Kathina untuk Melatih Cinta Kasih
Mengembangkan cinta kasih
adalah jalan menuju pembebasan
dari kelahiran kembali
Jika kita memperhatikan watak air hujan, maka kita akan dapat melihat bahwa air hujan tidak pernah memilih tempat yang akan dihujani. Ia membasahi semua pohon maupun tumbuhan dan juga tanah-tanah yang kering. Sekalipun kolam atau bak air yang sudah penuh, hujan masih juga memberinya dengan air. Kondisi seperti Ini sesungguhnya menjadi lambang semangat melaksanakan Kathina Puja atau upacara persembahan jubah di masa Kathina.
Kathina menyiratkan semangat untuk memberi. Memberi dengan tidak memilih. Apabila tiba saatnya nanti kita mempersembahkan dana Kathina, maka kita pasti tidak akan memilih bhikkhu tertentu untuk menerima dana yang kita persembahkan.
Pada waktu mempersembahkan dana Kathina, kita tidak diajarkan untuk memilih. Siapapun juga bhikkhunya, kita akan mempersembahkan jubah Kathina secara tulus dan bersungguh-sungguh. Kita akan mempersembahkan kebutuhan para bhikkhu dan samanera, yaitu: sandang, pangan, papan dan obat-obatan, tanpa memilih. Kita telah sadar bahwa kehadiran para bhikkhu di sini sesungguhnya bukan untuk membawa barang-barang yang kita persembahkan sebagai kebutuhan pribadi para bhikkhu. Namun, para bhikkhu yang hadir dalam kesempatan ini hanya sebagai wakil Sangha yaitu kelompok bhikhhu sebagai lembaga yang akan menggunakan dana yang anda persembahkan.
Apabila timbul anggapan bahwa seseorang mempersembahkan jubah kepada bhikkhu pilihannya, dengan harapan bhante tersebut kelak akan memakai jubah itu, maka anggapan ini tidaklah benar. Bhikkhu yang hadir dalam upacara Kathina hanya menerima jubah tersebut. Namun, jubah itu suatu saat dapat dipergunakan oleh bhikkhu manapun juga. Jadi para bhikkhu yang hadir di sini hanyalah wakil. Sama dengan air hujan yang tidak memilih pohon tinggi maupun rendah untuk memberikan siraman airnya, begitu pula dengan para umat Buddha di masa Kathina diajarkan secara tradisi Dhamma sejak jaman dahulu bahwa kita hendaknya jangan memilih. Kita datang dan berkumpul dalam upacara Kathina seperti ini bukan karena bhikkhu tertentu melainkan karena dorongan untuk berbuat baik. Seperti halnya air hujan yang menyirami pohon kelapa, rumput serta pepohonan yang lain sesungguhnya bukan demi pohon-pohon itu melainkan demi membasahi seluruh bumi.
Demikian pula dengan kita semua. Pada saat kita berbuat baik, berdana Kathina, misalnya, apabila kita ingin mendapatkan buah kebajikan yang tertinggi, maka persembahkanlah dana Kathina itu demi kelestarian dan perkembangan Buddha Dhamma. Jangan berdana demi Bhante A maupun Bhante B dst. Inilah yang seharusnya menjadi dasar perilaku kebajikan kita dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam rangka mempersembahkan kebutuhan para bhikkhu di masa Kathina seperti ini.
Kalau melakukan kebajikan seperti turunnya air hujan yang membasahi bumi tanpa memilih-milih, maka bagaimanakah sekarang kita menerapkan hal demikian terhadap pelaksanaan Ajaran Sang Buddha?
Kathina tidak diadakan setiap hari. Kathina tidak diadakan setiap Minggu. Kathina tidak diadakan setiap bulan. Kathina diadakan hanya ada setahun sekali. Oleh karena itu kebaikan kita hendaknya bukan hanya dilakukan setahun sekali di waktu perayaan Kathina melainkan perbuatan baik kita harus dilakukan setiap saat.
Di dalam upacara Kathina sebetulnya kita dilatih untuk mengembangkan cinta kasih. Kita mempersembahkan paket-paket Kathina yang berisikan empat kebutuhan pokok itu menjadi lambang cinta kasih. Karena pada saat menentukan paket, kita tentu telah berpikir apa yang dibutuhkan oleh para bhikkhu. Kita bukan berpikir tentang segala yang kita ingin berikan maupun kita senangi. Persembahan Kathina sebenarnya untuk melatih kita agar mau memberikan perhatian pada kebutuhan orang lain. Dengan demikian makna Kathina ini sebenarnya mengajarkan kita untuk lebih berhati-hati di dalam kehidupan.
