Peta Serini

III.6 PENJELASAN MENGENAI
CERITA PETA SERINI

[ Serinipetavatthuvannana ]

‘Telanjang dan berpenampilan mengerikan engkau.’Ini dikatakan ketika Sang Guru sedang berdiam di Hutan Jeta sehubungan dengan peti Serini.

Dikatakan bahwa di Hatthinipura1 di kerajaan Kuru ada seorang pelacur bernama Serini. Pada waktu itu, para bhikkhu dari berbagai tempat berkumpul di sana dengan tujuan mengadakan Uposatha2 dan pertemuan besar para bhikkhu pun terjadi. Ketika orang-orang melihat ini, mereka menyediakan dana bahan makanan yang melimpah, seperti misalnya wijen dan nasi dan sebagainya, ghee, mentega segar dan madu dan sebagainya dan mengadakan dana besar-besaran. Pada saat itu pelacur tersebut tidak memiliki keyakinan maupun bhakti, dan hatinya dicengkeram noda keegoisan. Walaupun orang-orang mendorongnya dengan mengatakan, ‘Datanglah dan tunjukkan penghargaanmu pada dana ini!’, dia menunjukkan tidak adanya bhakti sama sekali dengan berkata,’Apa gunanya memberi pada petapa-petapa gundul ini? Mengapa saya harus memberikan bahkan sedikit pun?’ Pada saatnya, dia mati dan muncul sebagai peti di sebuah parit di kota perbatasan.

Pada suatu hari, seorang umat awam, dari Hatthinipura pergi ke kota itu untuk berdagang. Di malam hari, ketika fajar menjelang pagi, dia pergi ke parit itu untuk suatu kebutuhan. Ketika melihat laki-laki itu di sana, peti itu mengenalinya dan, sambil berdiri tidak jauh dari situ, dia menampakkan diri dalam keadaan telanjang, dengan tubuh yang hanya menyisakan kulit dan tulang, sungguh suatu pemandangan yang amat memuakkan. Ketika laki-laki itu melihat peti itu, dia bertanya dengan syair ini:

1. ‘Telanjang dan berpenampilan mengerikan engkau, kurus kering dengan nadi-nadi yang menonjol. Engkau yang kurus, dengan tulang igamu menonjol keluar, siapakah engkau, wahai engkau yang berdiri di sana ?’

Dia memperkenalkan diri kepada laki-laki itu juga dengan satu syair:

2. ‘Saya, tuan, adalah peti yang telah pergi ke kehidupan yang sengsara di alam Yama. Karena telah melakukan suatu tindakan yang jahat, saya telah pergi dari sini ke alam para peta.’

Laki-laki itu bertanya kepada peti itu sekali lagi tentang perbuatan yang telah dilakukannya, dengan syair ini:

3. ‘Tindakan jahat apakah yang telah dilakukan olehmu, lewat tubuh, ucapan, atau pikiran? Sebagai hasil dari tindakan apakah engkau telah pergi dari sini ke alam peta?”,

[202] dan peti itu kemudian memberitahu laki-laki itu tentang tindakan yang telah dia lakukan, dan selanjutnya apa yang harus dilakukan oleh laki-laki itu demi manfaatnya, dengan enam syair ini :

4. Di tempat-tempat pemandian umum saya dahulu mencari koin-koin kecil; walaupun persembahan-jasa berada di depan mata, saya tidak membuat perlindungan bagi diriku.

5. Kini saya mendekati sungai karena kering, tetapi sungai itu menjadi kosong; di tengah-tengah panas saya mendekati tempat teduh, tetapi tempat itu menjadi hangus oleh matahari.

6. Dan angin bagaikan api bertiup ke arahku, membakarku, tetapi saya pantas mendapatkannya, tuan, dan (penderitaan) lain yang lebih mengerikan daripada ini.

7. Ketika engkau pergi ke Hatthinipura, engkau harus mengatakan kepada ibuku, “Saya telah melihat putrimu masuk ke kehidupan yang sengsara di alam Yama. Karena telah melakukan tindakan yang jahat, dia telah pergi dari sini ke alam para peta.

8. Di sini ada yang dahulu tersimpan tetapi tidak diberitahukan olehku – sekitar 400 ribu di bawah dipan.

9. Dari ini dia harus memberikan dana untukku; semoga dana itu juga memberinya nafkah. Dan ketika sudah memberikan dana, ibuku harus menujukan dana itu kepadaku – pada saat itu saya akan bahagia dan diberkahi secara melimpah dengan semua yang saya inginkan.’”

4 Di sini, di tempat-tempat pemandian umum (anavatesu titthesu): di tempat-tempat pemandian, seperti misalnya sungai dan kolam dan sebagainya yang tidak dikuasai3 oleh siapa pun, di tempat orang mandi dan membersihkan diri. Saya dahulu mencari koin-koin kecil (vicini addhamasakam): karena dikuasai keserakahan, saya mencari, saya menelusuri, bahkan koin-koin4 terkecil sambil berpikir, ‘Disini, mungkin saya bisa menemukan sesuatu yang diletakkan orang-orang dan kemudian dilupakan.’ Atau, pilihan lain, di tempat-tempat pemandian umum (anavatesu titthesu): di mana para petapa dan brahmana dapat ditemukan -‘tempat-tempat mandi’ yang tidak dikuasai oleh kedatangan siapa pun serta yang memberikan sarana pemurnian perilaku dan kecenderungan para makhluk. Saya dahulu mencari koin-koin kecil (vicini addhamasakam): dengan hati yang dikuasai noda-noda keegoisan dan tanpa memberikan apa pun kepada siapa pun, saya khususnya mencari bahkan koin-koin kecil dan tidak mengumpulkan jasa apa pun. Karena alasan inilah dia mengatakan, ‘Walaupun persembahan jasa berada di depan mata, saya tidak membuat perlindungan bagi diriku.’

