Nama-Nama Orang Suci : B

Nama-nama Buddhis – B

BRAHMIN – Arahatta :

Khujjuttara adalah pelayan kepercayaan Ratu Samavati, permaisuri Raja Udena. Suatu hari Khujjuttara pergi ke rumah Sumana, tukang bunga langganannya. Di rumah Sumana, Khujjuttara tidak diperhatikan kerena Sumana sedang sibuk menjamu para bhikkhu. Menunggu terlalu lama, daripada menganggur Khujjuttara ikut mendengarkan khotbah Sang Buddha. Mula-mula Khujjuttara mendengarkan setengah-setengah, makin lama perhatiannya makin tertarik dan akhirnya dengan tekun dan penuh perhatian. Walaupun baru kali itu mendengarkan khotbah Dhamma, mata batinnya terbuka, karena akibat kamma di masa lampaunya. Apa yang dikhotbahkan dapat dipahami dengan benar sehingga ia berhasil mencapai tingkat kesucian Sotapatti. Ketika ia pulang ke istana Ratu Samavati menunggu dengan cemberut, setelah meminta maaf, Khujjuttara menceritakan apa yang dialaminya. Samavati tertarik apa yang diceritakan oleh Khujjuttara, lalu Samavati meminta supaya Khujjuttara mengulang khotbah Sang Buddha kepada Samavati
dan 500 orang pengikutnya. Sama halnya seperti Khujjuttara, Samavati dan pengikutnya mencapai tingkat kesucian Sotapatti. Atas jasa-jasa Khujjuttara, maka ia diangkat menjadi ibu angkat dan guru Samavati, dan diberi tugas untuk selalu mendengrakan khotbah Sang Buddha kemudian selalu mengulang di depan Samavati dan pengikutnya.

Pada waktu Raja Udena memerintah, ada seorang brahmana yang mempunyai putri sangat cantik. Dan ia selalu memilih-milih calon suami untuk putrinya. Ketika ia melihat Sang Buddha, ia terpesona dan ingin menjadikan Sang Buddha sebagai menantunya. Ia bersama istri dan putrinya menemui Sang Buddha dan menceritakan maksudnya. Sang Buddha terdiam sejenak, dengan kekuatan
supranaturalnya Beliau melihat bahwa Bramin dan istrinya mempunyai kesempatan yang sangat besar untuk mencapai kesucian tingkat Anagami. Kemudian Sang Buddha menjawab, “Aku tidak lagi memiliki keinginan seksual, semuanya berisikan kotoran dan air kencing dan aku tidak ingin menyetuhnya, walaupun dengan ujung kakiku sekalipun.” Mendengar kata-kata Sang Buddha, mata batin Brahmin dan istrinya terbuka dan mereka paham arti kalimat Sang Buddha., keduanya langsung mencapai tingkat kesucian Anagami Magga dan Phala. Sepulangnya mereka berdua berunding dan ingin menjauhi kehidupan duniawi dan bergabung dengan murid-murid Sang Buddha, dan mereka menyerahkan putrinya kepada saudara mereka. Kelak karena ketekunannya mereka berdua berhasil mencapai tingkat kesucian Arahat. Saudara Brahmin menyerahkan Magandiya yaitu putri Brahmin kepada Raja Udena untuk menjadi salah satu istrinya. Dengan kejahatannya ia menghasut raja untuk mencelakai Ratu Samavati, karena raja tidak berhasil
mencelakai Samavati, Magandiya berusaha untuk membunuhnya sendiri dengan bantuan pamannya. Ketika Samavati dan pengiringnya yang berjumlah 500 orang bermeditasi dan kemudian beberapa dari mereka mencapai tingkat kesucian Sakadagami dan yang lain berhasil mencapai tingkat kesucian Anagami, Magandiya menyuruh pamannya untuk membakar istana Samavati bersama semua orang yang ada di dalamnya. Karena raja mengetahui hal tersbut, maka ia membalas membakar magandiya beserta seluruh keluarganya. Ketika Sang Buddha mendengar kedua kejadian tersebut, Beliau mengatakan bahwa seseorang yang waspada tidak akan mati, tetapi mereka yang lengah akan merasa mati meskipun hidup.

Pada kejadian ini Sang Buddha membabarkan syair :

Kewaspadaan adalah jalan menuju kekekalan; kelengahan adalah jalan menuju kematian. Orang yang waspada tidak akan mati, tetapi orang yang lengah seperti orang yang sudah mati.

Setelah mengerti hal ini dengan jelas, orang bijaksana akan bergembira dalam kewaspadaan dan bergembira dalam praktek ariya.

Orang bijaksana yang tekun bersamadhi, hidup bersemangat dan selalu berusaha dengan sungguh-sungguh, pada akhirnya mencapai nibbana (kebebasan mutlak).

