Penahbisan Rahula

6. Penahbisan Rahula

Pada hari ketujuh, ibu Pangeran Rahula, Puteri Yasodhara, sedang mendandani sang pangeran karena ia ingin mempertemukannya dengan Yang Maha Sempurna, ia berkata : “Anakku sayang, pandanglah bhikkhu itu baik-baik. Beliau mempunyai pengikut dua ribu bhikkhu, Beliau memiliki tubuh yang bersinar terang keemasan, memiliki tubuh yang indah seperti Dewa Brahma. Bhikkhu ini adalah ayahmu. Ia mempunyai harta yang amat banyak. Sejak waktu Beliau melakukan Pelepasan Tertinggi, kita tidak pernah bertemu denganNya. Tanyakanlah kepadaNya warisanmu dengan berkata; Ayahku sayang, saya adalah seorang Pangeran, dan setelah saya menerima Upacara pengangkatan kerajaan, saya akan menjadi Raja Penguasa Dunia. Saya membutuhkan kekayaan. Anugerahkan kekayaan kepada saya; untuk seorang anak supaya memiliki kekayaan, yang sebelumnya dimiliki oleh ayahnya.”

Segera Pangeran Rahula menemui Yang Maha Sempurna yang sedang memerima dana makan siang di istana. Pada waktu ia melihatNya, ia merasakan kehangatan cinta kasih dari ayahnya, hatinya amat berbahagia. Pangeran Rahula berkata : “Yang Mulia, kebahagiaan adalah bayanganmu.”

Ketika Yang Maha Sempurna menyelesaikan makanNya, Beliau mengucapkan anumodana, lalu bangun dari duduknya dan meninggalkan ruangan itu. Pangeran Rahula mengikuti di belakangNya, dan berkata terus-menerus : “Yang Mulia, berikanlah harta warisan kepada saya; Yang Mulia berikanlah harta warisan kepada saya.”

Yang Maha Sempurna tidak menolak Pangeran Rahula, dan para pengawalpun tidak dapat mencegahnya untuk mengikuti Beliau. Pangeran Rahula terus mengikuti Yang Maha Sempurna sampai di Hutan Bambu. Kemudian Yang Maha Sempurna Berpikir, “Harta warisan yang dicari anak ini tidak terelakkan akan membawanya kepada kehancuran di dalam kehidupannya nanti. Mempertimbangkan hal ini, Saya akan menganugerahkan warisan Tujuh Harta Termulia yang Saya dapatkan di bawah Pohon Bodhi; Saya akan membuatnya menjadi orang yang memperoleh warisan yang tertinggi di dunia ini.”

Beliau lalu mengizinkan Rahula menjadi seorang samanera. Ia baru berumur tujuh tahun, diterima menjadi anggota Sangha.

Setelah Pangeran Rahula menjadi seorang samanera, Raja Suddhodhana, yang menjadi kakeknya, merasakan kesedihan yang amat sangat. Karena ia tidak dapat mengatasi kesedihannya, ia lalu mendatangi Sang Buddha dan berkata : “Ketika Yang Mulia meninggalkan kehidupan dunawi ini, hal itu amat menyakitkan saya, demikian pula ketika Ananda mengikutiMu, dan sekarang ini tentang Rahula. Cinta kasih kepada seorang anak akan menembus ke kulit, terus akan menembus ke daging, urat, tulang dan sumsum. O Yang Mulia, saya mohon Yang Maha Sempurna tidak mengizinkan seorang anak menjadi calon Bhikkhu (Pabbajja) tanpa seizin orang tua mereka.” (Sang Buddha mengizinkannya dan membuat sebuah perturan di dalam Vinaya / Peraturan Kebhikkhuan).