Nama-Nama Orang Suci : N

Nama-nama Buddhis – N

NANDA – Arahatta :

Sang Buddha datang datang ke kota Kapilavatthu memenuhi permintaan ayahnya, diikuti oleh sejumlah besar Arahanta. Pada hari kedua, Sang Buddha memasuki kota dengan mengucapakan syair yang berarti : ‘Seseorang harus sadar dan tidak seharusnya menjadi tidak waspada…..’, hal ini menyebabkan ayahnya Raja Suddhodana mencapai kesucian tingkat Sotapatti. Ketika tiba di dalam istana, Sang Buddha mengucapkan syair yang berarti : ‘Seseorang seharusnya mempraktekkan Dhamma….’ , maka Sang Raja berhasil mencapai kesucian tingkat Sakadagami. Pada hari ketiga di istana berlangsung pernikahan pangeran Nanda, sepupu Sang Buddha. Sang Buddha datang untuk berpindapatta dan memberikan mangkokNya kepada Pangeran Nanda lalu meninggalkannya. Karena itu Sang Pangeran dengan memeganggi mangkok mengikuti Sang Buddha sampai di vihara, pangeran diterima dalam Sangha sebagai seorang bhikkhu. Pangeran Nanda teringat istrinya dan hatinya menjadi goyah. Sang Buddha mengetahui hal tersebut dan membandingkan istrinya tersebut dengan kecantikan para dewi. Menyadari kecantikan para dewi tersbut maka Pangeran Nanda bersedia untuk patuh kepada Sang Buddha. Dalam kesendiriannya Pangeran Nanda mencoba keras mempraktekkan Dhamma dan akhirnya mencapai tingkat kesucian Arahatta.

Pada kejadian ini Sang Buddha membabarkan syair :

Bagaikan hujan yang dapat menembus rumah beratap tiris, demikian pula nafsu akan dapat menembus pikiran yang tidak dikembangkan dengan baik.

Bagaikan hujan yang tidak dapat menembus rumah beratap baik, demikian pula nafsu tidak dapat menembus pikiran yang telah dikembangkan dengan baik.

( Dhammapada I , 13-14 )

Cerita Nanda yang lain – Sotapatti :

Nanda adalah pengawas yang mengurus sapi-sapi milik Anathapindika. Pada kesempatan-kesempatan tertentu ia pergi ke rumah Anathapindika dan kadang-kadang ia bertemu dengan Sang Buddha saat Beliau memberikan khotbahNya. Nanda memohon Sang Buddha untuk berkunjung ke rumahnya, tapi Sang Buddha menolak dengan mengatakan bahwa saatnya belum tepat. Beberapa waktu kemudian ketika mengadakan perjalanan dengan pengikutNya, Sang Buddha pergi mengunjungi Nanda. Dengan hormat Nanda menerima para tamu selama tujuh hari. Pada hari terakhir, setelah mendengarkan khotbah Dhamma yang diberikan oleh Sang Buddha, Nanda mencapai kesucian tingkat Sotapatti. Pada waktu Sang Buddha pulang, Nanda mengikutiNya tetapi dia dibunuh oleh musuhnya. Para bhikkhu melaporkan hal ini dengan mengatakan bahwa gara-gara menyertai Sang Buddha pulang maka dia dibunuh. Dan kepada mereka Sang Buddha menjelaskan, “Para bhikkhu, apakah saya datang kemari atau tidak, ia tidak dapat melarikan diri dari kematian, akibat dari kamma masa lampaunya. Seperti halnya pikiran yang diarahkan secara keliru akan menjadikan seseorang jauh lebih berat terluka daripada luka yang dibuat oleh musuh ataupun pencuri. Pikiran yang diarahkan secara benar, adalah satu-satunya jaminan bagi seseorang utnuk menjauhkan diri dari bahaya.”

Pada kejadian ini Sang Buddha membabarkan syair :

Luka dan kesakitan macam apa pun dapat dibuat oleh orang yang saling bermusuhan atau saling membenci. Namun pikiran yang diarahkan secara salah akan melukai seseorang jauh lebih berat.

( Dhammapada III , 10 )

NIGAMAVASITISSA – Arahatta :

Bhikkhu Nigamavasitissa hidup sederhana hanya dengan mempunyai sedikti keinginan. Ia selalu melewatkan kesempatan menerima banyak dana makanan lainnya, sehingga banyak bhikkhu yang membicarakannya dan melaporkan kepada Sang Buddha. Bhikkhu Nigamavasitissa dipanggil oleh Sang Buddha dan Beliau menanyakan tentang hal itu. Dengan penuh hormat Nigamavasitissa menjelaskan kepada Sang Buddha, bahwa ketika dia mendapatkan makanan yang cukup, dia tidak akan berjalan lebih jauh lagi dan dia tidak mempersoalkan apakah makanan itu enak atau tidak enak. Sang Buddha menghargai tindakannya itu dan menceritakan kepada bhikkhu-bhikkhu yang lain. Beliau bahkan menganjurkan kepada murid-murid-Nya untuk hidup puas dengan sedikit keinginan sesuai dengan Ajaran Buddha dan para Ariya serta mencontoh tindakan bhikkhu Tissa tersebut.

