Nama-nama Buddhis – C
CAKKHUPALA – Arahatta :
Pada kehidupan lampau Cakkhupala terlahir sebagai seorang tabib, karena marah dan kecewa oleh ulah seorang wanita miskin yang membohonginya maka ia melakukan pembalasan dan membuat si wanita menjadi buta. Akibat perbuatan jahatnya, tabib itu kehilangan penglihatnnya pada banyek kehidupan selanjutnya. Ketika Cakkhupala Thera berkunjung ke Vihara Jetavana, karena ia buta maka tanpa sengaja ia menginjak banyak serangga sehingga mati. Kemudian para bhikkhu melaporkan kejadian tersebut kepada Sang Buddha. Sang Buddha menjawab, “karena matanya buta, dia tidak melihat serangga-serangga itu, selain itu dia telah mencapai kesucian Arahat karena telah tidak mempunyai niat untuk membunuh.”
Pada kejadian ini Sang Buddha membabarkan syair :
Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu, pkiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk. Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran jahat, maka penderitaan akan mengikutinya bagaikan roda pedati mengikuti langkah kaki lembu yang menariknya.
( Dhammapada I. 1 )
Pada saat khotbah Dhamma ini berakhir, para bhikkhu ada yang terbuka mata batinnya dan mencapai tingkat kesucian Arahat.
CULAPANTHAKA – Arahatta :
Culapanthaka adalah cucu bendahara kerajaan di Rajagaha. Ia mengikuti jejak kakaknya menjadi bhikkhu. Karena pada kehidupan lampaunya Culapanthaka telah menggoda seorang bhikkhu yang sangat bodoh, maka ia dilahirkan sebagai orang dungu, pada kehidupannya saat ini. Ia tidak mampu mengingat satu syairpun dalam empat bulan. Suatu waktu Sang Buddha diundang untuk makan oleh Jivaka, tapi Culapanthaka dicoret dalam daftar nama-nama bhikkhu yang hadir ke rumah Jivaka oleh kakaknya sendiri yaitu Mahapanthaka, karena dianggap adiknya tidak berguna. Karena merasa sangat kecewa, dia memutuskan untuk kembali sebagai perumah tangga. Sang Buddha tahu masalah tersebut lalu Beliau menyuruhnya duduk di depan Gandhakuti menghadap Timur. Sang Buddha memberikan selembar kain bersih dan menyuruhnya menggosok kain tersebut dengan mengatakan, “Rajoharanam” yang berati “kotor”. Culapanthaka melakukan apa yang diperintahkan Sang Buddha. Di rumah Jivaka, dengan kekuatan supranaturalnya Sang Buddha mengetahui kemajuan Culapanthaka dan menemuinya. Sang Buddha memberi pesan bahwa seseorang dapat mencapai Arahat hanya dengan menghapus hawa nafsu, keinginan jahat dan ketidak tahuan. Culapanthaka mendengarkan pesan tersebut dan meneruskan bermeditasi. dalam waktu yang singkat mata batinnya terbuka dan ia mencapai tingkat kesucian Arahat bersama dengan memiliki “Pandangan Terang Analitis”. Maka Culapanthaka tidak lagi menjadi orang dungu.
Pada kejadian ini Sang Buddha membabarkan syair :
Dengan usaha yang tekun, semangat, disiplin, dan pengendalian diri, hendaklah orang bijaksana membuat pulau bagi dirinya sendiri yang tidak dapat ditenggelamkan oleh banjir.
( Dhammapada II. 5 )
CITTAHATTHA – Arahatta :
Seorang laki-laki kehilangan lembu jantannya, ia mencari ke hutan tapi tidak menemukannya. Lalu ia singgah ke vihara desa dan berharap mendapatkan sisa makanan. Pada saat makan, muncul sebuah ide untuk menjadi seorang bhikkhu. Kemudian ia memasuki pasamuan sangha. Sesudah beberapa waktu ia bosan berpindapatta dan kembali sebagai seorang perumah tangga. Di rumah ia merasa terlalu sibuk, lalu ia kembali ke vihara lagi untuk menjadi bhikkhu. Untuk kedua kalinya ia kembali lagi sebagai perumah tangga dan kembali lagi sebagai bhikkhu. Proses ini terjadi enam kali. Suatu hari saat terakhir ia tinggal di rumah, ia melihat istrinya yang hamil sedang tidur hampir telanjang. Istrinya mengorok dengan suara yang keras, dari mulutnya keluar lendir dan ludah, ia terlihat hanya seperti mayat. Melihat keadaan istrinya, ia merasa ketidak kekalan dan ketidak indahan tubuh jasmani. Kemudian ia mengambil jubah kuningnya dan pergi ke vihara. Dalam perjalanan ia mengulangi kata-kata “tidak kekal” dan “penderitaan” dan dapat meresapi artinya, ia mencapai tingkat kesucian Sotapatti dalam perjalanan ke vihara. Setelah tiba di vihara, ia memohon berkali-kali agar diijinkan diterima dalam pasamuan sangha dan para bhikkhu memenuhinya. Dalam beberapa hari Bhikkhu Cittahattha mencapai tingkat kesucian Arahat bersamaan dengan pandangan analitis.
