadaran yang terbatas pada penyelidikan terhadap pikiran, yaitu pikiran yang ternoda dan kotor atau pikiran-pikiran yang murni dan bersih, demikian: “Pikiran ini hanyalah sekedar pikiran, bukan makhluk, orang atau aku; bukan milik diri sendiri atau milik orang lain”.
- Dhammanupassana : kesadaran yang terbatas pada penyelidikan terhadap Dhamma, yaitu kusala (baik) atau akusala (tidak baik) dan yang timbul dari pikiran, demikian: “Dhamma ini hanyalah sekedar Dhamma, mereka bukan makhluk, orang atau aku; bukan milik diri sendiri atau milik orang lain”.
D. II. 290.
13. Empat Dhatukammatthana – meditasi pada unsur-unsur:
- Pathavi-dhatu : unsur padat.
Apa saja yang mempunyai corak keras, padat, disebut Pathavi-dhatu. Unsur padat di dalam diri kita meliputi: rambut kepala, rambut badan, kuku, gigi, kulit, daging, otot, tulang, sumsum, buah pinggang, jantung, selaput rongga dada, limpa, paru-paru, usus besar, usus kecil, makanan yang belum dicerna, kotoran. - Apo-dhatu : unsur cair.
Apa saja yang mempunyai corak cair dan melekat disebut Apodhatu.
Unsur cair di dalam diri kita meliputi: empedu, lendir, nanah, darah, keringat, lemak, air mata, minyak kulit, ludah, ingus, minyak persendian, air kencing. - Tejo-dhatu : unsur api.
Apa saja yang mempunyai corak panas adalah Tejo-dhatu. Unsur api di dalam diri kita meliputi: ‘api’ yang menyebabkan panas di dalam tubuh: … ‘api’ yang menyebabkan tubuh menjadi lapuk, ‘api’ yang menyebabkan tubuh terangsang, ‘api’ yang membakar sehingga makanan dapat dicerna. - Vayo-dhatu : unsur udara.
Apa saja yang mempunyai corak bergerak disebut Vayo-dhatu. Unsur udara di dalam diri kita meliputi: ‘udara’ di dalam perut, ‘udara’ di dalam usus-usus, ‘udara’ yang mengalir ke seluruh tubuh dan ‘udara’ pernafasan.
Penyelidikan yang terbatas pada badan jasmani ini, sehingga itu semata-mata terlihat hanya sebagai empat unsur: tanah, air, api dan udara, yang dikelompokkan bersama-sama, dan bukan ‘milik-ku’, ataupun ‘milik sang aku’, adalah disebut dhatu-kammatthana.
M. I. 185.
14. Empat Ariya-sacca – kebenaran mulia:
- Dukkha : penderitaan atau tidak memuaskan.
Dukkha meliputi penderitaan bathin dan jasmani, karena keduanya adalah tidak menyenangkan dan pada dasarnya tidak memuaskan. - Samudaya : sebab timbulnya dukkha.
Tanha atau nafsu keinginan diberi nama Samudaya, karena itu merupakan sebab bagi timbulnya dukkha.
Ada tiga macam Tanha:- Kamatanha : nafsu keinginan terhadap obyek-obyek kemelekatan;
- Bhavatanha : nafsu keinginan untuk menjadi ini atau itu.
- Vibhavatanha : nafsu keinginan untuk tidak menjadi ini atau itu.
- Nirodha : berhentinya dukkha.
Dengan melenyapkan tanha secara mutlak, maka dukkha akan berakhir. Itu disebut Nirodha, karena itu adalah akhir dari dukkha. - Magga : jalan yang harus ditempuh untuk mengakhiri dukkha
Pañña atau kebijaksanaan yang melihat dengan benar bahwa: ‘Inilah dukkha’; ‘inilah sebabnya timbul dukkha’; ‘inilah akhirnya dukkha’; ‘inilah jalan yang membawa pada akhir dari dukkha’. Diberi nama ‘Magga’ karena itu mencakup bagian-bagian praktek untuk mencapai akhir dari dukkha.
Magga mempunyai delapan faktor-faktor bagian, yaitu:
- Pandangan benar (samma-ditthi).
- Pikiran benar (samma-sankappa).
- Ucapan benar (samma-vaca).
- Perbuatan benar (samma-kammanta).
- Mata pencaharian benar (samma-ajiva).
- Usaha benar (samma-vayama).
- Perhatian benar (samma-sati).
- Konsentrasi benar (samma-samadhi).
Vbh. 99 & 199.