IV.6 PENJELASAN MENGENAI CERITA
PETA ANAK LELAKI
[Kumarapetavatthuvannana]
[261] ‘Kota yang bernama Savatthi.’ Sang Guru yang sedang berdiam di Hutan Jeta menceritakan hal ini sehubungan dengan dua peta.
Dikatakan bahwa di Savatthi dua putera raja Kosala berwajah tampan dan berada di usia yang sebaik-baiknya, tetapi mereka mabuk dengan kesombongan masa muda.(1) Mereka main dengan isteri-isteri orang lain. Ketika mati, mereka muncul sebagai peta di parit dan di malam hari mereka akan meraung dengan suara yang mengerikan.(2). Ketika orang-orang mendengarnya, mereka merasa takut. Mereka memberikan dana yang besar kepada Sangha para bhikkhu dengan Sang Buddha sebagai pemimpinnya. Mereka berpikir, ‘Setelah bertindak demikian, semoga pertanda jelek ini bisa mereda’, dan mengajukan masalah tersebut kepada Sang Buddha. Sang Buddha berkata, ‘Para pengikut awam, tidak ada bahaya(3) apa pun (yang bisa datang) pada kalian karena mendengar suara itu’, dan kemudian menyatakan syair-syair ini yang menjelaskan penyebabnya dan mengajarkan Dhamma:
1 ‘Kota yang bernama Savatthi diapit pegunungan Himalaya. Aku telah mendengar bahwa di sana ada dua lelaki yang merupakan putra-putra raja.
2 Mabuk dengan hal-hal yang memikat(4) dan mencari kesenangan dalam pemuasan nafsu-nafsu indera, mereka sangat menginginkan kebahagiaan saat ini dan tidak memperhatikan masa depan.
3 Dan, setelah jatuh dari alam manusia dan dari sini pergi menuju alam berikutnya, mereka -yang sekarang tak terlihat— meratapi(5) kejahatan yang mereka lakukan di masa lalu (sambil berkata),
4 “Walaupun banyak yang hadir dan persembahan-jasa sudah disiapkan, kami tidak dapat melakukan bahkan sedikitpun yang akan dapat memberi kami kebahagiaan;(6)
5 Kejahatan apa yang bisa lebih besar daripada ini – sehingga kami jatuh dari keluarga kerajaan dan muncul di alam peta, dirundung kelaparan dan kehausan?”
6 Setelah menjadi penguasa di sini, mereka tidak lagi menjadi penguasa di sana – mereka berkelana ke mana-mana dalam kelaparan dan kehausan; dari status yang tinggi ketika menjadi manusia, mereka sekarang menjadi yang paling rendah.
7(7) Ketika kesialan yang muncul dari mabuk kekuasaan ini terwujud [262] dan mabuk kekuasaan ini telah ditinggalkan, manusia akan menuju surga; pada saat tubuhnya hancur, orang bijaksana ini muncul di surga.’
1 Di sini, Aku telah mendengar bahwa (iti me sutam): artinya tidak saja karena aku telah melihat hal ini dengan mataku sendiri, namun aku juga(8) telah mendengar(9) demikian karena hal itu merupakan pengetahuan umum di dunia.
2 Mencari kesenangan dalam pemuasan nafsu-nafsu indera (kamassadabhinandino): bersifat mengejar kesenangan dengan cara pemuasan dalam kenikmatan indera. Mereka sangat menginginkan kebahagiaan saat ini (paccuppannasukhe giddha): mereka amat merindukan, mereka serakah untuk mencapai kebahagiaan saat ini(10) saja. Tidak memperhatikan masa depan (na te passimsu nagatam): mereka tidak memikirkan kebahagiaan yang diperoleh di antara para dewa dan manusia di masa depan, di waktu yang akan datang, dengan meninggalkan perilaku yang buruk dan mempraktekkan perilaku yang baik.
3 Mereka -yang sekarang tidak terlihat- meratapi (te ‘dha ghosentyadissanta)’. para peta yang dulunya adalah putra-putra raja itu sekarang meratap, menangis tak terlihat, di dekat Savatthi. Apakah yang mereka tangisi? Dia berkata, ‘Kejahatan yang mereka lakukan di masa lalu.’ Kemudian, untuk menunjukkan dengan analisa sehubungan dengan sebab dan akibat(11) alasan mengapa mereka meratap dan menangis maka dikatakan (syair) yang bermula: ‘Walaupun banyak yang hadir’.
