Ekaka – Nipata (Kelompok Satu)

KELOMPOK SATU

1. Keserakahan

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha, diucapkan oleh seorang Arahat (Yang Maha Suci); yang telah saya dengar: [1]

“Tinggalkanlah satu hal, wahai para bhikkhu, dan aku jamin engkau akan mencapai tingkat kesucian Anagami (Yang Tidak Terlahir Lagi).”

“Apakah satu hal itu?”

“Keserakahanlah satu hal itu, wahai para bhikkhu. Tinggalkanlah keserakahan, dan aku jamin engkau akan mencapai tingkat kesucian Anagami.” [2]

Berikut ini penjelasan arti kata-kata Sang Buddha tersebut. Berkenaan dengan hal itu diterangkan: [1]

Makhluk yang dipenuhi keserakahan
Akan terlahir kembali dalam alam yang buruk. [3] Tetapi setelah memahami keserakahan dengan benar,
Mereka yang bijaksana meninggalkannya.
Dengan meninggalkan keserakahan,
Mereka tak lagi kembali ke dunia ini.

Inilah juga arti dari apa yang dikatakan oleh Sang Buddha; demikian yang telah saya dengar.

2. Kebencian

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha …

“… Kebencianlah satu hal itu, wahai para bhikkhu. [4] Tinggalkanlah kebencian, dan aku jamin engkau akan mencapai tingkat kesucian Anagami.”

Makhluk yang dikotori kebencian
Akan terlahir kembali dalam alam yang buruk.
Tetapi setelah memahami kebencian dengan benar,
Mereka yang bijaksana meninggalkannya.
Dengan meninggalkan kebencian,
Mereka tak lagi kembali ke dunia ini.

3. Kebodohan Batin

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha …

“… Kebodohan batinlah satu hal itu, wahai para bhikkhu. Tinggalkanlah kebodohan batin, dan aku jamin engkau akan mencapai tingkat kesucian Anagami.”

Makhluk yang bingung karena kebodohan batin
Akan terlahir kembali dalam alam yang buruk.
Tetapi setelah memahami kebodohan batin dengan benar,
Mereka yang bijaksana meninggalkannya.
Dengan meninggalkan kebodohan batin,
Mereka tak lagi kembali ke dunia ini.

4. Kemarahan

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha …

“… Kemarahanlah satu hal itu, wahai para bhikkhu. Tinggalkanlah kemarahan, dan aku jamin engkau akan mencapai tingkat kesucian Anagami.”

Makhluk-makhluk yang dipenuhi kemarahan
Akan terlahir lagi dalam alam yang buruk.
Tetapi setelah memahami kemarahan dengan benar,
Mereka yang bijaksana meninggalkannya.
Dengan meninggalkan kemarahan,
Mereka tak lagi kembali ke dunia ini.

5. Penghinaan

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha …

“… Penghinaanlah satu hal itu, wahai para bhikkhu. Tinggalkanlah penghinaan, dan aku jamin engkau akan mencapai tingkat kesucian Anagami.”

Makhluk yang menghina makhluk lain
Akan terlahir lagi dalam alam yang buruk.
Tetapi setelah memahami penghinaan dengan benar,
Mereka yang bijaksana meninggalkannya.
Dengan meninggalkan penghinaan,
Mereka tak lagi kembali ke dunia ini.

6. Kesombongan

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha …

“… Kesombonganlah satu hal itu, wahai para bhikkhu. Tinggalkanlah kesombongan, dan aku jamin engkau akan mencapai tingkat kesucian Anagami.”

Makhluk yang melambung dengan kesombongan
Akan terlahir lagi dalam alam yang buruk.
Tetapi setelah memahami kesombongan dengan benar,
Mereka yang bijaksana meninggalkannya.
Dengan meninggalkan kesombongan,
Mereka tak lagi kembali ke dunia ini.

7. Memahami Kesemuanya

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha …

“Wahai para bhikkhu, orang yang belum secara langsung mengetahui, dan belum sepenuhnya memahami ‘Kesemuanya’, [5] yang belum melepaskan pikirannya dari ‘Kesemuanya’, dan meninggalkannya, tidak akan mampu menghancurkan penderitaan.”

“Tetapi orang yang telah secara langsung mengetahui dan sepenuhnya memahami ‘Kesemuanya’, yang telah melepaskan pikirannya dari ‘Kesemuanya’, dan meninggalkannya, akan mampu menghancurkan penderitaan.”

Orang yang tahu Kesemuanya dalam segala hal,
Yang tidak melekat pada apa pun,
Yang telah sepenuhnya memahami Kesemuanya,
Telah mengatasi segala penderitaan.

