Peta Ular

II. 12 PENJELASAN MENGENAI CERITA
PETA KANNAMUNDA

(Kannamundapetavatthu)

 

‘Anak-anak tanggamu keemasan.’ ini yang dikatakan ketika Sang Guru sedang berdiam di Savatthi berkenan dengan peti Kannamunda.

Dikatakan bahwa dahulu kala, [151] pada zaman Buddha Kassapa, di kota kimbila tinggallah seorang umat yang telah menjadi sotapanna. Dia memiliki keyakinan dan mempunyai lima ratus pengikut. Dia mengejar tindakan-tindakan yang berjasa seperti misalnya menanam hutan-hutan pesiar, memadatkan jalan lintas di rawa-rawa, membangun jembatan, dll. Sementara tinggal disana, dia menyuruh membangun sebuah vihara untuk Sangha dan kadang-kadang pergi bersama mereka ke vihara itu. Istri para pengikutnya juga umat awam dan sering pergi bersama-sama ke vihara dengan rukun. Dengan wewangian, untaian bunga dan minyak dll. di tangan, mereka beristirahat di tengah jalan di hutan pesiar dan rumah peristirahatan dll. sebelum melanjutkan perjalanan. Suatu hari,

beberapa orang jahat – yang duduk bersama di rumah peristirahatan tersebut- melihat kecantikan mereka ketika mereka berangkat setelah beristirahat di sana, dan menjadi tertarik kepada wanita-wanita itu. Ketika orang-orang jahat itu menyadari bahwa wanita-wanita tersebut memiliki perilaku luhur, mereka mulai berbicara satu sama lain (sambil bertanya-tanya di dalam hati), “Siapakah yang dapat mematahkan keluhuran salah satu dari mereka? ‘Aku bisa’, kata seorang. Maka mereka bertaruh. “Kita bertaruh seribu. Jika engkau bisa, kami harus memberimu seribu, tetapi jika tidak bisa, engkau harus memberi kami seribu.’ Dia mencoba dengan berbagai cara, karena keserakahan (untuk mendapat uang itu) dan rasa takut (kalau kalah taruhan). Dia memainkan vina bersenar tujuh yang mengeluarkan nada yang manis ketika para wanita itu datang ke tempat peristirahatan. Dengan lagu-lagu yang bersifat erotis dan suara yang manis dia menyebabkan salah seorang dari mereka – lewat suara lagu itu- melanggar moralitas. Dia berzinah dengan wanita itu dan memenangkan taruhan seribu dari orang-orang jahat itu. Mereka yang kalah taruhan seribu kemudian melaporkan (urusan itu) kepada suami si wanita. Karena tidak percaya pada mereka, dia menanyai istrinya, ‘Apakah engkau memang demikian seperti yang dikatakan oleh orang-orang ini?’ ‘Saya tidak tahu hal seperti itu’, sanggahnya. Ketika sisuami tidak mempercayainya, si istri menunjuk seekor anjing yang sedang berdiri di dekatnya dan mengucapkan sumpah sambil mengatakan, ‘Jika saya melakukan tindakan jahat seperti itu, semoga anjing hitam yang telingannya terpotong itu memakanku di mana pun saya dilahirkan!’ [152] Walaupun lima ratus wanita lain mengetahui bahwa wanita itu berzinah, namun ketika ditanya, ‘Apakah dia melakukan tindakan yang jahat seperti itu?’ mereka berbohong sambil berkata, ‘Kami tidak tahu hal seperti itu?, dan mengucapkan sumpah sambil mengatakan, ‘ Jika kami tahu hal ini, semoga kami menjadi budak-budaknya di seluruh kehidupan-kehidupan kami (yang akan datang)!’

