Nama-nama Buddhis – J
JAMBUKA – Arahatta :
Jambuka adalah putra seorang hartawan di Savatthi. Karena perbuatan buruk di masa lalunya ia terlahir dengan kelakukan yang sangat aneh. Di waktu kecil ia tidur di lantai dan makan kotorannya sendiri sebagai pengganti nasi, setelah dewasa ia makan kotoran manusia dan setiap hari berdiri dengan satu kaki dan mulut terbuka. Dia berkata, setiap hari dia tidak pernah duduk dan tidur. Beberapa orang percaya dan berdana makanan padanya, tapi ia menolak. Ketika dipaksa, dia menerima sedikit makanan dan memberikan segenggam kepada orang yang berdana makanan. Dengan cara ini Jambuka hidup selama 55 tahun, telanjang dan hanya makan kotoran manusia. Suatu sore Sang Buddha datang ke tempat tinggal Jambuka dn menanyakan tempat bermalam. Jambuka menunjukkan sebuah gua yang tidak jauh dari tempatnya. Selama tiga malam Dewa Catumaharajika, Sakka dan Mahabrahma datang bergantian untuk memberikan hormat kepada Sang Buddha, dan hutan pada saat itu menjadi terang. Pagi harinya, ia mengunjungi Sang Buddha dan bertanya tentang cahaya tersebut. Sang Buddha memberi tahu bahwa para dewa datang kepada Nya untuk memberi hormat, ketika tahu hal tersebut maka Jambuka mengatakan bahwa ia telah berlatih sepanjang hidupnya dengan hidup sederhana, berdiri dengan satu kaki, tapi tidak satu dewapun yang mengunjunginya. Sang Buddha berkata, “O, Jambuka ! Kamu dapat menipu orang lain, tetapi kamu tidak dapat menipuku. Saya tahu bahwa selama 55 tahun kamu telah makan kotoran dan tidur di tanah.” Kemudian Sang Buddha menjelaskan kepadanya, bagaimana ia pada kehidupannya yang lampau, Jambuka telah menghalangi seorang Thera yang akan menerima dana makanan dari seorang umat awam dan bagaimana ia telah melempar semua dana makanan yang dikirim untuk Thera tersebut. Karena kejahatannya, dia sekarang makan kotoran dan tidur di tanah. Mendengar semua penjelasan Sang Buddha, Jambuka menyesal dan ia berlutut di hadapan Sang Buddha. Sang Buddha memberinya selembar kain untuk dikenakan, dan memberikan khotbah dan pada akhir khotbah, Jambuka mencapai tingkat kesucian Arahat serta menjadi murid Sang Buddha.
Pada kejadian ini Sang Buddha membabarkan syair :
Biarpun bulan demi bulan orang bodoh makan makanannya dengan ujung rumput kusa, namun demikian ia tidak berharga seperenam belas bagian dari mereka yang telah mengerti Dhamma dengan baik.
( Dhammapada V. 11 )
JATILA – Arahatta :
Seorang Arahat thera datang ke rumah seorang pandai emas untuk mencari dana pembangunan stupa emas dimana relik Buddha Kassapa akan diabadikan. Pada saat itu pandai emas sedang dalam pertengkaran dengan istrinya. Ketika ia melihat Arahat thera tersebut, lalu ia berteriak kepada Sang thera, “Sebaiknya kau lemparkan saja stupamu itu kedalam air dan segera pergi” Istrinya kemudian berkata kepada suaminya, “Kalau engkau marah kepadaku, mengapa harus memaki Sang Buddha dan Sang Thera ? Engkau telah melakukan kesalahan yang menyedihkan !” Pandai emas menyadari betapa besarnya kesalahan yang ia perbuat dan ia ingin menebus kesalahan itu. Maka ia membuat bunga-bunga emas untuk diletakkan ke dalam 3 pot emas yang ditaruh di kamar relik stupa Buddha Kassapa. Pada kelahiran yang sekarang ia dikandung seorang perempuan yang mempunyai hubungan cinta gelap. Ketika ia lahir ia diletakkan ke dalam pot dan diapungkan ke sungai. Ia ditemukan seorang wanita muda yang sedang mandi,
kemudian diberi nama Jatila. Setelah besar Jatila pergi ke Taxila untuk mendapatkan pendidikan dan setelah beberapa lama Jatila menikah dengan anak seorang pedagang. Segera setelah menikah, segundukan emas diberikan di halaman belakang rumah yang baru saja dibangun untuk pasangan ini. Lahirlah 3 anak dari pernikahan ini. Setelah itu Jatila memasuki pasamuan bhikkhu dan mencapai tingkat kesucian Arahat.
Pada kejadian ini Sang Buddha membabarkan syair :
Seseorang yang dengan membuang nafsu keinginan kemudian meninggalkan kehidupan rumah tangga dan menempuh kehidupan tanpa-rumah, yang telah menghancurkan nafsu indria akan wujud yang baru, maka ia Kusebut seorang ‘brahmana’.
( Dhammapada XXVI. 33 )
JOTIKA – Arahatta :
Jotika adalah seorang hartawan terkenal di Rajagaha. Ia tinggal di rumah yang megah, dan tujuh buah tembok yang mengelilingi rumahnya, masing-masing dijaga oleh setan angkasa, serta kekayaannya tersebar dimana-mana. Pada suatu kesempatan, Raja Bimbisara beserta anaknya, Ajatasattu, datang mengunjungi Jotika. Ketika Ajatasattu melihat kemegahan rumah Jotika, dalam hati ia berjanji, kalau kelak ia jadi raja, Jotika tidak diperkenankan tinggal dirumahnya yang megah. Ketika Ajatasattu naik tahta, setelah membunuh ayahnya, ia datang dengan tentaranya untuk mengambil rumah besar milik Jotika dengan paksa. Karena semua gerbang di jaga ketat oleh setan angkasa, Ajatasattu dan pasukannya harus menarik diri. Ajatasattu melarikan diri ke Vihara Veluvana dan menemukan Jotika sedang mendengarkan khotbah Sang Buddha. Kemudian ia berseru, “Setelah membuat pengawalmu bertarung melawanku, engkau sekarang berpura-pura mendengarkan khotbah.” Jotika menyadari bahwa raja telah pergi untuk mengambil
alih tempatnya dengan paksa dan ia telah dipaksa untuk mundur. Jotika berkata kepada Raja Ajatasattu, “O, Raja! Hartaku tidak dapat diambil berlawanan dengan kehendakku.” Setelah berkata, ia mengulurkan kesepuluh jarinya yang penuh dengan cincin dan meminta Sang raja untuk mengambilnya. Sang raja berusaha keras untuk mengambilnya tapi tidak bisa. Jotika menyuruh Sang raja untuk membentangkan selembar kain, dan ketika Jotika menaruh jari-jarinya pada kain tersebut, semua cincinnya dengan mudah terlepas. Setelah memberikan semua cincinnya kepada Raja Ajatasattu, Jotika memohon kepada Sang Buddha supaya ia diterima masuk dalam pasamuan bhikkhu. Segera setelah memasuki pasamuan, Jotika mencapai tingkat kesucian Arahat.
Pada kejadian ini Sang Buddha membabarkan syair :
Seseorang yang dengan membuang nafsu keinginan kemudian meninggalkan kehidupan rumah-tangga dan menempuh kehidupan tanpa- rumah, yang telah menghancurkan kemelekatan dan kerinduan, maka ia Kusebut seorang ‘brahmana’.
( Dhammpada XXVI. 34 )