8. Memahami Kesombongan

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha …

“Wahai para bhikkhu, orang yang belum secara langsung mengetahui, dan belum sepenuhnya memahami kesombongan, yang belum melepaskan pikirannya dari kesombongan dan meninggalkannya, tidak akan mampu menghancurkan penderitaan.”

“Tetapi orang yang telah secara langsung mengetahui dan sepenuhnya memahami kesombongan, yang telah melepaskan pikirannya dari kesombongan dan meninggalkannya, akan mampu menghancurkan penderitaan.”

Manusia dipenuhi oleh kesombongan,
Terikat oleh kesombongan dan kegembiraan dalam dumadi;
Karena tidak sepenuhnya memahami kesombongan
Mereka datang lagi untuk memperbarui dumadi. [6]

Tetapi mereka yang telah meninggalkan kesombongan,
Sehingga terbebas karena hancurnya kesombongan,
Telah menaklukkan belenggu kesombongan,
Dan mengatasi semua penderitaan.

9 – 13. Memahami Keserakahan, … dst.

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha …

“Orang yang telah secara langsung mengetahui, dan sepenuhnya memahami keserakahan, kebencian, kebodohan, kemarahan, penghinaan, … mampu menghancurkan penderitaan.” [7]

14. Ketidaktahuan

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha …

“Wahai para bhikkhu, aku tidak melihat satu penghalang pun seperti penghalang ketidaktahuan, yang menyebabkan manusia amat terintangi dan menyebabkan mereka lama sekali terus berlari serta berkelana dalam samsara.” [8]

“Memang karena penghalang ketidaktahuan inilah maka manusia terintang, lama sekali terus berlari dan berkelana dalam samsara.”

Tidak ada satu penghalang pun
Seperti penghalang ketidaktahuan,
Yang amat merintangi manusia
Dan membuat mereka berkelana selamanya.

Mereka yang telah meninggalkan ketidaktahuan;
Dan menguak menembus massa kegelapan ini,
Tidak lagi mengembara dan berkelana;
Di dalam diri mereka penyebab itu tak lagi ada.

15. Nafsu Keinginan

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha …

“Wahai para bhikkhu, aku tidak melihat satu belenggu pun seperti belenggu nafsu keinginan, yang membuat makhluk amat terikat, dan menyebabkan mereka lama sekali terus berlari dan berkelana dalam samsara.”

“Memang karena belenggu nafsu keinginan inilah para makhluk terikat, lama sekali terus berlari dan berkelana dalam samsara.”

Manusia yang ditemani oleh nafsu keinginan,
Berkelana terus dalam perjalanan panjang ini,
Dia tidak dapat keluar dari samsara
Dalam keadaan dumadi yang ini atau itu.

Setelah memahami bahaya demikian itu –
Bahwa nafsu keinginanlah asal mula penderitaan –
Seorang bhikkhu akan berkelana dengan waspada,
Bebas dari nafsu keinginan, tanpa kemelekatan.

16. Yang Masih Belajar

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha …

“Wahai para bhikkhu, mengenai faktor-faktor internal, aku tidak melihat satu faktor lain pun yang sangat membantu seperti perhatian bijaksana [9] bagi seorang bhikkhu yang masih belajar, yang belum mencapai kesempurnaan, tetapi hidup untuk mencapai pembebasan tertinggi, bebas dari ikatan.” [10]

“Wahai para bhikkhu, seorang bhikkhu yang bijaksana dan penuh perhatian, meninggalkan apa yang tidak bajik, dan mengembangkan apa yang bajik.”

Bagi seorang bhikkhu yang masih belajar
Tidak ada faktor lain yang amat membantu
Untuk mencapai Tujuan Tertinggi
Seperti faktor perhatian bijaksana.
Dengan berusaha secara bijaksana,
Seorang bhikkhu dapat
Menghancurkan semua penderitaan.

17. Sahabat yang Baik

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha …

“Wahai para bhikkhu, mengenai faktor eksternal, aku tidak melihat satu faktor lain pun yang sangat membantu seperti persahabatan sejati dengan bhikkhu yang masih belajar, yang belum mencapai kesempurnaan, tetapi hidup untuk mencapai pembebasan tertinggi, bebas dari ikatan.” [11]

“Wahai para bhikkhu, seorang bhikkhu yang memiliki sahabat yang baik meninggalkan apa yang tidak bajik, dan mengembangkan apa yang bajik.”

Bila bhikkhu mempunyai sahabat-sahabat yang baik,
Dan dia sopan serta mulia,
Menjalankan apa yang disarankan para sahabatnya,
Mengerti dengan jernih dan selalu waspada,
Maka dia akan dapat maju dan
Menghancurkan semua belenggu. [12]

18. Perpecahan dalam Sangha

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha …

“Wahai para bhikkhu, ada satu hal yang jika muncul di dunia, muncul untuk menimbulkan kerugian banyak orang, menimbulkan penghancuran banyak orang, menimbulkan kehilangan, kerugian dan penderitaan para dewa dan manusia.”