( Dhammapada II. 1- 3 )

BAHIYADARUCIRIYA – Arahatta :

Sekumpulan pedagang pergi melaut dengan sebuah kapal, kapal tersebut hancur di tengah laut. Penumpang yang selamat hanya 1 orang. Karena pakaiannya hilang, ia mengikatkan sepotong kulita kayu di tubuhnya dan ia memegang mangkok untuk meminta makanan pada orang yang lewat. Beberapa orang membawakan pakaian tapi ia menolaknya dan beberapa mengatakan bahwa ia seorang Arahat, maka dengan pikiran yang salah ia menganggap dirinya seorang Arahat. Oleh karena ia berpandangan salah dan menggunakan sepotong kulit kayu untuk pakaiannya, maka ia dikenal dengan nama Bahiyadaruciriya. Mahabrahma adalah teman
Bahiyadaruciriya dalam kehidupan lampau dan ia ingin mengembalikan kekeliruan Bahiyadaruciriya ke jalan yang benar. Mahabrahma datang menemuinya pada malam hari, ia berkata padanya bahwa dia bukan seorang Arahat dan belum memiliki kwalitas seorang Arahat. Bahiya menjawab memang dia bukan seorang Arahat dan dia bertanya pada temannya, apakah sekarang ini ada seorang Arahat. Mahabrahma berkata bahwa sekarang ini di Savatthi ada seorang Arahat. Buddha Gotama, yang telah mencapai Penerangan Sempurna dengan kemapuanNya sendiri. Bahiya menyadari kesalahannya, kemudian berlari di sepanjang jalan
menuju Savatthi. Karena mahabrahma menolongnya, sehingga jarak yang ditempuh dalam 120 yojana hanya satu malam. Bahiya bertemu Sang Buddha, kemudian ia memohon kepada Sang Buddha untuk membabarkan Dhamma. Sang Buddha menjawab bahwa saat menerima dana makanan bukan waktu yang tepat untuk berkhotbah. Sekali lagi Bahiya memohon agar Sang Buddha membabarkan Dhamma kepadanya. Bahiya terus menerus memohon, sehingga ketika di tepi jalan, Sang Buddha berkata, “Bahiya, ketika kamu melihat suatu obyek, hendaknya sadarlah bahwa hal itu hanyalah obyek yang dilihat, ketika kamu mendengar suatu
suara, sadarlah bahwa hal itu hanyalah suara, ketika kamu mencium, merasa, atau menyentuh sesuatu, sadarlah bahwa hal itu hanya bau, rasa, sentuhan, dan ketika kamu berpikir tentang sesuatu, sadarlah bahwa hal itu hanya obyek pikiran.” Setelah mendengar khotbah di atas, Bahiya mencapai tingkat kesucian Arahat dan memohon ijin Sang Buddha untuk menjadi bhikkhu. Sang Buddha berkata kepadanya untuk membawa jubah, mangkuk dan kebutuhan bhikkhu lainnya. Dalam perjalanan untuk mendapatkan barang-barang tersebut, ia diseruduk oleh seekor sapi sehingga meninggal dunia. Ketika Sang Buddha dan para bhikkhu berjalan keluar, mereka menemukan Bahiya telah tergeletak meninggal dunia pada tumpukan sampah. Atas perintah Sang Budddha, para bhikkhu mengkremasikan tubuh Bahiya dan sisa jasmaninya disimpan di dalam sebuah stupa.

Pada kejadian ini Sang Buddha membabarkan syair :

Daripada seribu bait syair yang tak berguna, adalah lebih baik sebait syair yang berguna, yang dapat memberi kedamaian kepada pendengarnya.

( Dhammapada VIII . 2 )

BODHIRAJAKUMARA – Sotapatti :

Pangeran Bodhi mengundang Sang Buddha untuk berdana makanan di istana barunya yang megah. Ia memberi pengharum ruangan dengan wangi-wangian dan dupa, juga kain panjang untuk alas kaki Sang Buddha dengan tujuan kalau Sang Buddha berjalan di atasnya semoga dia mempunyai anak. Ketika Sang Buddha tiba, Pangeran Bodhi menghormat kepada Beliau dan memohon untuk memasuki ruangan. Sang Buddha tidak masuk, hanya melihat pada Ananda. Ananda mengerti dan meminta kepada pangeran Bodhi untuk memindahkan alas kaki tersebut. Kemudian Sang Buddha masuk ke dalam istana. Pangeran mempersembahkan makanan yang enak dan terpilih kepada Sang Buddha. Selesai makan, Pangeran Bodhi menanyakan kepada Sang Buddha, mengapa Beliau tidak mau berjalan di atas kain alas. Sang Buddha mengatakan bahwa pangeran membentangkan kain itu tidak ada gunanya karena ia dan istrinya tidak akan mempunyai anak akibat perbuatan jahat di masa lampaunya. Sang Buddha kemudian menceritakan kisah
masa lampau mereka, dimana pangeran dan istrinya ketika terdampar akibat bencana kapal, memakan telur-telur burung tanpa perasaan menyesal sepanjang waktu. Jika mereka mempunyai rasa sesal atas perbuatannya pada saat itu, mereka akan mempunyai seorang atau dua orang anak pada kehidupan sekarang.

Pada kejadian ini Sang Buddha membabarkan syair :

Bila orang mencintai dirinya sendiri, maka ia harus menjaga dirinya dengan baik. Orang bijaksana selalu waspada selama tiga masa dalam kehidupannya.

( Dhammapada XII. 1 )

Bodhirajakumara mencapai tingkat kesucian Sotapatti setelah mendengar khotbah Sang Buddha tersebut.