MEDITASI – AJAHN CHAH
Saudara-saudara pencari kebajikan yang hadir di sini, dengarkanlah Dhamma dalam damai. Mendengarkan Dhamma dalam damai artinya mendengarkan dengan satu pikiran yang terpusat, memperhatikan apa yang didengar untuk kemudian melepaskan. Mendengarkan Dhamma adalah salah satu berkah utama, sambil mendengarkan Dhamma kita mendorong diri untuk membuat tubuh dan pikiran berada dalam samadhi (salah satu bentuk latihan dhamma). Pada jaman Sang Buddha orang mendengarkan Dhamma dengan penuh perhatian, dengan pikiran yang bercita-cita mencapai pengertian yang benar, dan beberapa orang benar-benar mengerti Dhamma sewaktu mendengarkannya.
Tempat ini sesuai untuk berlatih. Setelah tinggal di sini beberapa hari saya dapat melihat betapa pentingnya tempat ini. Dari luar tempat ini tampak sudah tenang, tinggal dalamnya yaitu hati dan pikiranmu. Jadi saya minta kalian berusaha memperhatikan dengan sungguh-sungguh.
Mengapa kalian berkumpul di sini untuk berlatih meditasi? Karena hati dan pikiran kalian tidak mengerti apa yang seharusnya dimengerti. Dengan kata lain, kalian tidak tahu benar-benar bagaimana sebenarnya sesuatu itu atau sesuatu itu sebenarnya apa, kalian tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah, apa yang menyebabkan penderitaan dan yang menyebabkan keraguan. Pertama, marilah menenangkan diri, tujuan kalian datang ke sini adalah untuk mengembangkan ketenangan dan kontrol diri karena hati dan pikiran kalian tidak tenang. Pikiran kalian tidak tenang, tidak terkontrol, terombang-ambing oleh keraguan dan keresahan, inilah alasan mengapa kalian berada di sini dan sedang mendengarkan dhamma saat ini.
Saya ingin kalian memusatkan pikiran dan mendengar baik-baik apa yang saya katakan, dan ijinkanlah saya berbicara dengan terus terang karena memang begitulah adanya saya. Mohon dimengerti bahwa meskipun saya berbicara dengan kesan memaksa, saya melakukannya berdasarkan niat baik. Saya mohon maaf jika saya mengatakan sesuatu yang menjengkelkan anda, karena adat Thailand dan Barat tidaklah sama. Sebenarnya berbicara keras bisa jadi baik karena itu akan membantu menggugah orang yang mungkin mengantuk, atau melamun, atau membiarkan pikiran mengembara kemana-mana, bukannya mendengarkan Dhamma. Akibatnya mereka tidak pernah mengerti apapun.
Meskipun tampaknya ada banyak cara untuk berlatih, namun sebenarnya hanya ada satu cara, seperti halnya pohon yang berbuah, memang buahnya mungkin cepat dihasilkan dengan sistem cangkok, tetapi pohon itu sendiri tidak akan menjadi pohon yang kuat dan mampu bertahan lama. Cara lain adalah dengan menanam dari biji, yang akan menghasilkan pohon yang kuat dan ulet, demikian juga dengan latihan.
Ketika saya dulu mulai berlatih, saya sulit memahami hal ini. Selama saya masih belum mengerti apa sebagai apa, meditasi duduk adalah suatu siksaan, bahkan terkadang membuat saya menangis. Kadang saya menargetkan terlalu tinggi, kadang terlalu rendah, tidak pernah seimbang. Berlatih dalam damai berarti menempatkan pikiran tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah, melainkan pada titik keseimbangan.
Saya dapat melihat bahwa hal ini sangat membingungkan kalian semua, yang datang dari berbagai tempat dan dengan berbagai macam latar belakang latihan dari berbagai guru. Ketika datang berlatih di sini kalian pasti terganggu dengan berbagai macam keraguan. Guru yang satu mengatakan kalian harus menggunakan metode ini, yang lain menganjurkan metode yang lain lagi. Kalian bertanya-tanya metode mana yang harus dipakai, ragu akan inti latihan hasilnya adalah kebingungan. Begitu banyak guru dan ajaran sehingga seseorang tidak tahu bagaimana menyerasikan latihannya, sebagai hasilnya ada banyak keraguan dan ketidakpastian.