Pada kejadian ini Sang Buddha membabarkan syair :
Orang yang pikirannya tidak teguh, yang tidak mengenal ajaran benar, yang keyakinannya selalu goyah, orang seperti itu tidak akan sempurna kebijaksanaannya.
Orang yang pikirannya tidak dikuasai oleh nafsu dan kebencian, yang telah mengatasi keadaan baik dan buruk, di dalam diri orang yang selalu sadar seperti itu tidak ada lagi ketakutan.
( Dhammapada III. 6-7 )
CHATTAPANI – Anagami :
Di Vihara Jetavana, Chattapani mendengarkan khotbah Dhamma dengan penuh hormat dan perhatian. Ketika itu Raja Pasenadi juga sedang mengunjungi Sang Buddha. Chattapani tidak berdiri untuk membei hormat kepada Raja Pasenadi, tapi dia lebih menghormat Sang Buddha. Dan hal ini dianggap oleh Raja Pasenadi suatu penghinaan dan melanggar peraturan. Sang Buddha mengetahui pikiran raja Pasenadi, maka Beliau memuji Chattapani yang sangat baik dalam Dhamma dan juga telah mencapai tingkat kesucian Anagami. Mendengar hal ini, Raja Pasenadi sangat terpesona dan memberikan penghormatan kepada Chattapani.
Pada kejadian ini Sang Buddha membabarkan syair :
Bagaikan sekuntum bunga yang indah tetapi tidak berbau harum, demikian pula akan tidak bermanfaat kata-kata mutiara yang diucapkan oleh orang yang tidak melaksanakannya.
Bagaikan sekuntum bunga yang indah serta berbau harum, demikian pula sungguh bermanfaat kata-kata mutiara yang diucapkan oleh orang yang melaksanakannya.
( Dhammapada IV. 8-9 )
CITTA – Anagami :
Pada suatu hari, Citta seorang perumah tangga mengundang Mahanama Thera ke rumahnya untuk menerima dana makanan. Setelah mendanakan makanan ia mendengarkan khotbah yang disampaikan oleh Mahamana Thera. Citta mencapai tingkat kesucian Sotapatti. Citta membangun sebuah vihara di kebun mangganya. Ia memenuhi kebutuhan semua bhikkhu yang datang ke viharanya termasuk Bhikkhu Sudhamma yang tinggal di tempat itu. Y.A. Sariputta dan Y.A. Maha Moggallana datang ke vihara tersebut. Setelah mendengarkan khotbah Y.A. Sariputta, Citta mencapai tingkat kesucian Anagami. Kemudian ia mengundang kedua murid utama Sang Buddha tersebut kerumahnya untuk menerima dana makanan, dan ia juga mengundang Bhikkhu Sudhamma, tapi beliau menolak karena merasa dinomer duakan. Citta mengundang lagi, Bhikkhu Sudhamma menolak lagi, tapi pada keesokan harinya dia datang ke rumah Citta. Sudhamma menolak ketika dipersilahkan masuk dan ketika dia melihat makanan yang didanakan kepada
kedua murid utama Sang Buddha, dia sangat iri dan marah lalu meninggalkan rumah tersebut. Kemudian ia mengunjungi Sang Buddha dan melaporkan segala yang terjadi. Tapi sang Buddha menyalahkannya dan menyuruhnya meminta maaf. Sudhamma melakukan apa yang diperintahkan Sang Buddha, tapi Citta tidak menghiraukannya. Maka ia kembali menghadap Sang Buddha untuk kedua kalinya. Kemudian Sang Buddha memberikan khotbah kepada Sudhamma.