Wanita pezinah itu merana karena hatinya tersiksa oleh nurani yang tidak enak dan tidak lama kemudian meninggal dunia. Dia muncul sebagai vimanapeti di tepi danau Kannamunda, salah satu dari tujuh Danau Besar Himalaya, raja segala gunung, dan diseluruh sisi kerajaannya muncul kolam teratai yang cocok baginya untuk mengalami hasil-hasil tindakannya. Ketika lima ratus wanita lainnya meninggal dunia, mereka muncul sebagai budaknya karena telah mengucapkan sumpah itu. Sebagai buah dari tindakan-tindakan berjasa yang telah dilakukan sebelumnya, dia menikmati keelokan surgawi di sana selama siang hari, tetapi pada tengah malam, karena didorong oleh kekuatan tindakan-tindakan jahatnya, dia bangkit dari tempat tidurnya dan pergi ke tepi kolam teratainya. Ketika dia sampai di sana, seekor anjing hitam sebesar gajah muda yang penampilannya mengerikan, tajam, menonjol keluar dan garang, matanya melotot lebar dan menyerupai bara kayu akasia yang terbakar, lidahnya menjulur keluar bagaikan serentetan kilat halilintar yang tanpa henti, dengan cakar yang ganas dan tajam, serta bulu yang kusut, panjang dan mengerikan. Anjing itu datang dan membanting peti itu ke tanah dengan keras, melahapnya dengan kasar seakan-akan dikuasai rasa lapar yang luar biasa. Setelah membuat peti tinggal kerangka saja, anjing itu menyeret si peti dengan taringnya, melemparkannya ke kolam teratai dan kemudian lenyap. Begitu dibuang ke situ, peti itu segera kembali menjadi bentuknya semula. Setelah memanjat keluar, dia menuju istananya dan berbaring di ranjangnya. Lima ratus lainnya hanya menjalani kesengsaraan sebagai budaknya. Mereka terus hidup di sana dengan cara ini selama lima ratus lima puluh tahun. Tetapi kemudian mereka menjadi tidak puas meskipun terus menikmati keelokan surgawi, karena tidak ada pria. Disana ada sungai yang bermula dari danau kannamunda dan mengalir ke sungai Gangga setelah melewati celah-celah gunung. [153] Didekat tempat tinggal mereka ada suatu daerah berhutan seperti hutan untuk pesiar, dan dihiasi buah-buah surgawi, pohon mangga, pohon nangka dan sukun dll. Mereka berpikir demikian, ‘Seandainya kita melemparkan buah-buah mangga ini ke dalam sungai itu, pasti ada seorang pria yang melihat buah itu dan datang ke sini karena serakah untuk buah (semacam itu) dan kemudian kami dapat bersenang-senang dengan dia. Dan mereka melakukannya. Beberapa dari buah mangga yang mereka lemparkan itu diambil oleh para petapa, beberapa oleh para rimbawan dan beberapa menyangkut ditepi sungai. Tetapi satu buah hanyut sampai sungai Gangga dan pada saatnya mencapai Benares, pada saat itu raja Benares sedang mandi di sungai Gangga ditempat yang berbatas jala tembaga. Dibawa arus sungai, akhirnya buah itu menyangkut di jala tembaga. Ketika para pengawal raja melihat buah mangga surgawi yang besar, ranum warnanya, harum baunya dan penuh citarasa, mereka mempersembahkannya kepada raja. Raja itu makan sepotong. Untuk mengujinya, raja memberikannya kepada seorang perampok yang di penjara menunggu eksekusi, untuk dimakan. Setelah memakannya, perampok itu berkata, Tuanku, belum pernah saya makan mangga semacam ini; menurut saya, ini pasti buah mangga surgawi.’ Raja memberinya sepotong lagi yang kemudian dimakannya. Begitu selesai makan, ramputnya yang putih hilang, dan kerutan-kerutan wajahnya lenyap. Penampilannya menjadi amat memakau, bagaikan orang yang masih muda. Melihat hal ini, raja merasa amat heran dan takjud. Rajapun makan buah mangga itu dan tubuhnya berubah menjadi anggun. Dia bertanya kepada para pengawalnya, Dimana dapat ditemukan buah mangga semacam itu?” Katanya ada di Himalaya, raja segala gunung, tuanku, kata mereka. ketika ditanya ‘Apakah mungkin mendapatkannya?’, mereka berkata, ‘Para rimbawan tahu, tuanku.’ Raja pun memanggil para rimbawan, memberitahukan persoalan itu dan kemudian berunding dengan mereka. Setelah memberikan seribu kahapana kepada seorang rimbawan yang berada dalam keadaan kacau, raja mengirimnya pergi sambil berkata, ‘Berangkatlah segera dan ambilkan buah mangga ini untukku.’