Kalian harus berusaha agar tidak berpikir terlalu banyak, jika kalian berpikir, lakukanlah dengan kesadaran. Tetapi yang terjadi selama ini, pemikiran kalian belum didasari kesadaran. Pertama kalian harus menenangkan pikiran kalian dengan kesadaran dan tidak perlu lagi menaggapi bentuk-bentuk pikiran, lalu kesadaran otomatis akan timbul, dan ini kemudian akan menjadi kebijaksanaan (Pañña). Tetapi pemikiran biasa bukanlah kebijaksanaan, itu hanyalah pengembaraan pikiran yang tidak mempunyai kesadaran dan tujuan, timbulnya keresahan tak lagi dapat dihindari ini bukanlah kebijaksanaan.
Sampai tahap ini kalian tidak lagi perlu berpikir, kalian telah banyak berpikir di rumah bukan? Berpikir hanya akan mengacaukan hatimu. Kalian harus menanamkan suatu kesadaran, pemikiran yang obsesif bahkan dapat membuatmu menangis. Tersesat dalam suatu jalan pikiran tidak akan membawamu menuju kebenaran, hal ini bukanlah kebijaksanaan. Sang Buddha adalah seseorang yang sangat bijaksana, Beliau telah belajar untuk mengendalikan pikiran. Dengan cara yang sama kalian berada di sini untuk belajar mengendalikan pikiran dan mencapai suatu kedamaian. Jika kalian tenang, tidak perlu berpikir sehingga kebijaksanaan otomatis akan muncul.
Untuk meditasi kalian tidak perlu berpikir jauh, cukup dengan tekad bahwa saat ini adalah saatnya melatih pikiran, cuma itu saja. Jangan biarkan pikiran mengembara kemana-mana, tugas kita satu-satunya saat ini adalah melatih kesadaran pada pernafasan. Pusatkanlah perhatianmu pada kepala dan gerakkanlah menuju ke ujung kaki kemudian kembali lagi menuju kepala. Jalankanlah kesadaranmu ke sekujur tubuhmu, amatilah dengan kebijaksanaan. Kita melakukan ini untuk memperoleh pengertian tentang bagaimana adanya tubuh ini. Kemudian mulailah meditasi, ingat bahwa saat ini satu-satunya tugasmu hanyalah mengamati masuk keluarnya nafas. Jangan memaksakan nafas menjadi lebih panjang atau lebih pendek dari biasanya, biarkanlah saja, jangan menekan nafas, biarkanlah ia mengalir dengan teratur, berlatihlah tarikan dan hembusan nafas.
Sewaktu melakukan ini, kalian harus mengerti bahwa kalian melepas, tetapi harus tetap ada kesadaran, kalian harus terus menjaga kesadaran ini, biarkan nafas masuk dan keluar dengan leluasa dan wajar. Pertahankan keteguhan hati bahwa saat ini kalian tidak punya kewajiban dan tanggung jawab yang lain, selain memusatkan perhatian pada obyek meditasi. Pikiran tentang apa yang akan terjadi atau gambaran-gambaran apa yang akan timbul selama meditasi akan terus bermunculan, tetapi biarkan mereka menghilang sendiri, jangan terpengaruh.
