BAKTI ANAK KEPADA ALMARHUM ORANGTUA
Saudara-saudara, khususnya keluarga almarhum. Di awal perjumpaan ini perkenankan saya untuk mengharapkan agar dengan bekal kebajikan yang telah dilakukan oleh almarhum semasa hidupnya dapatlah membuahkan kebaikan dan kebahagiaan di kelahiran beliau yang sekarang. Semoga demikianlah adanya.
Saudara-saudara, khususnya keluarga almarhum, kehilangan orang yang kita sayangi, kehilangan orang yang kita cintai, memang bukanlah merupakan suatu hal yang ringan, bukan sesuatu yang mudah kita terima begitu saja. Apalagi kehilangan seorang ibu. Hal ini karena di dalam kehidupan kita, seumur hidup kita, kita hanya mempunyai satu ayah dan satu orang ibu kandung saja. Apabila ayah kandung kita meninggal dunia, maka tidak akan ada pengganti yang sama nilainya dengan ayah kandung kita itu. Demikian juga dengan ibu kandung kita. Apabila ibu kandung kita sudah meninggal dunia, maka tidak akan ada satu orang pun di dunia ini yang bisa menggantikan fungsi, kedudukan ibu kandung kita itu. Ayah dan ibu kandung itulah yang membuat diri kita ini ada di dunia. Kalaupun seandainya dalam kehidupan ini dikenal adanya ayah tiri ataupun ibu tiri maka yang ada hanyalah kesamaan status, kedudukan sebagai ayah, kedudukan sebagai ibu, namun dalam badan kita, sesungguhnya mereka tidak meninggalkan apa pun juga. Mereka bukanlah orang yang membentuk diri kita. Mereka bukan pula orang yang membuat kita ada di dunia ini, mereka hanya memiliki status sebagai ayah atau ibu kita. Oleh karena itu, memang satu hal yang harus dimaklumi apabila kepergian seseorang yang dicintai ada memberikan suatu rasa kehilangan yang cukup dalam untuk keluarganya.
Dalam upacara peringatan kematian seperti ini, sebagai seorang umat Buddha ada beberapa hal yang patut kita renungkan.
Pertama adalah bahwa kita boleh saja merasa kehilangan seseorang. Kita boleh saja merasa sedih kehilangan orang yang kita cintai, kita sayangi, namun hendaknya kesedihan itu, kehilangan itu, jangan sampai mengganggu aktifitas kehidupan kita sehari-hari. Kita memang mencintai orang tua kita, namun apabila mereka sudah meninggal, bagaimanakah mengungkapkan wujud cinta kita itu?
Cara kita mengungkapkan cinta kita kepada orang tua salah satunya memang bisa dengan mengadakan upacara-upacara seperti saat ini, misalnya dengan upacara peringatan kematian satu kali tujuh hari, dua kali tujuh hari, tiga kali tujuh hari, dan seterusnya sampai tujuh kali tujuh hari, dan bahkan sampai upacara peringatan kematian yang ketiga tahun lamanya. Itu adalah salah satu cara menurut tradisi untuk mengingat orang yang sudah meninggal. Tetapi apakah makna yang sesungguhnya? Pada saat keluarga memandang foto almarhum atau almarhumah, sebenarnya keluarga mempunyai kesempatan untuk membayangkan mereka sehingga seolah-olah sampai saat ini almarhum atau almarhumah masih berada di sekitar keluarganya. Proses membayangkan almarhum atau almarhumah seperti itu adalah bertujuan agar keluarga dapat mengingat kembali berbagai nasehat yang sudah pernah diberikan oleh almarhum atau almarhumah semasa hidupnya.
Dikatakan dalam buku-buku kuno bahwa seseorang yang bisa mengingat nasehat leluhurnya yang telah meninggal, paling sedikit, sampai pada peringatan kematiannya yang ketiga tahun, maka orang seperti itu dikatakan sebagai orang yang berbakti. Meskipun demikian banyak juga ditemui dalam masyarakat anggota keluarga yang ketika ada yang meninggal, jasa dan keberadaan almarhum sudah tidak diingat lagi, nasehatnya pun sudah tidak diingat, bahkan fotonya pun sudah tidak dipasang lagi. Tidak ada lagi orang yang mengadakan upacara peringatan kematian untuknya. Hal seperti ini seolah memberi kesan bahwa almarhum atau almarhumah adalah orang yang sudah meninggal dan mereka sudah tidak ada hubungannya lagi dengan anggota keluarganya yang masih hidup. Padahal meskipun orang tua sudah meninggal, kita masih harus tetap berhubungan dengan mereka. Badan kita ini dari ujung kaki sampai ujung rambut adalah hasil pinjaman dari orang tua kita. Kita bukan lahir dari batu tetapi kita lahir dari rahim orang tua kita. Oleh karena itu, bagaimanapun kita berusaha melupakan jasa orang tua kita yang sudah meninggal, hal itu tidak mungkin bisa dilakukan. Badan kita adalah milik dia, muka kita mungkin mirip dengan dia, dan tidak mungkin kita dapat melupakan sejarah diri kita sendiri.