“Apakah satu hal itu?”

“Hal itu adalah perpecahan dalam Sangha. [13] Jika Sangha terpecah, akan ada saling tengkar, saling tuduh, saling memburukkan, dan saling mengusir. Dalam situasi seperti ini, mereka yang tidak bersimpati tidak akan menjadi pengikut, sedangkan yang bersimpati akan berubah pendapat.” [14]

Orang yang memecah-belah Sangha
Akan berada dalam alam sengsara di neraka,
Selama jangka waktu satu kalpa.
Karena bersuka-cita dalam perselisihan, ketidakluhuran,
Dia tak akan memperoleh jaminan terlepas dari ikatan,
Dengan memecah-belah kesatuan Sangha
Ia menderita di neraka selama satu kalpa. [15]

19. Kesatuan dalam Sangha

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha …

“Wahai para bhikkhu, ada satu hal yang jika muncul di dunia, muncul demi manfaat banyak orang, untuk kebahagiaan banyak orang, untuk hasil, manfaat, dan kebahagiaan di antara dewa dan manusia.”

“Apakah satu hal itu?”

“Hal itu adalah kesatuan dalam Sangha. Jika Sangha bersatu, tidak akan ada saling tengkar, saling tuduh, saling memburukkan, dan saling mengusir. Dalam situasi seperti ini, mereka yang tidak bersimpati akan berubah menjadi pengikut, sedangkan mereka yang bersimpati akan menjadi semakin yakin.”

Menyenangkan memang kesatuan dalam Sangha.
Orang yang membantu mereka yang bersatu,
Yang bergembira dalam kesatuan dan berbudi luhur,
Tidak akan kehilangan jaminan untuk bebas dari ikatan. [16] Dengan membuat Sangha bersatu
Dia bersuka-cita di surga selama satu kalpa.

20. Pikiran yang Kotor

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha …

“Di sini, wahai para bhikkhu, ada orang yang memiliki pikiran yang kotor. Setelah aku memeriksa pikirannya, aku tahu bahwa seandainya orang ini harus mati saat ini juga, dia akan ditempatkan di alam neraka, [17] bagaikan dibawa ke sana.”

“Mengapa terjadi demikian?”

“Penyebabnya adalah pikirannya yang kotor. Karena kekotoran pikiranlah maka beberapa makhluk di sini, setelah tubuhnya membusuk, setelah kematiannya, akan terlahir kembali dalam keadaan yang menderita, alam yang buruk, keadaan kehancuran, alam neraka.”

Karena memahami pikiran yang buruk
Dari seseorang yang tinggal di sini,
Sang Buddha menjelaskan artinya
Di hadapan para bhikkhu.

Seandainya orang itu harus mati
Pada saat ini juga,
Dia akan terlahir di alam neraka
Karena pikirannya yang kotor.

Seolah-olah dibawa
Dan ditempatkan di sana, demikianlah
Para makhluk terlahir di alam yang buruk
Karena kekotoran pikirannya. [18]

21. Pikiran yang Mantap

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha …

“Di sini, wahai para bhikkhu, ada orang yang memiliki pikiran yang mantap. [19] Setetah aku memeriksa pikirannya, aku tahu bahwa seandainya orang ini harus mati saat ini juga, dia akan ditempatkan di surga, bagaikan dibawa ke sana.”

“Mengapa terjadi demikian?”

“Penyebabnya adalah pikiran yang mantap. Karena kemantapan pikiranlah maka beberapa makhluk di sini, setelah tubuhnya membusuk, setelah kematian, akan terlahir kembali di alam yang baik, di alam surga.”

Karena memahami pikiran yang mantap,
Dari seseorang yang tinggal di sini
Sang Buddha menjelaskan artinya
Di hadapan para bhikkhu.

Seandainya orang itu harus mati
Pada saat ini juga,
Dia akan muncul di alam yang baik
Karena pikirannya yang mantap.

Seolah-olah dibawa
Dan ditempatkan di sana, demikianlah
Para makhluk terlahir di tempat yang baik
Karena kemantapan pikirannya.

22. Perbuatan yang Bermanfaat

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha …

“Wahai para bhikkhu, janganlah takut melakukan perbuatan yang bermanfaat. ‘Perbuatan yang bermanfaat’ merupakan ungkapan yang menunjukkan kebahagiaan, apa yang pantas dilakukan, yang diinginkan, diharapkan, berharga, dan menyenangkan.”