Selama meditasi kalian tidak perlu memperhatikan kesan indera. Kapan saja pikiran dipengaruhi oleh perasaan, lepaskanlah. Apakah sensasi-sensasi itu baik atau buruk tidak penting, tidak perlu membuat asumsi apapun dari sensasi-sensasi itu, biarkanlah berlalu dan kembalikan perhatianmu pada pernafasan, jagalah kesadaran pada pernafasan yang masuk dan keluar. Jangan menciptakan penderitaan dengan membuat nafas lebih panjang atau pendek, amati saja tanpa mencoba mengatur atau menekannya dengan cara apapun, dengan kata lain: jangan melekat. Biarkanlah pernafasan berjalan apa adanya dan pikiranpun akan menjadi tenang, kemudian pikiranpun akan meletakkan segalanya dan beristirahat. Nafas menjadi lebih ringan dan terenergi, yang tertinggal hanyalah ‘mengetahui secara terpusat’. Kalian dapat mengatakan bahwa pikiran telah berubah dan mencapai suatu keadaan tenang.
Jika pikiran terganggu, tingkatkan kesadaran dan tarik nafas dalam-dalam sampai tidak ada rongga yang tersisa, kemudian hembuskanlah sampai tidak ada yang tersisa. Ikutilah ini dengan tarikan nafas yang dalam lagi, kemudian hembuskan. Lakukan ini dua sampai tiga kali, kemudian susun kembali konsentrasi. Pikiran akan kembali tenang. Jika ada gangguan lagi, ulangi proses itu kembali. Sama halnya dengan meditasi jalan, jika sewaktu berjalan muncul bentuk pikiran yang lain dan mengganggu maka tenangkan pikiran, pusatkan konsentrasi dan kemudian teruskan berjalan. Meditasi duduk dan berjalan pada intinya adalah sama, perbedaannya hanya dalam postur fisik saja.
Kadang kala ada keraguan, jadi kalian harus mempunyai sati (perhatian), mempunyai penyadaran jeli terus-menerus mengikuti dan mengawasi pikiran yang resah dalam bentuk apapun. Begitulah untuk mempunyai sati, sati mengawasi dan menjaga pikiran. Kalian harus tetap menjaga pengetahuan ini dan tidak sembrono atau serampangan, bagaimanapun kondisi pikiranmu.
Tekniknya biarkan sati mengatur dan menguasai pikiran, sekali pikiran telah terpadu dengan sati, semacam kesadaran baru akan muncul. Pikiran yang telah mengembangkan ketenangan senantiasa diawasi oleh ketenangan itu, sama seperti seekor ayam yang terkurung di kandangnya… ayam itu tidak dapat berkeliaran di luar, tetapi masih dapat mondar-mandir dalam kandangnya. Mondar-mandir itu tidak akan menimbulkan masalah karena dibatasi oleh kandang. Demikian juga kesadaran yang timbul saat pikiran mempunyai sati dan tenang tidak akan menimbulkan masalah. Pemikiran atau sensasi yang terjadi pada pikiran yang tenang tidak dapat menyebabkan ganggauan atau kerusakan.
Beberapa orang tidak ingin mengalami pikiran atau perasaan sama sekali. Ini keterlaluan, perasaan tetap timbul sekalipun pada waktu pikiran tenang. Pikiran mengalami sekaligus perasaan maupun ketenangan, tanpa terganggu, pada saat ada ketenangan semacam ini tidak akan ada akibat yang merugikan. Masalah timbul saat “ayam” lepas dari “kandangnya”. Sebagai contoh, kalian mungkin sedang mengamati nafas kalian ketika tiba-tiba pikiran kalian melayang kembali ke rumah atau mengembara ke tempat lain, yang mungkin setelah setengah jam atau lebih baru kalian sadari bahwa sebenarnya kalian harus berlatih meditasi. Kemudian kalian menyesali diri karena kurangnya sati dalam dirimu, di sinilah kalian harus hati-hati, karena di sinilah ayam meninggalkan kandangnya-pikiran meninggalkan basis ketenangan.
Kalian harus terus menjaga kesadaran dengan sati dan menarik pikiran kalian kembali. Meskipun saya menggunakan kata-kata “menarik kembali”, sebenarnya pikiran itu tidak pergi kemana-mana. Hanya obyek kesadarannya yang telah berubah. Kalian harus membuat pikiran tinggal di sini saat ini. Sepanjang ada sati maka pikiran akan hadir, tampaknya kalian menarik balik pikiran tetapi sebenarnya pikiran itu tidak pergi hanya sedikit berubah. Tampaknya pikiran pergi dari satu tempat ke tempat yang lain, tetapi sebenarnya perubahan itu terjadi tepat pada satu titik. Ketika sati ditegakkan kembali, dengan sekejap kalian akan kembali pada pikiran tanpa harus menariknya dari manapun.
