Nama-Nama Orang Suci : G

Nama-nama Buddhis – G

GODHIKA – Arahatta :

Pada suatu kesempatan Godhika Thera melatih meditasi ketenangan dan paandangan terang. Ketika beliau telah mencapai jhana, beliau jatuh sakit. Dengan mengabaikan rasa sakitnya dia tetap berlatih dengan keras, tetapi setiap beliau mencapai kemajuan selalu merasa kesakitan. Beliau mengalami hal ini sebanyak enam kali. Kemudian memutuskan walaupun harus mati, tetap harus berjuang terus sampai mencapai Arahat dan kemudian melanjutkan meditasinya dengan rajin. Akhirnya beliau meutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Kemudian dengan memilih perasaan sakit sebagai obyek meditasi, beliau memotong lehernya dengan pisau. Dengan berkonsentrasi terhadap rasa sakit, beliau dapat memusatkan pikirannya dan mencapai Arahat tepat sebelum beliau meninggal. Mara mendengar hal tersebut dan berusaha untuk mencari dimana beliau dilahirkan, tetapi gagal, maka Mara menemui Sang Buddha untuk emnanyakan keberadaan Godhika Thera. Sang Buddha menjawab, ” Tidak ada manfaatnya bagi kamu untuk mengetahui Godhika
Thera. Setelah terbebas dari kekotoran-kekotoran moral ia mencapai tingkat kesucian Arahat. Seseorang seperti kamu Mara, dengan seluruh kekuatanmu tidak akan dapat menemukan kemana para Arahat pergi setelah meninggal dunia”.

Pada kejadian ini Sang Buddha membabarkan syair :

Mara tak dapat menemukan jejak mereka yang memiliki sila, yang hidup tanpa kelengahan, dan yang telah terbebas melalui Pengetahuan Sempurna.

( Dhammapada IV. 14 )
GARAHADINNA – Sotapatti:

Sirigutta adalah seorang pengikut Buddha dan Garahadinna adalah pengikut Nigantha. Keduanya saling bersahabat. Sirigutta menanyakan kepada Garahadinna, apa yang diketahui gurunya. Garahadinna mengatakan bahwa gurunya dapat mengetahui masa lampau, saat ini, masa depan dan membaca pikiran orang. Maka Sirigutta mengundang Nigantha untuk menerima dana makanan, tapi dengan suatu jebakan. Sirigutta membuat parit yang dipenuhi sampah dan kotoran lalu ditutup untuk duduk Nigantha dn muridnya. Ketika Nigantha tiba, mereka masuk satu persatu, langsung dipersilahkan duduk. Penutup parit pecah begitu Nigantha dan muridnya duduk, mereka jatuh kedalam parit yang kotor. Garahadinna sangat marah kepada Sirigutta, mereka merasa dijebak. Sirigutta bertanya kepada mereka, ” Kenapa kamu tidak mengetahui masa lalu, saat ini dan masa depan ? Mengapa kamu tidak tahu pikiran orang lain ? ” Suatu hari Garahadinna ingin membalas kejadian yang menimpa gurunya, sehingga ia mengundang Sang Buddha
dan 500 muridNya untuk berpindapatta. Kemudian Garahadinna menyiapkan jebakan untuk Sang Buddha berupa sebuah parit dipenuhi dengan bara yang menyala dan ditutup dengan karpet. Keesokan harinya Sang Buddha dating diikuti 500 bhikkhu, ketika Beliau melangkah di atas karpet yang menutupi arang yang menyala, karpet dan bara api tiba-tiba menghilang dan 500 bunga teratai sebesar roda kereta membentang untuk Sang Buddha dn murud-muridNya duduk. Garahadinna sangat cemas karena periuk-periuk yang disediakan untuk Sang Buddha tidak diisi makanan kemudian ia minta tolong kepada Sirigutta. Sirigutta mengajak Garahadinna ke dapur untuk melihat periuk-periuknya. Garahadinna kagum begitu melihat periuk-periuknya penuh dengan makanan. Makanan tersebut lalu disajikan kepada Sang Buddha dan murid-muridNya. Selesai makan, Sang Buddha menyatakan anumodana terhadap perbuatan baik itu dan Beliau berkata, ” Mereka yang tidak tahu, kurang pengetahuan, tidak mengetahui kwalitas yang unik dari Sang Buddha, Dhamma, Sangha, mereka seperti orang buta. Tetapi orang bijaksana yang memiliki pengetahuan, seperti orang melihat.” Ketika mendengarkan khotbah Sang Buddha, perlahan-lahan tubuh Garahadinna diliputi oleh kegembiraan dan kebahagiaan. Pada akhir khotbah, Sirigutta dan Garahadinna mencapai tingkat kesucian Sottapati.

Pada kejadian ini Sang Buddha membabarkan syair :

Seperti dari tumpukan sampah yang dibuang di tepi jalan, tumbuh bunga teratai yang berbau harum dan menyenangkan hati.

Begitu juga di anttara orang duniawi, siswa Sang Buddha Yang Maha Sempurna bersinar menerangi dunia yang gelap ini dengan kebijaksanaannya.

( Dhammapada IV. 15-16 )