Oleh karena itu secara Dhamma, kita perlu mengingat nasehat beliau. Mungkin kita sudah tidak sempat berkunjung ke makam almarhum atau almarhumah, namun kita masih bisa mengingat nasehatnya dan tentu saja berusaha untuk melaksanakan nasehatnya yang pernah almarhum atau almarhumah ucapkan semasa hidupnya. Inilah makna pertama dari upacara peringatan kematian seperti saat ini yaitu agar supaya keluarga dapat mengingat berbagai nasehat yang telah diberikan oleh almarhum atau almarhumah serta merumuskan tekad untuk dapat melaksanakan nasehat-nasehat tersebut di dalam kehidupannya sehari-hari.
Kedua , dalam kesempatan peringatan kematian ini, hendaknya anggota keluarga yang ditinggal dapat mengingat berbagai rencana, keinginan yang telah pernah almarhum atau almarhumah ucapkan atau sampaikan selama hidupnya. Hal ini dapat diwujudkan karena, biasanya pada hari peringatan kematian seperti saat ini para sanak keluarga dari berbagai tempat akan berkumpul bersama. Di masa nenek moyang kita, orang belum memiliki banyak kesibukan seperti sekarang, mereka selama tujuh kali tujuh hari atau empat puluh sembilan hari penuh selalu berkumpul bersama. Semua anggota keluarga tidak pergi ke manapun juga. Mereka selalu bersama untuk dapat mengumpulkan berbagai ingatan tentang keluarganya yang telah meninggal. Apakah yang telah diucapkan oleh almarhum? Apakah keinginan almarhum yang belum tercapai? Setelah terkumpul semua, maka keluarga yang ditinggalkan dapat bertekad untuk melanjutkan berbagai rencana maupun keinginan almarhum yang belum terlaksana. Mungkin dahulu almarhum ingin menantikan cucunya lulus pendidikan di perguruan tinggi. Maka keluarga yang ditinggalkan hendaknya sepakat agar cucu yang dimaksud tadi benar-benar dapat lulus dari perguruan tinggi. Jangan sampai ia tidak lulus dan berhenti di tengah pendidikan, misalnya karena menikah dlsb. Sikap mengingat dan mewujudkan harapan atau keinginan mereka yang telah meninggal inilah yang sebenarnya merupakan salah satu bukti cinta dan balas budi keluarga kepada mereka yang telah meninggal dunia.
Ketiga dan merupakan hal yang terpenting dari makna mengadakan upacara peringatan kematian adalah dilakukannya pelimpahan jasa seperti yang diajarkan dalam Buddha Dhamma. Pelimpahan jasa adalah kebaikan yang dilakukan oleh anggota keluarga dengan mengatasnamakan almarhum sebagai perwujudan cinta dan bakti keluarga kepada yang telah meninggal. Seorang umat Buddha yang hidup sesuai dengan Dhamma tidak hanya menghormat orangtua ketika mereka masih hidup, melainkan juga setelah meninggal dunia. Memang, hal yang paling penting adalah memberikan penghargaan dan penghormatan kepada orangtua ketika mereka masih hidup. Orangtua yang masih hidup, apabila mendapatkan perhatian dan penghormatan tentunya mereka akan berbahagia. Orangtua selama masih hidup dapat diberi kesempatan untuk berjalan-jalan ke kota lain, ke negara lain, Orangtua akan merasa bahagia atas kasih sayang dan perhatian anak-anaknya. Orangtua yang diberi sujud dan penghormatan oleh anaknya akan merasa bahagia. Namun penghargaan, penghormatan kepada seseorang yang sudah tua bukan hanya ketika mereka masih hidup saja melainkan juga ketika mereka sudah meninggal dunia. Seorang umat Buddha diajarkan dalam Sigalovada Sutta yang terdapat pada Digha Nikaya III, 188 bahwa apabila orangtua telah meninggal dunia hendaknya sebagai anak selalu melakukan pelimpahan jasa, yaitu berbuat baik atas nama orangtua yang sudah meninggal tersebut.