Bila ada pengetahuan total, berarti ada suatu kesadaran yang terus-menerus serta tidak terpatahkan, inilah yang disebut kehadiran pikiran. Jika perhatian kalian beralih dari nafas ke tempat yang lain, pengetahuan itu terpatahkan. Kapanpun ada kesadaran pada pernafasan, pikiran ada di situ, hanya dengan nafas dan kesadaran yang terus-menerus ini kalian mempunyai kehadiran pikiran.
Harus ada sati dan sampajañña, sati adalah perhatian dan sampajañña adalah kesadaran diri. Saat ini kalian dengan jelas sadar akan pernafasan. Latihan mengamati nafas ini membantu sati dan sampajañña berkembang bersama. Mereka saling bagi tugas. Mempunyai sati dan sampajañña itu sama halnya seperti mempunyai dua orang pekerja untuk mengangkat kayu yang berat. Misalkan ada dua orang yang mencoba mengangkat kayu yang sangat berat, tetapi begitu beratnya sampai-sampai mereka merasa tidak kuat lagi. Kemudian ada orang lain yang dikaruniai niat baik, melihat mereka dan cepat-cepat menolong. Demikian pula, bila ada sati dan sampajañña, maka pañña (kebijaksanaan) akan muncul di tempat yang sama untuk membantu, kemudian ketiganya saling mendukung.
Dengan pañña akan didapatkan pengertian mengenai obyek sensasi. Misalnya, selama meditasi obyek sensasi muncul dan menyebabkan timbulnya perasaan dan suasana hati. Kalian mungkin mulai memikirkan seorang teman, tetapi kemudian pañña harus segera muncul dan mengatakan, “tidak jadi masalah”, “lupakan” atau “berhenti”. Atau jika timbul pikiran ke mana kalian akan pergi besok, maka reaksi yang terjadi seharusnya “Saya tidak tertarik, saya tidak ingin membebani diri dengan hal-hal semacam itu”. Mungkin kalian akan mulai memikirkan tentang seseorang maka kalian harus mengatakan, “Tidak, saya tidak mau terlibat”, Lepaskan saja” atau “Semua ini tidak pasti dan tidak akan pernah pasti”. Beginilah kalian harus menghadapi hal-hal yang timbul selama meditasi, mengenali mereka sebagai “tidak pasti, tidak pasti”, dan tetap menjaga kesadaran.
Kalian harus melepaskan segala bentuk pemikiran, percakapan batin dan keragu-raguan. Jangan terperosok dalam hal-hal semacam ini selama meditasi. Pada akhirnya yang tinggal dalam pikiran adalah bentuk termurni dari sati, sampajañña dan pañña. Kapan saja ketiga hal ini melemah, keraguan akan muncul. tetapi cobalah untuk segera meninggalkan segala macam keraguan itu, sisakan saja sati, sampajañña dan pañña. Cobalah untuk mengembangkan sati sampai ia bisa tetap ada setiap waktu. Dengan begitu kalian akan memahami sepenuhnya sati, sampajañña dan samadhi.
Memusatkan perhatian pada tahap ini, kalian akan melihat sati, sampajañña, samadhi dan pañña Bersama. Setiap kali kalian terpesona atau tertarik oleh obyek sensasi luar, kalian akan mampu mengatakan “ini tidak pasti”. Bagaimanapun juga mereka hanyalah halangan-halangan yang harus disingkirkan sampai pikiran menjadi bersih. Yang harus tertinggal hanyalah sati-perhatian, sampajañña-kesadaran yang jernih, samadhi-pikiran yang teguh dan tidak ragu-ragu, dan pañña-kebijaksanaan. Untuk sementara waktu saya hanya akan mengatakan ini saja tentang subyek meditasi.