“Karena telah kuketahui dengan pasti, [20] wahai para bhikkhu, bahwa sudah lama aku mengalami buah-buah yang diinginkan, diharapkan, berharga, dan menyenangkan, karena seringnya melakukan perbuatan yang bermanfaat.”

“Setelah selama tujuh tahun mengembangkan pikiran yang penuh cinta-kasih, [21] selama tujuh kalpa yang menyusut dan mengembang, aku tidak pernah kembali ke dunia ini. Bilamana kalpa menyusut, aku mencapai alam brahma yang bercahaya gilang-gemilang. Ketika kalpa mengembang, aku muncul di alam brahma yang kosong. Di sana aku pernah menjadi Brahma, Brahma Agung, Pemenang Yang Tak Terkalahkan, Yang Maha Tahu, Yang Maha Kuasa.” [22]

“Tiga puluh enam kali aku menjadi Sakka, raja para dewa. [23] Dan beratus-ratus kali aku lahir sebagai Penguasa Pemutar-Roda yang berbudi, raja keluhuran, penakluk empat penjuru dunia, yang mempertahankan stabilitas di negeri itu, pemilik tujuh perhiasan. [24] Maka apa gunanya berbicara perihal menjadi raja setempat saja?”

“Wahai para bhikkhu, aku pernah bertanya-tanya dalam hati: Tindakanku yang bagaimanakah yang memberikan buah ini? Tindakan manakah yang masak sehingga aku sekarang dapat memiliki pencapaian dan kekuatan yang sedemikian besar ini?”

Dan kemudian muncul dalam diriku: “Adalah karena pahala tiga jenis tindakanku, matangnya tiga jenis perbuatanku inilah yang membuat aku sekarang memiliki pencapaian dan kekuatan yang sedemikian besar, yaitu: perbuatan memberi, menguasai diri, dan menahan diri.” [25]

Orang harus berlatih melakukan perbuatan yang bermanfaat
Yang menghasilkan kebahagiaan yang berlangsung lama:
Dermawan, hidup seimbang,
Mengembangkan pikiran yang penuh cinta kasih.

Dengan mengembangkan tiga perbuatan ini,
Yaitu perbuatan yang membuahkan kebahagiaan,
Orang bijaksana terlahir kembali dalam kebahagiaan,
Dalam alam bahagia yang tidak terganggu.

23. Ketekunan

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha …

“Ada satu hal, wahai para bhikkhu, yang jika dikembangkan dan terus dilaksanakan akan membuat orang memperoleh dan mempertahankan dua jenis kesejahteraan yang akan bertahan di masa depan.”

“Apakah satu hal itu?”

“Hal itu adalah ketekunan dalam perbuatan-perbuatan yang bermanfaat.” [26]

“Demikianlah satu hal itu, wahai para bhikkhu …”

Orang bijaksana memuji ketekunan
Dalam melakukan perbuatan-perbuatan yang bermanfaat;
Karena orang yang bijaksana dan tekun
Akan memperoleh manfaat ganda:
Kesejahteraan di sini dan kini
Serta kesejahteraan dalam kehidupan yang akan datang.
Dan karena telah mewujudkan kebajikan,
Orang bijaksana itu disebut guru.

24. Setumpuk Tulang

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha …

“Wahai para bhikkhu, kerangka satu orang, yang terus berlari dan berkelana di dalam samsara selama satu kalpa, akan menjadi setumpuk tulang setinggi Gunung Vepulla ini, seandainya saja tulang-tulang itu dikumpulkan dan seandainya saja tumpukan tulang itu tidak hancur.”

Tulang-belulang satu orang
Yang terkumpul selama satu kalpa
Akan menjadi timbunan seperti gunung –
Demikianlah kata Guru Agung itu.

Beliau menyatakan tumpukan itu
Setinggi Gunung Vepulla
Di utara Puncak Burung Nasar
Di benteng-bukit Magadha.

Tetapi bila dengan kebijaksanaan sempurna orang melihat
Empat Kebenaran Mulia sebagaimana yang sebenarnya –
Penderitaan, asal mula penderitaan,
Lenyapnya penderitaan,
Dan Jalan Mulia Berunsur Delapan
Yang menuju pada lenyapnya penderitaan –

Maka setelah berlari
Paling banyak tujuh kali lagi,
Dengan menghancurkan semua belenggu
Dia mengakhiri penderitaan. [27]

25. Berbohong

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha …

“Wahai para bhikkhu, aku katakan bahwa bagi seseorang yang melakukan pelanggaran dalam satu hal ini, tidak ada tindakan jahat apa pun yang tidak mungkin dilakukannya.”

“Apakah satu hal itu?”

“Inilah hal itu, wahai para bhikkhu: berbohong dengan sengaja.”