Sekarang, bagaimanakah caranya berbuat baik atas nama almarhum? Sebenarnya mudah saja. Sebagai contoh, apabila hari ini keluarga almahum telah melakukan kebajikan dengan melepaskan berbagai jenis mahluk pada pagi hari, kemudian pada malam harinya mengundang para umat Buddha membacakan paritta untuk almarhum, mendengarkan Dhamma serta mengembangkan pikiran cinta kasih melalui meditasi, maka kesemua perbuatan baik ini dapat dilimpahkan jasanya kepada almarhum. Perbuatan baik seperti ini masih dapat terus dikembangkan setiap hari. Ada sebuah nasehat yang menyarankan agar keluarga yang ditinggal setiap malam sebelum tidur mengucapkan tekad pelimpahan jasa. Tekad pelimpahan jasa ini disampaikan dengan mengatakan bahwa ‘semoga dengan kebajikan yang telah dilakukan sepanjang hari ini akan dapat memberikan kebaikan dan kebahagiaan untuk almarhum. Semoga almarhum selalu berbahagia di kehidupan yang sekarang. Semoga demikianlah adanya’. Tekad pelimpahan jasa ini hendaknya terus diucapkan setiap malam, kalau bisa bahkan paling sedikit sampai seratus hari upacara peringatan kematiannya. Sesungguhnya, upacara pelimpahan jasa di dalam Dhamma tidak hanya harus mengundang teman-teman membaca paritta untuk almarhum, tidak pula hanya mengundang para bhikkhu, namun, setiap saat, setiap teringat untuk melakukan kebaikan, setiap saat itu pula jasa kebajikan yang telah dilakukan dapat dilimpahkan kepada yang telah meninggal.
Sebenarnya, bagaimanakah proses pelimpahan jasa itu? Pelimpahan jasa ini pada dasarnya adalah usaha memberikan kesempatan kepada almarhum berbahagia di alam kelahiran yang sekarang karena kita masih ingat kepada beliau. Sebagai contoh, misalnya ada di antara kita yang anaknya sekolah di kota lain. Pada saat kita mengetahui bahwa anak kita tersebut telah lulus ujian, maka kita akan merasa berbahagia. Padahal kita tidak ikut ujian, kita hanya mendengar kabar bahwa anak kita lulus ujian. Pikiran yang ikut berbahagia ketika mendengar anak lulus ujian itulah yang di dalam Dhamma sudah tergolong perbuatan baik. Perbuatan baik lewat pikiran ini juga akan membuahkan kebahagiaan. Demikian pula dengan pelimpahan jasa. almarhum memang sudah terlahir di alam lain, tetapi keluarga yang ditinggalkan melakukan perbuatan baik dengan mengundang para umat Buddha untuk mengadakan puja bakti, mendengarkan uraian Dhamma, dlsb. yang kesemuanya itu dapat digolongkan sebagai perbuatan baik. Setelah melakukan kebajikan ini, maka anggota keluarga dapat mengatakan dalam hati: “Semoga dengan kebajikan yang telah dilakukan ini, dapatlah memberikan kebaikan dan kebahagiaan untuk almarhum di kelahirannya yang sekarang. Semoga demikianlah adanya” Kata-kata yang diucapkan tersebut, apabila diketahui oleh almarhum di kelahirannya yang sekarang, beliau akan berbahagia. Sama bahagianya seperti orangtua yang mendengar kabar kelulusan anaknya di kota lain. Kebahagiaan almarhum ketika mengetahui bahwa keluarganya telah melakukan kebajikan inilah yang merupakan kebajikan almarhum melalui pikirannya. Dan, semakin banyak serta sering keluarganya melakukan kebajikan atas nama almarhum, maka semakin banyak pula almarhum mendapatkan kondisi untuk berbahagia dalam pikirannya. Dengan demikian, almarhum terus menimbun kebajikan lewat pikirannya sendiri. Apabila kebajikan yang ditimbunnya itu sudah mencukupi, maka almarhum dapat meninggal dari alam yang sekarang untuk terlahir di alam yang lebih baik sesuai dengan kebajikan yang telah ia miliki selama ini.