Sekarang tentang alat bantu dalam berlatih meditasi, harus ada metta (kasih sayang) dalam hatimu, dengan kata lain: kualitas kebaikan hati, kemurahan hati dan sifat suka membantu. Ini semua harus dijaga sebagai fondasi bagi pemurnian mental. Misalnya, mulai menyingkirkan lobha atau keserakahan, ketika orang egois mereka tidak bahagia. Keegoisan membawa rasa tidak tenteram, tetapi orang terus saja cenderung menjadi egois tanpa menyadari bagaimana pengaruhnya terhadap mereka.
Kalian dapat mengalami hal ini kapan saja, khususnya saat kalian lapar. Misalkan kalian mempunyai beberapa buah apel dan mempunyai kesempatan untuk membaginya dengan teman-teman; kalian mempertimbangkannya sebentar, dan memang niat untuk memberi sudah ada, tetapi memberi apel yang lebih kecil. Memberikan yang besar… sayang (sulit untuk berpikiran lurus). Kalian menyuruh mereka langsung saja mengambil tetapi kemudian kalian berkata, “Ambillah yang ini!” dan memberi apel yang kecil! Ini adalah salah satu bentuk keegoisan yang jarang diperhatikan. Pernahkah kalian seperti ini?
Kalian harus benar-benar melawan arus-memberi semacam itu, meskipun kalian benar-benar ingin memberikan apel yang kecil, kalian harus memaksa diri untuk memberikan yang besar. Tentu saja, segera setelah kalian memberikan apel yang besar kalian akan merasa senang dalam hati. Melatih pikiran untuk melawan arus seperti ini membutuhkan disiplin, kalian harus tahu bagaimana memberi dan bagaimana melepaskan, tidak membiarkan keegoisan melekat. Segera setelah kalian belajar bagaimana memberi pada orang lain, pikiran kalian akan menjadi riang. Jika kalian masih belum tahu bagaimana memberi, jika masih ragu-ragu buah mana yang diberikan, maka bila kalian memaksakan diri dan meskipun kalian akhirnya memberikan apel yang lebih besar, akan tetap ada perasaan enggan. Tetapi segera setelah kalian dengan tegas memutuskan untuk memberikan yang lebih besar, masalahnya terselesaikan dan terlewatkan. Inilah melawan arus dengan cara yang benar.
Dengan melakukan hal ini, kalian memenangkan penguasaan terhadap diri sendiri. Jika tidak dapat melakukan hal ini, kalian akan menjadi korban dan terus menjadi egois. Kita semua telah menjadi egois di masa lalu. Ini adalah kekotoran batin yang harus dihilangkan. Dalam bahasa Pali, kata ‘memberi’ adalah ‘dana‘, yang artinya: membawa kebahagiaan pada orang lain. Ini adalah salah satu cara untuk membantu membersihkan pikiran dari kekotoran batin. Renungkanlah hal ini dan kembangkanlah dalam latihanmu.
Kalian mungkin menganggap bahwa cara berpikir seperti ini melibatkan pemburuan diri sendiri, tetapi sebenarnya tidak seperti itu. Sebenarnya ini adalah pemburuan terhadap kemelekatan dan kegelapan batin. Jika kegelapan itu timbul kalian harus melakukan sesuatu untuk menggantinya. Kekotoran batin sama halnya seperti kucing liar,jika kalian memberinya makanan ia akan terus datang. Tetapi jika kalian berhenti memberinya makan, setelah beberapa hari mereka akan berhenti berdatangan. Sama halnya dengan kekotoran batin, dia tidak akan datang untuk mengganggu, sehingga pikiran kalian berada dalam damai. Jadi jangan takut menghadapi kekotoran batin itu, melainkan buatlah kekotoran batin itu takut padamu, untuk membuat kekotoran batin takut, kalian harus melihat Dhamma dalam pikiranmu sekarang juga.