Rimbawan itu memberikan seribu kahapana tersebut, kepada istri dan anak-anaknya, mengambil bekal makanan untuk perjalanan dan menyusuri sungai Gangga menuju ke hulu sungai Kannamunda. Ketika telah melampaui jalan manusia, dia melihat seorang petapa di suatu tempat enam puluh yojana di bawah danau Kannamunda. Setelah mengikuti rute yang dijelaskan oleh petapa ini, dan sekali lagi dia melihat petapa lain di suatu tempat lima belas yojana (jauhnya). kepada petapa ini dia memberitahukan alasan perjalanannya. Petapa itu menasihatinya dengan berkata, ‘Dari sini engkau harus meninggalkan sungai Gangga yang besar ini. Ikutilah sungai kecil ini sampai ke hulu. Disana engkau akan melihat celah gunung. Engkau harus mengambil kayu obor dan masuk dimalam hari. karena sungai itu tidak mengalir di malam hari, maka inilah (waktu) yang cocok bagimu untuk melanjutkan perjalanan. Ketika telah berjalan beberapa yojana, engkau akan melihat mangga-mangga itu. ‘Dia melakukan hal itu dan pada pagi hari dia sampai dihutan mangga yang amat menawan. Terdengar suara lagu burung-burung beraneka jenis dan terlihat gerombolan pohon yang cabang-cabangnya membentang dan merendah karena beratnya buah yang bergantung di dahannya. Tempat itu gemerlapan karena semburan sinar dari berbagai permata. ketika para wanita yang bukan manusia ini melihatnya datang dari jauh, mereka berlari menyambutnya sambil berkata, ‘Pria ini milikku! Pria ini milikku!’ Namun, begitu rimbawan itu melihat mereka, dia ketakutan karena dia bukan orang yang telah melakukan tindakan-tindakan berjasa yang akan memberinya hak untuk menikmati keelokan surgawi di sana bersama mereka. Dengan berteriak keras, dia berlari dan melaporkan peristiwa itu kepada raja setelah dia sampai di Benares. mendengar hal ini, raja dipenuhi nafsu keinginan untuk melihat wanita-wanita dan makan mangga itu. maka dia mempercayakan kerajaannya kepada para penasihat khususnya, dan – dengan alasan pergi berburu- raja melengkapi diri dengan busur dan anak panah, mengenakan pedangnya. Dengan ditemani beberapa pengawal, raja kemudian pergi mengikuti jalan yang telah ditunjukkan rimbawan itu. Dia menempatkan orang-orangnya di suatu tempat beberapa yojana jauhnya dan terus melanjutkan perjalanan hanya dengan mengajak rimbawan itu. Pada waktunya raja menyuruh rimbawan itu kembali dari sana juga [155] dan memasuki hutan mangga ketika matahari terbit. Ketika wanita-wanita itu melihatnya bagaikan devaputta yang baru saja muncul, mereka pergi menemuinya. Ketika menyadari bahwa pendatang ini adalah seorang raja, mereka dipenuhi dengan kasih sayang dan rasa hormat. Mereka memandikan raja dengan baik dan menghiasinya dengan pakaian dan hiasan surgawi, rangkaian bunga, wewangian dan minyak. Kemudian mereka memberinya makanan surgaawi dengan citarasa pilihan dan melayaninya sesuai dengan keinginan-keinginannya.