Pada kejadian itu Sang Buddha membabarkan syair :

Seorang bhikkhu yang bergembira dalam kewaspadaan dan melihat bahaya dalam kelengahan tak akan terperosok lagi, ia sudah berada di ambang pintu nibbana.

( Dhammapada II , 12 )

Tissa Thera mencapai tingkat kesucian Arahatta setelah khotbah Dhamma itu berakhir.

NANGALAKULA – Arahatta :

Nangala adalah buruh tani yang bekerja pada seorang petani. Suatu hari seorang bhikkhu melihatnya sedang bekerja di sawah dengan pakaian tuanya yang koyak-koyak. Bhikkhu tersebut kemudian mengajaknya menjadi bhikkhu dan dibawanya buruh tani tersebut ke vihara dan ditahbiskannya menjadi bhikkhu., . Ia meninggalkan bajak dan pakaian tuanya pda sebuah pohon tidak jauh dari vihara dan ia dikenal sebagai Nangala Thera (Nangala artinya bajak). Kehidupan di vihara menjadikan Nangala Thera sehat. Setelah beberapa saat ia merasa bosan hidup sebagai bhikkhu dan sering memikirkan untuk menjadi seorang perumah tangga. Jika pikiran itu muncul, ia pergi ke pohon dimana bajak dan pakaian tuanya diletakkan. Disana ia menegur dirinya sendiri, “O, orang tua tak tahu malu ! Apakah kamu masih menginginkan kembali menggunakan pakaian tua ini dan bekerja keras, hidup rendah sebagai buruh kasar?” Setelah berpikir begitu, ketidak puasan terhadap kehidupan bhikkhunya menjadi sirna, dan ia kembali ke vihara. Ia pergi ke pohon itu setiap tiga atau empat hari untuk merenungkan kembali masa lalunya yang tidak menyenangkan. Jika para bhikkhu menanyakan tentang kepergiannya ke pohon tersebut, ia menjawab pergi ke tempat gurunya. Waktu berlalu, karena ketekunannya, akhirnya ia mencapai tingkat kesucian Arahatta.

Pada kejadian itu Sang Buddha membabarkan syair :

Engkaulah yang harus mengingatkan dan memeriksa dirimu sendiri. O Bhikkhu, bila engkau dapat menjaga dirimu sendiri dan selalu sadar, maka engkau akan hidup dalam kebahagiaan.

Sesungguhnya diri sendiri menjadi tuan bagi diri sendiri. Diri sendiri adalah pelindung bagi diri sendiri. Oleh karena itu kendalikan dirimu sendiri, seperti pedagang kuda menguasai kuda yang baik.

( Dhammapada XXV, 20-21 )

NATAPUTTAKA – Arahatta :

Nataputtaka adalah putra seorang penari yang pergi berkeliling menyanyi dan menari. Suatu ketika ia mempunyai kesempatan untuk mendengarkan khotbah yang diberikan oleh Sang Buddha. Setelah mendengarkan khotbah tersebut, ia masuk ke dalam pasamuan dan mencapai tingkat kesucian Arahatta tidka lama kemudian. Suatu hari ketika Sang Buddha dan para bhikkhu termasuk Nataputtaka sedang berjalan untuk menerima dana makanan, mereka menjumpai anak laki-laki dari penari lain yang sedang menari di jalanan. Melihat anak muda yang sedang menari, para bhikkhu bertanya kepada Nataputtaka apakah ia masih suka menari. Nataputtaka menjawab, “Tidak, aku tidak.” Para bhikkhu menemui Sang Buddha dan menceritakan bahwa Nataputtaka dengan cara itu menyatakan bahwa dirinya telah mencapai tingkat kesucian Arahatta. Sang Buddha berkata, “Para bhikkhu! Nataputtaka telah meninggalkan semua ikatan kemelekatan; ia telah menjadi seorang Arahanta”

Pada kejadian ini Sang Buddha membabarkan syair :

Seseorang yang telah menyingkirkan ikatan-ikatan duniawi dan juga telah mengatasi ikatan-ikatan surgawi, yang benar-benar telah bebas dari semua ikatan, maka ia Kusebut seorang ‘brahmana’.

( Dhammapada XXVI, 35 )