Oleh karena itu, di dalam Dhamma, upacara pelimpahan jasa seperti ini sungguh sangat bermanfaat. Bermanfaat untuk almarhum di alam kelahirannya yang sekarang, juga memberikan manfaat untuk keluarga yang ditinggalkan. Keluarga almarhum yang telah melakukan kebajikan dan melimpahkan jasanya, apapun kondisi almarhum saat ini, keluarga telah melakukan kebajikan yang tentunya buah kebahagiaan akan dapat diperolehnya. Di dalam Dhamma disebutkan bahwa ‘sesuai dengan benih yang ditanamkan, itulah buah yang akan kita petik’. Sebenarnya pihak keluarga telah melakukan kebajikan terlebih dahulu: kebajikan untuk mengundang para umat melakukan kebaktian peringatan kematian, kebajikan memberikan kesempatan kepada banyak orang untuk mendengarkan Dhamma yang kesemuanya ini adalah merupakan kebajikan milik anggota keluarga yang ditinggalkan. Lebih lanjut, kebajikan tersebut masih ditambah lagi dengan mengingat dan melimpahkan segala kebajikan tersebut kepada almarhum yang telah meninggal yang merupakan pelaksanaan ketidakmelekatan seperti yang diajarkan dalam Dhamma.
Oleh karena itu, apabila seseorang berbuat baik dengan pelimpahan jasa, apapun bentuknya maka ia tidak akan pernah mengalami kerugian. Apabila almarhum berbahagia karena menerima kebaikan ini, maka si pelaku kebajikan akan mendapatkan manfaat sebanyak dua kali lipat. Pertama, anggota keluarga telah melaksanakan kebajikan. Kedua, kebajikan yang telah dilakukan itu dilimpahkan jasanya dan diterima almarhum sehingga membahagiakan almarhum di kelahirannya yang sekarang. Kebajikan yang berlipat ini akan dapat memberikan kebahagiaan untuk para anggota keluarganya dalam kehidupan ini pula. Namun, apabila upacara pelimpahan jasa ini tidak bisa diterima oleh almarhum karena beliau sudah terlahir di alam yang tidak dapat menerima pelimpahan jasa, maka anggota keluarga karena telah melakukan kebajikan, mereka pun akan tetap memetik buah kebahagiannya sendiri. Inilah yang disebut sebagai kebajikan yang mendatangkan manfaat ganda. Itulah yang dikatakan bahwa kita tidak akan pernah rugi dengan melakukan kebajikan.
Jadi, secara singkat makna upacara pelimpahan jasa ini adalah:
Pertama, kita mempunyai kesempatan untuk mengingat jasa kebajikan dan nasehat yang telah diucapkan almarhum semasa hidupnya. Dengan demikian, keluarga akan dapat melaksanakan berbagai nasehat tersebut sebagai perwujudan cinta kasih keluarga kepada almarhum.
Kedua, kita mempunyai kesempatan untuk mengingat berbagai pesan, niat, maupun cita-cita yang telah pernah almarhum sampaikan. Apabila ada ucapan atau niat almarhum yang belum tercapai, maka dengan upacara pelimpahan jasa ini, setelah diingat, maka pihak keluarga hendaknya mempunyai kesepakatan dan tekad untuk mewujudkan cita-cita, keinginan yang telah almarhum sampaikan itu.
Dan yang ketiga, yang paling penting adalah bahwa upacara pelimpahan jasa adalah merupakan kesempatan untuk keluarga almarhum melakukan kebajikan atas nama almarhum. Setelah melakukan kebajikan, maka keluarga dapat mengucapkan tekad: “Semoga dengan perbuatan baik ini, almarhum akan memperoleh kebahagiaan di kelahiran yang sekarang, demikian pula dengan keluarga yang ditinggalkan semoga akan selalu memperoleh kekuatan, kebaikan dan manfaat dari wafatnya beliau.”
Inilah tiga manfaat besar yang merupakan wujud bakti anak kepada orangtuanya yang telah meninggal dunia. Semoga uraian Dhamma ini dapat direnungkan dengan baik agar dapat meningkatkan keyakinan akan Buddha Dhamma. Semoga manfaat upacara pelimpahan jasa ini dapat benar-benar dihayati oleh seluruh anggota keluarga almarhum, sehingga pada akhirnya dapat memberikan kebahagiaan kepada almarhum dan juga memberi kebahagiaan kepada keluarga yang ditinggalkan. Semoga demikianlah adanya.
Semoga semua mahluk berbahagia.
Sabbe satta bhavantu sukhittata
Ditranskrip dari kaset ceramah oleh: NN, Jakarta
Editor: Bhikkhu Uttamo