![]() |
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
Foto di atas kiriman : Gunadhammo, Denpasar, Bali
Mengenang
Bhante Atthakaro
Pensiunan Polisi yang Memasuki Kehidupan Sangha
Tenang dan matang, kesan inilah yang terlihat dari Bhante Atthakaro. Beliau merupakan anak ke-4 dari 8 bersaudara dan sekarang telah memiliki 8 anak, dan 11 orang cucu. Keluarga yang telah dibinanya telah menjadi keluarga yang besar, namun tampaknya hal ini tidak menjadi penghalang bagi beliau untuk memasuki kehidupan kebhikkuan.
Ajaran Buddha pertama kali dikenalnya pada tahun 1970 dari Alm Bhikkhu Girirakkhito Mahathera yang kebetulan berasal dari daerah yang sama. Setelah pindah ke Lombok, baru pada tahun 1987 beliau menyatakan secara resmi menjadi umat Buddha. Ketertarikan beliau pada bidang keagamaan menjadi salah satu pendorong baginya.
Bhante Atthakaro bukanlah berasal dari keluarga Buddhis. Sejak kecil beliau menganut agama Hindu, sehingga tidaklah heran jika pola pikir Hindu telah mengakar dalam diri beliau.
Pada saat masih membina keluarga, beliau mendidik anak-anaknya dengan mengenalkan ajaran Buddha sejak usia dini. Setiap ada libur selalu diisi dengan kunjungan ke Vihara atau tempat sejarah Buddhis bersama keluarga. Hal ini ternyata berdampak positif untuk perkembangan selanjutnya, dimana pada saat beliau memutuskan menjadi seorang Bhikkhu, keluarga tidak ada yang melarang malahan mendukung dan mendorong keinginannya.
Keinginan beliau menjadi seorang Bhikkhu bermula dari pengalaman –pengalaman hidup saat masih menjadi anggota DPRD Lombok Barat dan saat bekerja di Kepolisian. Karirnya berawal dari menjabat sebagai agen polisi. Setelah itu beliau dipercaya menjadi guru Polisi selama 5 tahun dan berlanjut di bagian reserse selama 9 tahun sampai menjabat sebagai Mayor Polisi.
Pengalaman yang bermakna dirasakannya pada saat terjun di masyarakat. Tidur di emperan, jaga malam, melihat dunia hitam, kejahatan, pencurian dan sebagainya menyadarkan beliau akan kompleks dan kotornya dunia hitam. Hal ini merubah pikirannya dan sejak saat itu keinginannya menjadi Bhikkhu semakin kuat.
Menurut beliau, kondisi sekarang yang terlihat kurang menguntungkan justru merupakan tantangan sekaligus kesempatan bagi mereka yang ingin mengabdi demi Buddha Dhamma. Beliau melihat bahwa umat Buddha Indonesia sangat membutuhkan pembinaan. Salah satu pengalaman yang mengesankan bagi beliau adalah pada saat membina umat Buddha di daerah Jawa Timur. Meskipun rata-rata umat perekonomiannya rendah tetapi semagat dan keinginan untuk belajar Buddha Dhamma sangat tinggi. Melihat hal ini, beliau semakin termotivasi untuk mengabdikan diri sepenuhnya kepada umat dan juga bertekad untuk mengembangkan pengetahuan Buddha Dhamma.
Bagi Bhante Atthakaro, keunikan dalam ajaran agama Buddha adalah pelaksanaan yang disertai dengan pengertian terlebih dahulu. Karena itu beliau berpesan agar hendaknya menyadari kewajiban kita sebagai manusia, yang sebenarnya sangat sulit untuk terlahir sebagai manusia.
“Janganlah hanya mempelajari saja, tetapi harus mempraktekkan apa yang terkandung dalam agama Buddha, dan yang terpenting adalah mengembangkan keseimbangan antara sila,samadhi, dan panna. Jika dilaksanakan dengan baik akan menjadi pedoman hidup yang paling ampuh” itulah pesan yang selalu disampaikan Bhante Atthakaro dalam beberapa ceramahnya.
Dikutip dari : Majalah Dhammacakka Edisi 22/Tahun 7/2001
Sumber : http://segenggamdaun.com/