Di mana Dhamma muncul? Ia muncul bersama pengertian dan pengetahuan kita. Semua orang bisa dan mampu mengerti Dhamma, ini bukanlah sesuatu yang harus dicari di buku-buku. Kalian tidak harus belajar banyak untuk bisa melihatnya, renungkanlah sekarang uraian yang tadi saudara dengar maka kalian akan bisa melihat Dhamma, semua dapat melihatnya karena ia berada dalam hati kita masing-masing. Semua mempunyai kegelapan batin bukan? Jika kalian mampu melihatnya, kalian akan mengerti. Dahulu kalian melihat kekotoran tersebut dan memanjakannya, tetapi sekarang kalian harus mengenali kekotoran batinmu dan tidak mengijinkannya datang dan mengganggumu lagi.
Latihan pokok yang lain adalah kontrol moral (sila), sila memperhatikan dan menjaga latihan sama seperti orang tua memperhatikan dan menjaga anaknya. Menjaga kontrol moral tidak hanya menghindari perbuatan mencelakai orang lain, melainkan juga membantu dan mendukung mereka. Paling tidak kalian harus menjaga lima aturan yaitu:
- Bukan hanya tidak membunuh atau dengan sengaja melukai orang lain, tetapi juga menyebarkan niat baik pada semua makhluk.
- Jujur, menahan diri agar tidak melanggar hak orang lain, atau dengan kata lain tidak mencuri.
- Mengetahui keseimbangan dalam hubungan seksual: dalam kehidupan rumah tangga ada struktur di dalamnya, yang berdasarkan pada isteri dan suami. Mengenali siapa suamimu dan siapa istrimu adalah mengenali keseimbangan, mengetahui ikatan yang layak dalam aktivitas seksual. Beberapa orang tidak tahu batasannya; Satu suami atau satu isteri tidak cukup, mereka harus mempunyai yang kedua, ketiga. Menurut saya, satu partnerpun cukup, jadi punya dua atau tiga semata-mata hanyalah pemanjaan diri. Kalian harus berusaha membersihkan pikiran dan melatihnya untuk mengerti keseimbangan, mengetahui keseimbangan adalah kemurnian sejati, tanpa ini maka tingkah laku kalian tidak ada batasnya lagi.
- Jujur dalam berkata-kata ini adalah salah satu alat untuk menghilangkan kekotoran batin, kalian harus jujur dan lurus, harus berkata-kata yang benar dan nyata, tidak memfitnah.
- Menahan diri agar tidak terlibat dengan yang memabukkan, atau yang mendatangkan ketagihan. Kalian harus bisa menguasai diri dan memilih untuk tidak terlibat dalam hal-hal semacam ini sama sekali. Orang sudah cukup dimabukkan oleh saudara, teman, harta benda dan sebagainya. Itu saja sudah cukup, tanpa harus memperburuk keadaan dengan mamakai barang-barang yang memabukkan. Hal-hal semacam itu hanya menggelapkan pikiran. Mereka yang sudah memakai dalam jumlah besar harus mencoba untuk perlahan-lahan mengurangi dosis dan pada akhirnya berhenti sama sekali. Ketika memakan makanan yang lezat jangan terlalu larut dalam kelezatan, perhitungkan jumlah yang harus dikonsumsi menurut kebutuhan. Jika terlalu banyak kalian akan mengalami kesulitan. Mungkin saya harus meminta maaf, tetapi perkataan saya ini adalah demi kepentingan anda, supaya kalian bisa mengerti apa yang baik dan apa yang buruk bagi kalian. Kalian perlu tahu sesuatu itu sebenarnya apa. Apakah hal-hal yang menekan kalian setiap saat? Tindakan-tindakan apa yang menyebabkan tekanan ini? Perbuatan baik membawa akibat yang baik dan perbuatan buruk membawa akibat yang buruk. Inilah penyebab-penyebabnya.