Tidak ada kejahatan yang tidak dapat dilakukan
Oleh orang yang berbohong dengan sengaja.
Yang melakukan pelanggaran dalam satu hal ini,
Tidak mempedulikan dunia yang akan datang.

26. Memberi

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha …

“Wahai para bhikkhu, seandainya para makhluk tahu, seperti yang aku tahu, buah dari perbuatan memberi serta berbagi, [28] mereka tidak akan makan sebelum memberi; mereka tidak akan membiarkan noda kekikiran menguasai mereka dan mengakar di dalam pikiran. Bahkan seandainya itu adalah makanan terakhir, suapan terakhir, mereka tidak akan menikmatinya [29] tanpa membaginya seandainya ada orang yang dapat diajak berbagi.”

“Tetapi, wahai para bhikkhu, karena para makhluk tidak tahu, seperti yang aku tahu, buah dari perbuatan memberi serta berbagi, maka mereka makan tanpa memberi dan noda kekikiran menguasai serta mengakar di dalam pikiran mereka.”

Seandainya saja para makhluk tahu –
Demikian kata Guru Agung –
Bahwa berbagi itu
Memberikan buah yang sedemikian besar,
Maka dengan pikiran yang gembira,
Yang terbebas dari noda kekikiran,
Pasti mereka akan memberi orang-orang luhur
Yang menyebabkan pemberian itu membuahkan hasil.

Setelah memberikan makanan sebagai persembahan
Kepada mereka yang amat pantas menerima persembahan,
Para pemberi akan masuk ke alam surga
Saat meninggalkan kehidupan sebagai manusia.
Dan di alam surga mereka akan bersuka-cita
Dan menikmati kesenangan di sana.
Orang yang tidak egois akan mengalami buah
Dari tindakan berbagi secara murah hati dengan yang lain.

27. Pengembangan Cinta Kasih

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha …

“Wahai para bhikkhu, apa pun dasar yang ada untuk membuat agar perbuatan baik menghasilkan kelahiran yang akan datang, [30] semuanya itu tidak dapat menyamai satu perenam belas bagian dari penyebaran pikiran cinta kasih. [31] Penyebaran pikiran cinta kasih melampaui semuanya itu, dan bersinar cerah, terang serta benderang.

“Sama seperti cemerlangnya semua bintang tidak dapat menyamai satu perenam belas bagian dari sinar rembulan, karena sinar rembulan melampaui bintang-bintang itu dan bersinar, terang serta benderang; demikian juga apa pun dasar yang ada untuk membuat agar perbuatan baik menghasilkan kelahiran yang akan datang, semuanya ini tidak dapat menyamai satu perenam belas bagian dari penyebaran pikiran cinta kasih … ”

“Sama seperti di bulan terakhir pada musim hujan, di musim gugur, ketika langit jernih tak berawan, matahari yang terbit menguak kegelapan angkasa dan bersinar, terang serta benderang; namun apa pun dasar yang ada untuk membuat agar perbuatan baik menghasilkan kelahiran yang akan datang, semuanya ini tidak dapat menyamai satu perenam belas bagian dari penyebaran pikiran cinta kasih …”

“Dan sama seperti di malam hari, kemudian fajar menyingsing. Bintang pagi pun bersinar, terang serta benderang; namun apa pun dasar yang ada untuk membuat agar perbuatan baik menghasilkan kelahiran yang akan datang, semuanya ini tidak dapat menyamai satu perenam belas bagian dari penyebaran pikiran cinta kasih. Penyebaran cinta kasih melalui pikiran ini masih melampaui semuanya itu, dan bersinar, terang serta benderang.”

Bagi orang yang dengan penuh perhatian
Mengembangkan cinta kasih yang tak terbatas,
Dengan melihat hancurnya kemelekatan,
Belenggu-belenggu pun musnah.

Jika dengan pikiran yang tidak terkotori
Dia memancarkan pikiran yang penuh cinta kasih
Walaupun hanya pada satu makhluk saja,
Dia telah melakukan perbuatan baik melalui hal itu.

Tetapi orang luhur menghasilkan
Amat banyak perbuatan baik,
Dengan menyebarkan pikiran yang penuh cinta kasih
Kepada semua makhluk hidup. [32]

Para peramal hebat yang menaklukkan
Bumi yang dipenuhi makhluk ini
Pergi ke mana-mana memberikan persembahan:
Pengorbanan kuda, pengorbanan manusia,
Ritual air, pengorbanan soma,
Juga yang disebut ‘Yang Tidak Terhalangi’. [33]

Tetapi hal-hal itu tidak sebanding
Bahkan dengan satu perenam belas bagian
Dari pikiran yang dikembangkan dengan baik
Dalam buah-buah pikir yang dipenuhi cinta kasih,
Sama seperti seluruh kelompok bintang
Yang redup dikalahkan oleh sinar rembulan.