Seorang bhikkhu yang bodoh menginginkan ketenaran yang keliru, ingin menonjol di antara para bhikkhu, ingin berkuasa dalam vihara-vihara, dan ingin dihormati oleh semua keluarga.
“Biarlah umat awam dan para bhikkhu berpikir bahwa hal ini hanya dilakukan olehku, dalam semua pekerjaan besar atau kecil mereka menunjuk diriku.” Demikianlah ambisi bhikkhu yang bodoh itu, dan keinginan serta kesombongannya pun terus bertambah.
( Dhammapada V. 14 – 15 )
Setelah khotbah Dhamma itu berakhir, Sudhamma pergi ke rumah Citta dan pada saat itu mereka berdamai. Dalam waktu tidak berapa lama, Sudhamma mencapai tingkat kesucian Arahat.
CHANNA – Arahatta :
Channa adalah pelayan yang menyertai Pangeran Siddhattha ketika Beliau meninggalkan istana dan ingin meninggalkan keduniawian. Ketika pangeran mencapai tingkat ke Buddha an, Channa menjadi seorang bhikkhu. Dan ia sangat sombong karena merasa dekat dengan Sang Buddha. Ketika Sang Buddha memperingatkan tentang perilakunya terhadap kedua murid utama Sariputta dan
Moggallana, ia dia tapi terus menerus mencela dua murid utama Sang Buddha, sampai tiga kali Sang Buddha memperingatkan, tapi ia tetap tidak berubah. Walau telah diperingatkan beberapa kali oleh Sang Buddha, Channa tetap berlaku tidak baik kepada bhikkhu-bhikkhu tersebut. Sang Buddha berkata bahwa Channa tidak akan berubah selama Beliau masih hidup. Pada malam sebelum parinibbana, Sang Buddha memanggil Ananda Thera dan memerintahkan agar menjatuhkan hukuman Brahmadanda kepada Channa. Setelah Sang Buddha parinibbana, Channa mendengar hukuman yang diberikan oleh Ananda Thera. Ia merasakan penyesalan
yang mendalam sampai ia tidak sadarkan diri sebanyak tiga kali. Kemudian ia mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada para bhikkhu. Pada saat itu ia mengubah tingkah laku dan pandangannya. Ia juga patuh pada petunjuk mereka untuk praktek meditasi. Beberapa waktu kemudian Channa mencapai tingkat kesucian Arahat.
Pada kejadian ini Sang Buddha membabarkan syair :
Jangan bergaul dengan orang jahat, jangan bergaul dengan orang yang berbudi rendah, tetapi bergaullah dengan sahabat yang baik, bergaullah dengan orang yang berbudi luhur.
( Dhammapada VI. 3 )
CULAKALA – Sotapatti :
Culakala adalah seorang upasaka, ia tinggal sepanjang malam di Vihara Jetavana untuk mendengarkan uraian Dhamma. Pagi harinya ketika ia mencuci muka di kolam dekat vihara, beberapa pencuri meninggalkan barang curian didekatnya. Pemilik barang melihat Culakala dekat dengan barang-barangnya yang hilang, ia mengira Culakala adalah pencurinya lalu memukulnya dengan keras. Beberapa pelayan wanita melihat kejadian tersebut, mengatakan Culakala bukan pencuri, kemudian ia dilepaskan. Sang Buddha mendengar hal tersebut, kemudian berkata kepada Culakala, “Kamu dilepaskan tidak karena pelayan-pelayan itu, tapi karena
kamu tidak mencuri dan oleh sebab itu kamu tidak bersalah. Barang siapa yang berbuat jahat akan ke alam neraka, tetapi barang siapa yang berbuat baik akan terlahir kembali di alam sorga atau merealisasi kebebasan mutlak”
Pada kejadian ini Sang Buddha membabarkan syair :
Oleh diri sendiri kejahatan dilakukan, oleh diri sendiri pula seseorang menjadi suci. Suci atau tidak suci tergantung pada diri sendiri. Tak seorangpun yang dapat mensucikan orang lain.
( Dhammapada XII. 9 )
Upasaka Culakala mencapai tingkat kesucian Sotapatti setelah khotbah Dhamma berakhir.