5 Kering (tasita): haus. Kosong (rittaka): walaupun sungai itu tadinya mengalir, begitu penuh sampai meluap sehingga gagak pun dapat minun darinya, namun sungai itu menjadi kosong dan hampa air, menjadi sekadar pasir belaka, karena tindakan jahatku. [203] Di tengah-tengah panas (unhesu): pada saat-saat panas. Tempat itu menjadi hangus oleh matahari (atapo parivattati): tempat yang teduh ketika didekati olehku menjadi hangus oleh matahari.

6 Bagaikan api (aggivanno): bagaikan api bila disentuh. Karena alasan inilah maka dikatakan, ‘Bertiup (ke arahku) membakar (-ku).’ Tetapi saya pantas mendapatkannya, tuan ( etan bhante arahami): dia berbicara dengan penuh hormat pada pengikut awam dengan menyebutnya ‘tuan’. Tetapi saya pantas menjalani penderitaan yang telah disebutkan sebelumnya itu dalam bentuk kehausan dan sebagainya, tuan, serta kesengsaraan lain yang lebih mengerikan, lebih keras, daripada ini, karena saya telah melakukan tindakan jahat seperti – demikianlah artinya.

7 Engkau harus mengatakan:vajjesi=vadeyyasi(bentuk tata bahasa alternatif).

8 Di sini ada yang dahulu tersimpan (tetapi) tidak diberitahukan (ettha nikkhittam anakkhatam): jumlah dari apa yang tersimpan tidak diucapkan. Kemudian peti itu berkata, ‘Sekitar 400 ribu di bawah dipan’, yang menunjukkan jumlah dan tempat di mana itu diletakkan. Di sini, dipan (pailankassa): dipan tempat dia dahulu tidur.

9 Dari ini (tato): mengambil satu porsi dari kekayaan yang disimpan dan memberikan dana atas namaku. -nya (tassa): ibuku.

Setelah peti itu mengatakan demikian, pengikut awam itu menyetujui apa yang telah dikatakan. Dia menyelesaikan urusannya di sana, pergi ke ~atthinipura clan menyampaikan al ini kepada ibu pefi itu. Untuk menunjukkan kenyataan inilah ereka yang mengulang teks berkata:

10. ‘” Baiklah,” dia setuju dan pergi ke Hatthinipura (dan berkata), “Saya telah melihat putrimu masuk ke kehidupan yang sengsara di alam Yama. Karena telah melakukan tindakan yang jahat, dia telah pergi dari sini ke alam para peta.

11. Dia membujukku, pada saat itu, dengan mengatakan ‘Engkau harus mengatakan kepada ibuku, “Saya telah melihat putrimu masuk ke kehidupan yang sengsara di alam Yama. Karena telah melakukan tindakan yang jahat, dia telah pergi dari sini ke alam para peta”.

12. Di sini ada yang dahulu disimpan tetapi tidak diberitahukan olehku – sekitar 400 ribu di bawah dipan.

13. [204] Dari ini dia harus memberikan dana untukku; semoga dana itu juga memberinya nafkah. Dan ketika sudah memberikan dana, ibuku harus menujukan dana itu kepadaku – pada saat itu saya akan bahagia dan diberkahi secara melimpah dengan semua yang saya inginkan.” ‘”

14. Setelah itu dia memberikan dana dan menujukan dana itu kepada peti tersebut – dan peti itu pun menjadi bahagia dan memiliki tubuh yang indah dipandang.5

Hal ini dapat dipahami dengan mudah.

Ketika mendengar hal ini, ibu peti itu memberikan dana kepada Sangha para bhikkhu dan menujukan dana itu kepadanya. Setelah terbentuk di dalam keagungan sarana penghidupan yang telah diterimanya dengan cara ini, peti itu pun menampakkan dirinya di hadapan ibunya dan menjelaskan penyebabnya. Ibunya menceritakan hal itu kepada para bhikkhu, dan para bhikkhu kemudian mengemukakan persoalan itu ke hadapan Sang Buddha. Sang Buddha menganggap hal itu sebagai kebutuhan yang muncul, dan mengajarkan Dhamma kepada mereka yang berkumpul disana. Ajaran itu bermanfaat bagi orang-orang tersebut.

Catatan

  1. Hastinapur, ibu kota dari dinasti Kauraya yang terkenal, yang membentuk satu dari dua keluarga yang bermusuhan di dalam perang Mahabarata.
  2. Upacara Uposatha umat awam yang terkait dengan fase bulan. Seperti halnya rembulan pada malam purnama dapat dianggap seperti matahari, demikian pula umat awam yang berpakaian putih, pada saat-saat itu dapat dianggap seperti bhikkhu (walaupun sebelumnya: arahat) yang berpakaian kuning, dengan mengambil sila tambahan bagi dirinya sendiri; bandingkan A i 211 dst., iv 388 dst.
  3. anivaritesu; PED sv nivarita secara keliru menyatakan arti nivarita sebagai ‘tidak terhalangi’ di mana yang terakhir ini adalah arti dari bentuk negatifnya, seperti tersebut di sini.
  4. Detail untuk koin ini, lihat PED sv masaka. Pengertian Gehman untuk syair ini keliru.
  5. Be terbaca di sini: peti ca sukhita asi tassa c’ asi sujivika, dan peti itu menjadi gembira sedangkan (ibu) dia memperoleh kehidupan yang lebih baik