Orang yang tidak membunuh
Atau tidak menyebabkan orang lain membunuh,
Yang tidak menaklukkan,
Atau membuat orang lain menaklukkan,
Yang penuh cinta kasih terhadap semua makhluk
Dia tidak memiliki kebencian kepada siapa pun juga.

Inilah juga arti dari apa yang dikatakan oleh Sang Buddha; demikian yang telah saya dengar.

Catatan Kaki :

  1. Kata-kata pengantar dan penutup yang ditemukan di tiap sutta tidak ditulis setelah khotbah pertama ini untuk menghindari pengulangan yang tidak perlu. Attha adalah arti (makna dan maksud) dari kata-kata Sang Buddha, serta tujuan ajarannya. [Kembali]
  2. Yang-Tidak-Terlahir-Lagi (Anagami) adalah tingkat kesucian batin ketiga, di atas Yang-Masuk-Arus (Sotapanna), dan Yang-Terlahir-Sekali-Lagi (Sakadagami), tetapi di bawah Arahat. Orang yang telah mencapai tahap ini telah menghapus belenggu-belenggu nafsu keinginan serta niat jahat, dan terlahir kembali di salah satu dari lima alam surgawi yang disebut alam kemurnian (suddhavasa) untuk mencapai tingkat kesucian Arahat di sana. Kitab Komentar menunjukkan bahwa di sini kata keserakahan (lobha) digunakan bukan sebagai padan kata nafsu keinginan (tanha), melainkan khusus berarti nafsu indria (kamaraga). Anagami telah memutuskan nafsu indria, sedangkan kemelekatan akan dumadi baru hilang pada tingkat kesucian Arahat. [Kembali]
  3. Ini mengacu pada tiga alam kehidupan di bawah manusia: alam neraka, alam binatang, dan alam makhluk halus yang kelaparan (peta). [Kembali]
  4. Berbeda dengan keserakahan (lobha), kebencian (dosa) sepenuhnya terhapus pada tingkat kesucian Anagami. Menurut Kitab Komentar, di antara sifat-sifat tidak bajik (akusala) yang disebutkan dalam khotbah-khotbah berikut, harus dipahami bahwa kemarahan dan kebencian telah terhapus sepenuhnya oleh Anagami, sedangkan kebodohan batin dan kesombongan baru terhapus sebagian. Dibutuhkan pencapaian tingkat kesucian Arahat agar sepenuhnya terhapus. [Kembali]
  5. Menurut Kitab Komentar, ‘Kesemuanya’ mengacu pada sakkaya-dhamma: faktor-faktor pribadi, yaitu: lima khandha kemelekatan (upadanakkhandha) -tubuh jasmani, perasaan, pencerapan, bentuk-bentuk pemikiran, dan kesadaran. Ini membentuk ‘semua’ atau totalitas pengalaman kita. Kitab Komentar menerangkan bahwa ‘pengetahuan langsung’ (abhinna) berarti mengetahui segala sesuatu dalam wujud hakiki lewat sifat-sifatnya yang tidak menyimpang. Dijelaskan bahwa “pemahaman penuh” (parinna) berarti penyelidikan hal-hal berkondisi yang bersifat tidak kekal (anicca), penderitaan (dukkha), dan tanpa inti/ substansi (anatta), yang memuncak dalam pemutusan kemelekatan. [Kembali]
  6. Atau kelahiran yang berulang-ulang, punabbhava. Lihat Ud. 3.10. Bhava yang berarti dumadi, menjadi atau bereksistensi, adalah salah satu faktor dalam rumusan sebab-musabab-yang-saling-bergantungan (paticca samuppada). Dumadi muncul karena kemelekatan dan menyebabkan kelahiran, kematian, dan penderitaan. [Kembali]
  7. Lima khotbah ini telah disingkat karena kelimanya hanya mengulang yang sebelumnya, menggantikan keserakahan, dan seterusnya, dengan kesombongan.
    Syair-syair ini identik dengan syair 1-5. [Kembali]
  8. Ketidaktahuan (avijja) -sinonim dengan kebodohan batin (moha) -mengenai penderitaan, asal-mulanya yaitu nafsu keinginan, penghentiannya, dan Jalan Mulia Berunsur Delapan yang menuju berhentinya penderitaan. Samsara berarti berkelana tanpa henti dari satu kelahiran ke kelahiran lain, atau siklus kelahiran ulang. [Kembali]
  9. Anga yang berarti kaki atau tangan atau bagian pokok, di sini dan di dalam khotbah berikutnya berarti faktor atau syarat yang penting untuk mencapai pembebasan. Perhatian yang bijaksana (yoniso manasikara) berarti memperhatikan aspek-aspek suatu hal atau situasi dengan cara yang mendukung praktik Sang Jalan. Kitab-kitab Komentar menyebutkan: menganggap segala hal sebagai tidak kekal (anicca), penderitaan (dukkha), tanpa inti (anatta), dan tidak menarik (asubha), bukan sebaliknya, dan menghindari spekulasi yang tidak membawa hasil. [Kembali]
