Nama-nama Buddhis – R
RADHA – Arahatta :
Radha adalah seorang brahmana miskin yang tinggal di vihara. Tidak ada seoreangpun yang mendorongnya untuk menjadi seorang bhikkhu. Suatu pagi Sang Buddha pergi menemui brahmana tua itu dan mengetahui bahwa para bhikkhu tidak menginginkan brahmana tua itu bergabung dalam pasamuan bhikkhu. Kemudian Sang Buddha mengundang para bhikkhu dan bertanya, ” Apakah ada diantara para bhikkhu disini yang mengingat hal baik yang pernah dilakukan oleh orang tua ini ? “. Atas pertanyaan ini Yang Ariya Sariputta menjawab, ” Bhante, saya mengingat satu peristiwa ketika orang tua itu memberikan sesendok nasi kepada saya”. “Jika demikian”, Sang Buddha berkata, ” Tidakkah seharusnya kamu menolong dermawan itu untuk membebaskannya dari penderitaan hidup ? ” Yang Ariya Sariputta setuju, lalu membimbing Pradha dan brahmana tua tersebut mengikutinya dengan sungguh-sungguh. Dalam waktu beberapa hari bhikkhu tua itu telah mencapai tingkat kesucian Arahatta.
Pada kejadian ini Sang Buddha membabarkan syair :
Seandainya seseorang bertemu orang bijaksana yang mau menunjukkan dan memberitahukan kesalahan-kesalahannya seperti orang yang menunjukkan harta karun, hendaklah ia bergaul dengan orang bijaksana itu. Sungguh baik dan tidak tercela bergaul dengan orang yang bijaksana.
( Dhammapada VI, 1 )
REVATA – Arahatta :
Saudara laki-laki termuda Sariputta adalah Revata, dan ia satu-satunya yang tidk meninggalkan rumah. Ayahnya mempersiapkan pernikahannya dengan gadis kecil ketika Revata berusia 7 tahun. Pada jamuan pernikahannya, ia bertemu dengan wanita tua yang berusia 120 tahun. Kemudian ia merenung dan menyadari bahwa segala sesuatu merupakan subyek dari ketuaan dan kelapukan, sehingga ia berlari dan pergi ke vihara. Kemudian Revata menjadi seorang samanera dan Sariputta Thera diberi tahu hal itu oleh para bhikkhu. Samanera Revata menerima sebuah obyek meditasi dari para bhikkhu dan pergi ke hutan akasia, 30 yojana jauhnya dari vihara. Pada akhir masa vassa ia mencapai tingkat kesucian Arahatta. Sang Buddha disertai Sariputta Thera , Sivali Thera dan 500 bhikkhu pergi mengunjungi Samanera Revata, dan perjalanan itu sangat jauh sekali. Revata mengetahui perihal kunjungan Sang Buddha, lalu dengan kekuatan batin luar biasa ia menciptakan vihara untuk Sang Buddha dan murid-muridnya, dan membuat mereka nyaman ketika mereka tinggal disana.
Pada kejadian ini Sang Buddha membabarkan syair :
Apakah di desa atau di dalam hutan, di tempat yang rendah atau dia atas bukit, dimanapun Para Suci menetap, maka tempat itu sungguh menyenangkan.