Apabila kita membaca dan menyimak salah satu sutta yang sangat terkenal yaitu Karaniyametta Sutta atau kotbah Sang Buddha tentang pengembangan cinta kasih, maka kita akan memahami bahwa kita hendaknya mampu mengembangkan kebajikan kepada siapapun juga. Kita tidak membedakan kebajikan untuk mereka yang jauh maupun dekat, mereka yang besar maupun kecil. Inilah pengembangan cinta kasih kepada semua mahluk yang tampak maupun mahluk yang tidak tampak. Bahkan, disebutkan dalam bait berikutnya, “Jangan karena marah dan benci mengharapkan orang lain celaka”
Sebenarnya apabila direnungkan, makna Kathina akan jauh lebih mendalam daripada yang telah diuraikan di atas. Kathina bermakna kita harus berusaha membebaskan pikiran kita dari kebajikan yang memilih-milih. Dalam kehidupan sehari-hari, sifat baik ini haruslah dilatih dan dijadikan kebiasaan. Misalnya kita mempunyai beberapa orang anak. Kita hendaknya tidak memberikan sesuatu hanya kepada salah satu anak kita saja. Hal ini akan menimbulkan pandangan buruk kepada kita selalu orangtua. Anak yang mendapatkan perbedaan perilaku dari orangtua akan mengalami kekecewaan.
Dengan memahami makna upacara Kathina yang berarti melakukan kebajikan tanpa membeda-bedakan, maka sudah seharusnya kita memberikan kepada anak-anak barang yang sama sehingga tidak mengkondisikan timbulnya perasaan iri hati maupun kesombongan dalam diri anak yang dibedakan.
Sikap yang seimbang ini diperlukan akan kita mampu meningkatkan kualitas batin akan dapat mengembangkan cinta kasih tanpa membedakan.
Selain mengembangkan sikap yang tidak membedakan dalam melakukan kebajikan, Kathina juga melatih diri kita untuk berpikir tentang memberikan kebahagiaan sesuai dengan harapan yang dimiliki oleh orang lain. Salah satu contohnya adalah ketika kita sedang bepergian, maka pada saat kita melihat ada sesuatu yang mungkin disenangi anak atau keluarga kita, maka dengan serta merta kita berusaha mendapatkan barang tersebut untuk dijadikan buah tangan pada saat bertemu mereka nantinya. Dengan demikian, kita berusaha menumbuhkan pemikiran untuk selalu membahagiakan orang maupun mahluk yang berada di lingkungan kita dengan segala yang mereka sukai.
Apabila kedua sifat baik ini dapat dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari yaitu berbuat baik tanpa memilih dan mempunyai pemikiran untuk membahagiakan fihak lain maka pada saat itulah jalan menuju kesucian agar tidak terlahir kembali mulai kita rintis. Kenapa demikian? Jawaban atas hal ini dapat dijumpai dalam baris terakhir Karaniyametta Sutta yang menyebutkan: “Na hi jatu gabbhaseyyam punareti ‘ti “, yang artinya tidak akan terlahir lagi di rahim manapun juga.
Oleh karena itu, laksanakanlah upacara Kathina ini dengan sebaik-baiknya. Mengertilah makna upacara Kathina ini dengan sungguh-sungguh serta jangan lupa untuk dikerjakan di dalam kehidupan sehari-hari.
Inilah makna Kathina yang bisa kita mengerti untuk saat ini. Inilah yang perlu dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, Kathina bukan hanya berhenti pada upacara maupun perayaan Kathina saja, melainkan dapat melekat dalam perilaku kita sehari-hari.
Selamat Kathina.
Semoga dengan kebajikan yang kita lakukan akan membuahkan kebahagiaan untuk kita semua.
Semoga semua mahkluk baik yang tampak maupun yang tidak tampak akan memperoleh kebahagian sesuai dengan kondisi karma masing-masing.
Sabba Satta Bhavantu Sukhitatta.
Transkrip oleh: Gusti Benawi, Jerman
Editor: Bhikkhu Uttamo