Setelah seratus lima puluh tahun berlalu, raja terbangun di suatu tengah malam. Sambil duduk, dia melihat peti pezinah itu pergi ke tepi kolam teratai. Raja mengikuti peti itu, karena ingin mengetahui ke mana dia pergi pada waktu (malam) itu, dan melihatnya dimakan oleh anjing ketika peti itu sampai di sana. Raja merenungkan (hal itu) selama tiga hari tanpa memahami semua artinya. Memutuskan bahwa anjing itu pasti musuhnya, raja membunuh (anjing itu) dengan cara memanahnya memakai anak panah yang tajam. Dia kemudian mencebur untuk meraih wanita di dalam kolam itu dan, ketika melihat wanita itu telah memperoleh penampilannya seperti semula, raja pun bertanya tentang peristiwa itu lewat syair-syair ini :

1. ‘Anak-anak tanggamu keemasan dan bertaburkan pasir emas, lili air putih disana indah, berbau harum dan menyenangkan bagi pikiran,
2. Ditutup dengan berbagai pohon dan dipenuhi semua jenis wewangian; ditutupi berbagai teratai, ditutupi teratai-teratai putih;
3. Memikat, mereka menyebarkan bau harum ke sekelilingnya ketika tertiup angin sepoi; menggema suara-suara angsa dan burung bangau, diiringi suara itik-itik merah;
4. Dikerumuni berbagai kelompok burung dan dipenuhi nyanyian berbagai burung; pohon-pohon yang memberikan berbagai buah dan kayu-kayu yang memberikan berbagai bunga;
5. [156] Penampilan kota semacam ini tidak ada (ditemukan) di antara manusia. Dan engkau mempunyai banyak istana yang terbuat dari perak dan emas; berkilau, istana-istana itu bersinar keseluruh empat penjuru.
6. Mereka yang menjadi pelayan-pelayanmu, lima ratus pelayan-pelayanmu (ini) mereka mengenakan gelang tangan dan gelang kaki, dan kepala mereka dihiasi rangkaian bunga emas.
7. Banyak dipan engkau miliki, terbuat dari perak dan emas , dan ditutupi (kulit) rusa kadali, yang dirancang dengan baik dan ditebari bulu-bulu wol yang panjang.
8. Ketika engkau pergi beristirahat disana, secara melimpah engkau memperoleh semua yang engkau inginkan, tetapi toh ketika tengah malam tiba, engkau bangkit dari sana dan pergi keluar;
9. Engkau pergi ke tempat hiburan dan engkau berdiri di tepian berumput hijau cerah, yang sepenuhnya mengelilingi kolam teratai itu,
10. Di sana seekor anjing dengan telinga terpotong melahap tangan dan kakimu dan ketika dia telah melahapmu dan membuatmu menjadi kerangka, engkau kemudian menceburkan diri ke kolam teratai dan tubuhmu menjadi bersih seperti semula.
11. Kemudian dengan tangan kaki yang kembali seperti semula, cantik dan indah dipandang mata, engkau mengenakan pakaian dan datang ke hadapanku.
12. Tindakan jahat apakah yang telah dilakukan olehmu lewat tubuh, ucapan dan pikiran? Sebagai akibat dari tindakan yang manakah maka anjing bertelinga-terpotong itu melahapmu sepotong demi sepotong?’