Segera setelah kontrol diri menjadi murni, akan timbul kejujuran dan kebaikan terhadap orang lain, kalian akan tenteram dan terbebas dari kekhawatiran dan penyesalan. Tidak akan ada tindakan yang agresif dan mencelakakan sehingga tidak akan ada penyesalan yang timbul, ini adalah bentuk kebahagiaan, hampir sama seperti keadaan surga, nyaman. Kalian dapat makan dan tidur dengan nyaman yang timbul dari kontrol diri, inilah buahnya, sedangkan menjaga kontrol diri adalah penyebabnya. Inilah prinsip latihan Dhamma-menahan diri agar tidak melakukan perbuatan buruk sehingga timbullah kebaikan. Jika kontrol diri dijaga seperti ini, kejahatan akan hilang dan niat baik akan timbul. Ini adalah hasil latihan yang benar.
Tetapi bukan ini akhir ceritanya, segera setelah orang mencapai sedikit kebahagiaan mereka cenderung untuk tidak lagi memperhatikan dan tidak lagi berusaha untuk maju dalam latihan. Mereka tersangkut dalam kebahagiaan, mereka tidak mau lagi maju, mereka memilih kebahagiaan “surga”. Memang nyaman, tetapi itu bukan pengertian yang sebenarnya, kalian harus terus melakukan perenungan untuk menghindar dari khayalan, teruslah merenungkan kerugian kebahagiaan ini. Semuanya hanya sementara, bukan hal yang pasti, tidak bertahan selamanya, segera kalian akan terpisah darinya. Begitu kebahagiaan lenyap, penderitaan akan timbul dan air mata mengalir lagi, bahkan makhluk-makhluk surgapun akhirnya menangis dan menderita.
Sang Buddha mengajarkan kita untuk melihat kerugian, dari sisi kebahagiaan yang tak memuaskan. Biasanya ketika kebahagiaan semacam ini dialami, tidak ada pengertian yang benar, kedamaian yang tahan lama tertutup oleh kebahagiaan semu semacam ini. Kebahagiaan yang semu bukanlah kedamaian yang pasti, melainkan hanya salah satu bentuk kekotoran batin, saringan dari kekotoran batin yang kita lekati. Semua ingin bahagia, kebahagiaan timbul karena rasa suka kita akan sesuatu. Segera setelah rasa suka itu hilang, penderitaan muncul. Kita harus merenungkan kebahagiaan tersebut untuk melihat ketidak-pastian dan keterbatasannya. Begitu sesuatu berubah, penderitaan muncul. Penderitaan inipun tidak pasti, jangan berpikir bahwa itu tetap atau mutlak. Perenungan semacam ini disebut Âdînavakathâ, perenungan tentang ketidak-puasan dan keterbatasan dunia yang terkondisi. Lebih baik merenungkan kembali daripada hanya menerima kebahagiaan begitu saja. Melihat bahwa sesuatu tidak pasti, kalian seharusnya tidak melekat erat-erat padanya, kalian harus memegangnya tetapi kemudian melepaskan, melihat baik keuntungan maupun kerugian kebahagiaan. Untuk dapat bermeditasi dengan trampil kalian harus melihat kerugian yang ada dalam kebahagiaan, renungkanlah hal ini; ketika kebahagiaan timbul, merenunglah sampai kerugiannya itu tampak jelas.
Bila kalian melihat bahwa segalanya tidak sempurna, hati kalian akan mengerti tentang Nekkhammakathâ, perenungan tentang pembebasan dari nafsu. Pikiran menjadi tidak tertarik dan mencari jalan keluar. Ketidak-tertarikan ini timbul karena telah melihat sebagaimana adanya, bagaimana rasa itu adanya, bagaimana cinta dan benci adanya. Tidak tertarik artinya kita tidak lagi mempunyai keinginan untuk melekat pada sesuatu. Ada penarikan diri dari kemelekatan, pada suatu titik di mana kalian diam dengan nyaman, mengawasi dengan kestabilan yang bebas dari kemelekatan.
Ini adalah kedamaian yang timbul dari latihan.