4 Di sini, walaupun banyak yang hadir (bahusu vata santesu): walaupun ada banyak yang pantas memperoleh dana. Dan persembahan-jasa sudah disiapkan (deyyadhamme upatthite): dan harta benda mereka sendiri yang cocok untuk diberikan sebagai persembahan-jasa telah ada di tangan, artinya semuanya tersedia. Bahkan sedikitpun yang akan dapat memberi kami kebahagiaan (parittam sukhavaham): celakanya, kami tidak dapat bertindak untuk menuju keselamatan kami sendiri, keamanan kami sendiri, karena sedikitpun belum melakukan tindakan berjasa yang akan memberi kami kebahagiaan di masa depan – demikianlah ini harus dipahami.
5 Kejahatan apa yang bisa lebih besar daripada ini? (kim tato papakam assa): apa lagi yang bisa ada, yang mungkin ada. yang lebih jahat, lebih rendah, daripada ini? Sehingga kami jatuh dari keluarga kerajaan (yan no rajakula cuta), artinya sehingga kami jatuh karena tindakan-tindakan jahat itu dari keluarga kerajaan dan sekarang muncul di antara para peta. dan berkelana kian kemari menderita kelaparan dan kehausan.
6 Setelah menjadi penguasa di sini (samino idha hutvana): mereka berkelana di sini, di alam ini, di tempat yang sama dengan ketika mereka dahulu berkuasa, (tetapi) mereka bukan lagi penguasa(12) di sana,(13) di tempat yang sama itu. Dari status yang tinggi ketika menjadi manusia, mereka sekarang menjadi yang paling rendah (manussa unnatonata): (walaupun) mereka dulu berkuasa pada saat menjadi manusia, namun sekarang, setelah kematian, [263] mereka memiliki status yang paling rendah dan berkelana kian kemari dalam kelaparan dan kehausan karena tindakan-tindakan mereka – lihatlah sifat samsara yang ditunjukkan.
7 Ketika kesialan yang muncul dari mabuk kekuasaan ini terwujud (etam adinavam natva issaramadasambhavam): ketika kesialan, kesalahan, yang muncul sebagai akibat dari mabuk kekuasaan -yaitu muncul di alam kesedihan- terwujud dan mabuk kekuasaan ini ditinggalkan, tindakan-tindakan berjasa pun akan dikejar. Manusia akan menuju surga (bhave saggagato naro): dia pasti akan menuju surga, menuju alam devaloka.
Ketika Sang Guru telah menjelaskan masalah peta-peta itu, dan telah menerima dana makanan yang diberikan oleh orang-orang itu untuk ditujukan kepada para peta tersebut, Beliau mengajarkan Dhamma yang sesuai dengan kecenderungan-kecenderungan(14) dari kelompok yang berkumpul di sana. Ajaran itu bermanfaat bagi orang-orang tersebut.
Catatan:
1 Terbaca yobbanamadamatta pada Se Be untuk yobha- pada teks.
2 bheravena; lihat PvA 152.
3 Bukan ‘engkau tidak akan berhenti mendengar suara yang mengganggu itu’ seperti yang diusulkan Gehman, sedangkan terjemahan dari syair-syair berikutnya juga keliru.
4 Terbaca sammatta rajaniyesu pada Be untuk pamatta rajaniyesu pada teks (pamatta rajaniyesu pada Se); bandingkan komentar di III 7.
5 Terbaca ghosentyadissanta pada Se Be untuk ghosenti na dissanto pada teks.
6 Terbaca parittam katum sukhavaham pada Se Be untuk sotthi katum parittasukhavaham pada teks.
7 Teks secara keliru memberikan nomor 9 kepada syair ini.
8 Terbaca na kevalam … atha kho pada Se Be untuk na kevalam… ettha kho. pada teks.
9 Terbaca sutam pada Se Be untuk suttam pada teks.
10 Terbaca vattamanasukhamatte pada Se Be untuk vaddha- pada teks.
11 phalato, secara harafiah, berarti buah atau hasil.
12 Terbaca assamino pada Se Be untuk assamika pada teks.
13 Terbaca tahim tasmim pada Se Be untuk Tahin ti tasmim pada teks.
14 Bukan ‘seperti keinginannya’ seperti yang diusulkan Gehman.