CANDAPADUMA – Sotapatti :
Mendaka adalah seorang pria yang teramat kaya raya. Ia telah menemukan sejumlah besar patung kambing dari emas di halaman belakang rumahnya. Karena alasan tersebut, ia dikenal sebagai Mandaka (kambing) si orang kaya. Pada masa Buddha Vipassi, ia telah berdana berupa sebuah vihara dan sebuah gedung pertemuan untuk Buddha Vipassi. Selama pembangunan gedung tersebut, ia
memberikan persembahan dana makanan kepada Buddha Vipassi dan para bhikkhu selama empat bulan. Dan pada masa lain, ketika ia menjadi orang kaya di Baranasi, terjadi bencana kelaparan diseluruh daerah tersebut. Suatu hari mereka memasak makanan hanya untuk keluarga saja, saat itu lewat seorang Pacceka Buddha yang sedang berpindapatta., ia mempersembahkan seluruh makananannya. Karena kemurahan hatinya yang luhur, tempat nasinya kemudian terisi lagi secara ajaib, demikian pula lumbungnya. Mendaka dan keluarganya mendengar bahwa Sang Buddha datang ke Baddiya, lalu mereka pergi untuk memberi hormat kepada
Beliau. Setelah mendengarkan khotbah yang diberikan oleh sang Buddha, maka Mendaka, istrinya : Candapaduma, anaknya : Danancaya, menantunya : Sumanadevi, cucu perempuannya : Visakha, dan pelayannya : Punna mencapai tingkat kesucian Sotapatti. Mendaka menceritakan kepada Sang Buddha bahwa dalam perjalanan beberapa pertapa mengatakan hal-hal yang buruk tentang Sang Buddha.
Pada kejadian ini Sang Buddha membabarkan syair :
Amat mudah melihat kesalahan-kesalahan orang lain, tetapi sangat sulit untuk melihat kesalahan-kesalahan sendiri. Seseorang dapat menunjukkan kesalahan-kesalahan orang lain seperti menampi dedak, tetapi ia menyembunyikan kesalahan-kesalahannya sendiri seperti penjudi licik menyembunyikan dadu yang berangka buruk.
( Dhammapada XVIII. 18 )
CANDABHA – Arahatta :
Candabha Thera, dalam salah satu kehidupannya terdahulu membuat persembahan kayu cendana pada sebuah stupa dimana relik Buddha Kassapa diabadikan. Karena perbuatan baiknya, ia dilahirkan kembali dengan tanda istimewa, yaitu sebuah lingkaran cahaya yang menyerupai bulan dan memancar dari sekitar pusarnya. Beberapa Brahmana mengambil keuntungan tentang keadaan Candabha tersebut. Mereka memasukkan ke dalam kereta dan membawanya berkeliling untuk pertunjukan. Pada suatu kesempatan, mereka berhenti diantara kota dan Vihara Jetavana. Ketika melihat para pengikut Sang Buddha, mereka berkata, “Apa
gunanya menemui dan mendengarkan khotbah Sang Buddha? Tidak ada seorangpun yang sehebat Candabha, siapa yang menyentuhnya akan menjadi kaya.” Para pengikut Sang Buddha kemudian berkata, “Hanya guru kami yang hebat, Ia tidak tersaingi dan tiada bandingnya.” Kemudian para brahmana membawa Candabha menuju Vihara Jetavana untuk bertanding dengan Sang
Buddha. Tetapi ketika Candabha bersama Sang Buddha, cicin cahaya itu hilang dan ketika jauh dari pandangan Sang Buddha, cicin cahaya itu kembali lagi. Candabha meninta Sang Buddha memberinya mantra agar cicin itu hilang dari pusarnya. Sang Buddha memberi tahu bahwa mantra tereebut hanya akan diberikan kepada anggota pasamuan. Dalam hal itu, Candabha menjadi seorang
bhikkhu. Ia diperintahkan untuk merenungkan tubuh, yaitu untuk menggambarkan betapa menjijikan dan kotornya tubuh ini yang terdiri dari 32 unsur pokok tubuh. Dalam beberapa hari, Candabha mencapai tingkat kesucian Arahat. Kemudian Candabha menemui para brahmana yang masih menunggu dan berkata, “Engkau sebaiknya pulang kembali sekarang, karena aku tidak lagi berada pada pihak yang akan pergi bersamamu.”
Pada kejadian ini Sang Buddha membabarkan syair :
Seseorang yang tanpa noda, bersih, tenang, dan jernih batinnya seperti bulan purnama, maka ia Kusebut seorang ‘brahmana’.
( Dhammapada XXVI. 31 )