  10. Orang yang sedang belajar (sekha) adalah seorang murid luhur yang belum menjadi Arahat, tetapi sedang melatih diri untuk tujuan itu. Arahat atau orang yang telah suci batinnya disebut asekha atau orang yang tidak perlu belajar lagi, yang telah menyelesaikan latihan. Kebebasan tertinggi dari keterikatan, anuttara yogakkhema merupakan kebebasan dari empat ikatan (yoga) nafsu indria, nafsu untuk dumadi, pandangan salah, dan ketidaktahuan (avijja). [Kembali]
  11. Di dalam Vism. Bab 111, sahabat yang baik (kalyanamitta) adalah seorang guru, pemberi subjek meditasi, dan di dalam S. 3:18/i,88 disebutkan bahwa persahabatan yang baik mendorong seseorang untuk mengembangkan dan mengolah Jalan Mulia Berunsur Delapan. Di dalam khotbah yang sama ini Sang Buddha mengatakan: “Karena aku adalah seorang sahabat yang baik, Ananda, maka makhluk yang terkena kelahiran menjadi terbebas dari kelahiran, maka makhluk yang terkena usia tua terbebas dari usia tua, maka makhluk yang terkena penyakit … kematian … kesedihan … penderitaan … keputusasaan terbebas dari keputusasaan.” [Kembali]
  12. Belenggu (samyojana) ada sepuluh jumlahnya: anggapan tentang adanya diri/aku/ego, keraguan, kemelekatan terhadap upacara-upacara, nafsu indria, niat jahat, nafsu dumadi di alam bentuk, nafsu dumadi di alam tanpa bentuk, kesombongan, kegelisahan, dan ketidak-tahuan. Seorang Sotapanna telah memotong tiga hal pertama; Sakadagami juga melemahkan yang keempat dan kelima; Anagami telah menghilangkan lima yang pertama, sedangkan Arahat telah menghancurkan sepuluh belenggu semuanya. [Kembali]
  13. Kitab Komentar mengacu pada perpecahan dalam Sangha yang dilakukan oleh Devadatta, sepupu Sang Buddha. Mengenai Devadatta, lihat Khotbah 89 dan catatan-catatannya. Dengan dengki menciptakan perpecahan di dalam Sangha menyebabkan kelahiran kembali langsung di alam neraka selama satu kalpa. [Kembali]
  14. Orang-orang biasa yang keyakinannya belum berkembang (Kitab Komentar), yaitu orang-orang yang tanpa pengalaman telah tertarik pada ajaran Sang Buddha. [Kembali]
  15. Satu kalpa (kappa), satu aeon atau siklus-dunia, dalam kosmologi Buddhis berarti satu jangka waktu yang panjang sekali di mana alam semesta berevolusi dan mundur, mengembang dan menyusut. Siklus periodik ini berlangsung terus tanpa awal atau akhir. [Kembali]
  16. “(Dia) tidak kehilangan jaminan” berarti dia termasuk yang bisa mencapai pembebasan atau kebebasan dari empat belenggu, sehingga dengan demikian dia bisa menjadi Arahat. Lihat catatan 10 di atas. [Kembali]
  17. Ini merupakan frase ungkapan yang sulit, yang muncul di beberapa tempat di dalam Kitab Suci Pali. Kitab Komentar menjelaskan: “Sebagaimana sesuatu yang telah dibawa lalu dibuang, begitulah dia ditempatkan di alam neraka, karena telah dibawa ke sana oleh tindakannya sendiri (yang jelek).” Bahwa inilah yang dimaksudkan, diperjelas lagi pada syair ketiga. [Kembali]
  18. Netti, hal. 130-131, memiliki versi yang agak berbeda dari khotbah ini (dan selanjutnya), baik dalam bentuk prosa maupun syair. Lihat The Guide, hal. 177-178. Netti menambahkan beberapa baris syair lagi dan di bait pertama menggantikan “Sang Buddha” dengan “Guru” (sattha), panggilan yang lebih umum di dalam konteks semacam itu. [Kembali]
  19. Pasannacitta adalah pikiran yang jernih, terang, murni dan mantap. Menurut Kitab Komentar, ini artinya memiliki keyakinan teguh terhadap Tiga Permata (Tiratana), serta dalam tindakan (kamma) dan akibat-akibatnya. [Kembali]