Ketika ditanya demikian oleh raja, peti tersebut mengucapkan lima syair yang menerangkan kisahnya dari awal :

13. Di Kimbila dahulu ada seorang perumah tangga, seorang umat awam yang memiliki keyakinan; saya adalah istrinya yang memiliki perilaku buruk dan berzinah.
14. Suamiku mengatakan ini (kepadaku) ketika saya berzinah, “Ini tidak sesuai dan tidak cocok – bahwa engkau berzinah dibelakangku dengan cara ini.”
15. Saya mengucapkan kebohongan yang mengerikan ketika saya membuat sumpah dengan mengatakan,”Saya tidak berzinah dibelakangmu baik melalui tubuh maupun melalui pikiran.
16. Jika saya berzinah dibelakangmu baik melalui tubuh maupun melalui pikiran, maka semoga anjing bertelinga terpotong ini melahapku sepotong demi sepotong.”
17. Sebagai akibat dari tindakan itu dan sekaligus karena kenyataan bahwa saya berbohonglah maka selama tujuh ratus tahun sejak itu saya telah menjalani dimakan sepotong demi sepotong oleh anjing bertelinga terpotong itu.’

Setelah berbicara demikian, peti itu mengucapkan dua syair untuk memuji pelayanan yang telah diberikan oleh raja:

18. ‘Dan engkau, tuanku, telah datang ke sini demi saya dan telah memberikan bantuan yang besar; saya telah terbebas dari anjing bertelinga terpotong itu dan saya tak lagi merasa sedih, karena tidak memiliki rasa takut apa pun dari mana pun.
19. Saya memberi hormat dihadapanmu , yang mulia, dan memohon kepadamu dengan penghormatan anjali: nikmatilah kesenangan-kesenangan indera bukan manusia ini, tuanku, hiburlah dirimu dengan saya.’

Pada saat itu raja telah bosan hidup di sana dan memberitahukan niatnya untuk pergi. Ketika peti itu mendengar hal ini, karena kemelekatannya terhadap raja itu , dia mengucapkan syair (yang bermula dengan:) ‘Saya memberi hormat di hadapanmu, yang mulia’, untuk memohon agar raja tetap tinggal di sana.’ Tetapi raja tetap berkeinginan teguh untuk pergi, dan mengucapkan syair penutup ini untuk menyampaikan niatnya:

20. Aku telah menikmati kesenangan-kesenangan indera bukan manusia ini dan bersenang-senang bersamamu. Engkau yang beruntung, aku mohon kepadamu, bawalah aku kembali dengan cepat.’

Kemudian vimanapeti itu mendengar apa yang dikatakan raja tsb, dia tidak mampu menanggung perpisahan mereka. Dengan hati yang kacau dan sakit karena kesedihan, tubuhnya gemetar. Walaupun memohon dengan berbagai cara, dia tetap tidak dapat membujuk raja untuk tinggal di sana. Maka dia lalu membawa raja ke kota dengan banyak permata yang besar nilainya, dan membimbingnya menuju istananya. Setelah menangis dan meratap, dia kembali ke tempat tinggalnya sendiri. Ketika raja melihat hal ini, dia menjadi gelisah. Maka dia melakukan tindakan-tindakan berjasa seperti misalnya memberi dll. dan pada waktunya dia menuju surga. Ketika Sang Buddha muncul di dunia dan telah memutar Roda Dhamma Agung, dan pada saatnya tiba di Savatthi, Y.M.Mahamongallana pada suatu hari berkelana di pegunungan. Beliau melihat wanita itu dengan para pengikutnya, dan menanyai wanita itu tentang perilaku yang telah dilakukannya. Wanita itu menceritakan segalanya kepada Y.M.Mahamonggallana dari awal mulanya. Thera tersebut mengajukan persoalan itu kepada Sang Buddha. Sang Buddha menganggap hal itu sebagai kebutuhan yang muncul, dan mengajarkan Dhamma kepada mereka yang berkumpul di sana. Orang-orang itu , setelah menerima goncangan ini, meninggalkan tindakan-tindakan jahat, melakukan tindakan-tindakan yang berjasa seperti misalnya memberi dan sebagainya, bergembira di dalam Dhamma dan pada waktunya menuju surga.

 

 

Leave a Reply 0 comments