( Dhammapada VII. 9 )
RUPANANDA (JANAPADA KALYANI) – Arahatta :
Janapadakalyani adalah putri dari Ibu tiri Pangeran Siddhattha karena sangat cantik ia dikenal dengan nama Rupananda. Ia menikah dengan Nanda, sepupu Pangeran Siddhattha. Suatu hari ia merenung, “Kakak saya meninggalkan keduniawian menjadi bhikkhu dan telah mencapai ke-Buddha-an, keponakan saya, suami saya, ibu saya juga menjadi bhikkhu dan bhikkhuni, sekarang tinggal saya sendiri !” Setelah merenung ia pergi ke vihara untuk ditahbiskan menjadi seorang bhikkhuni. Setelah menjadi bhikkhuni Rupananda mendengar bahwa Sang Buddha sering mengajarkan ketidak kekalan, sehingga ia berusaha untuk menghindari perjumpaan dengan Sang Buddha. Tapi suatu ketika Sang Buddha bertemu dengan Rupananda, Beliau berpikir, “Duri hanya dapat dikeluarkan dengan duri. Rupananda sangat melekat terhadap tubuhnya dan sangat sombong akan kecantikannya, dia harus meninggalkan kemelekatan dan kesombongan akan kecantikannya” Sang Buddha dengan kemampuan batin luar biasamenciptakan seorang gadis berusia 16 tahun duduk didekatnya. Gadis itu hanya dapat dilihatoleh Sang Buddha dan Rupananda. Rupananda sangat mengagumi wajah gadis yang cantik jelita itu. Ketika Rupananda memperhatikan sungguh-sungguh, ia terkejut, gadis tersebut bertambah tua berusia 20 tahun, kemudian menjadi setengah baya, tua dan sangat tua. Rupananda menyadari bahwa dengan timbulnya bayangan baru, bayangan lama lenyap. Dengan kesadaran ini, kemelekatan pada tubuhnya mulai berkurang. Pada saat itu Sang Buddha memberikan khotbah tentang ketidak kekalan, ketidak puasan dan ketanpa intian dari kelompok kehidupan dan Rupananda mencapai tingkat kesucian Sotapatti.
Pada kejadian ini Sang Buddha membabarkan syair :
Kota (tubuh) ini tebuat dari tulang belulang yang dibungkus oleh daging dan darah. Disinilah terdapat kelapukan dan kematian, kesombongan dan iri hati.
( Dhammapada XI, 5 )
Rupananda mencapai tingkat kesucian Arahatta setelah kotbah Dhamma itu berakhir.
ROHINI – Sotapatti :
Pada suatu saat Anuruddha Thera mengunjungi Kapilavatthu. Ketika Anuruddha tinggal di vihara, semua keluarganya kecuali Rohini mengunjunginya. Saat Anuruddha tahu ketidak hadiran Rohini karena kusta, beliau menyuruh untuk memanggil Rohini. Dengan menutupi kepala karena malu Rohini pun dating. Anuruddha menyarankan agar ia melakukan perbuatan baik. Beliau menganjurkan untuk menjual perhiasan dan pakaiannya, dan hasi penjualan tersebut digunakan untuk membangun sebuah kuti bagi para bhikkhu. Selanjutnya Anuruddha Thera meminta Rohini untuk menyapu lantai dan mengisi tempat air setiap ahri meskipun pembangunan kuti sedang berlangsung, dan hasilnya adalah kesehatannya semakin membaik. Saat bangunan kuti selesai, Sang Buddha dan para bhikkhu diundang menerima dana makanan. Setelah bersantap, Sang Buddha bertanya siapa yang berdana kuti dan makanan tersebut, tetapi saat itu Rohini tidak hadir, maka Sang Buddha meminta agar Rohini dipanggil.. Kemudian Sang Buddha bertanya apakah Rohini tahu mengapa ia menderita penyakit yang mengerikan itu, dan Sang Buddha menjelaskan bahwa Rohini menderita penyakit kusta karena perbuatan jahat yang pernah dilakukannya pada kehidupan yang lampau, perbuatan yang diliputi rasa dengki dan marah. Akibat perbuatan jahat itu, Rohini menderita kusta pada kehidupannya yang sekarang.
Pada kejadian ini Sang Buddha membabarkan syair :
Hendaklah orang menghentikan kemarahan dan kesombongan, hendaklah ia mengatasi semua belenggu. Orang yang tidak lagi terikat pada batin dan jasman, yang telah bebas dari nafsu-nafsu, tak akan menderita lagi.
( Dhammapada XVII , 1 )
Pada saat khotbah Dhamma itu berakhir, Rohini mencapai tingkat kesucian Sotapatti.