  20. Beliau mengetahui lewat pengalaman pribadi dengan mengingat kehidupan-kehidupan lampaunya. [Kembali]
  21. Cinta kasih (metta) adalah unsur pertama dari empat ‘Kediaman Batin Luhur’ (brahmavihara) atau sifat-sifat batin universal. Tiga lainnya adalah kasih sayang (karuna), kegembiraan bersimpati (mudita), dan ketenang-seimbangan (upekkha). [Kembali]
  22. Alam abhassara (Cahaya Yang Gilang Gemilang) tidak termasuk yang hancur di akhir kalpa. Ketika muncul suatu alam semesta baru, makhluk-makhluk datang dari sana untuk menghuninya. Yang pertama lahir adalah Brahma Agung, seorang dewa tinggi dalam kosmologi Buddhis. [Kembali]
  23. Sakka adalah pemimpin para dewa di alam Tavatimsa (surga ‘Tiga-puluh-tiga-dewa’), salah satu dari surga kenikmatan (kama-loka), yang berada di bawah alam bentuk (rupa-loka) yang dihuni oleh para brahma. [Kembali]
  24. Cakkavatti-raja atau Penguasa Pemutar-roda yang berbudi adalah padan kata duniawi untuk Sang Buddha. Diramalkan bahwa bila Bodhisatta, atau calon-Buddha, tetap sebagai seorang perumah-tangga, dia akan menjadi Penguasa Pemutar-roda, tetapi jika dia meninggalkan kehidupan berumah-tangga dan menjadi tak-berumah, dia akan menjadi Yang Mencapai Penerangan Sempurna, dan memutar ‘Roda Dhamma’, bukannya ‘Roda Penaklukan.’ Tujuh macam perhiasan adalah hiasan kerajaan yaitu: perhiasan-roda, perhiasan-gajah, perhiasan-kuda, perhiasan-wanita, perhiasan-permata, perhiasan-pelayan dan perhiasan-penasehat. Lihat M. 129. [Kembali]
  25. Dana, memberi atau kemurahan hati, secara tradisional adalah sumber ‘jasa’ yang paling mendasar di semua negara Buddhis. Penguasaan diri (dama) merupakan pengendalian pikiran dan indria sehingga nafsu-nafsu, dsb. tidak menguasai seseorang. Pengendalian diri (sannama) merupakan pengendalian tindakan fisik dan ucapan. Jadi ketiganya ini mencakup semua cara yang mungkin digunakan untuk melakukan tindakan-tindakan berkehendak. [Kembali]
  26. Tekun (appamada) berarti penuh semangat, dan selalu penuh perhatian (sati) dalam mengembangkan apa yang baik dan bermanfaat; ini merupakan dasar bagi semua kemajuan. Lawannya adalah teledor (pamada) di mana pikiran terselewengkan dari yang baik dan dikuasai oleh kekotoran batin. [Kembali]
  27. Ini mengacu pada tingkat kesucian Sotapanna, yang terlahir paling banyak tujuh kali lagi sebelum mencapai pembebasan. [Kembali]
  28. “Seandainya saja mereka dapat menikmati, sebagaimana aku menikmati sekarang” (Kitab Komentar). [Kembali]
  29. Bhunjati berarti makan dan sekaligus menikmati, untuk memanfaatkan sesuatu. [Kembali]
  30. ‘Tiga dasar untuk berbuat jasa’ (punnakiriyavatthu) adalah memberikan dana, melatih moral, dan mengembangkan batin. Lihat Sutta 60. Kitab Komentar membubuhkan keterangan bahwa ‘yang menghasilkan kelahiran yang akan datang’ (opadhikani) berarti menghasilkan keberadaan individu yang sukses, yang memberikan hasil pada saat kelahiran kembali, dan selama kehidupan. Istilah itu dikontraskan dengan dasar-dasar untuk membuat jasa yang ditujukan untuk membebaskan dari kelahiran yang akan datang, seperti misalnya dengan mengembangkan pandangan terang. [Kembali]
  31. Kebebasan-pikiran (cetovimutti) adalah puncak penyucian pikiran dari kekotoran-kekotoran nafsu lewat praktik ketenangan (samatha). Ada berbagai macam kebebasan-pikiran, dan walaupun semuanya mulia, hanya ada satu yang tak dapat diubah yaitu kebebasan-pikiran yang tak tergoyahkan (akuppa cetovimutti) yang dimiliki oleh seorang Arahat. Praktik cinta kasih (metta), unsur pertama dari Kediaman Batin Luhur, memuncak dalam kebebasan-pikiran yang tak terbatas (appamana- cetovimutti) di mana semua niat jahat atau kedengkian (vyapada) hilang dari pikiran. [Kembali]
  32. Ini dipraktikkan terhadap semua makhluk tanpa membedakan dan tanpa kecuali, tidak hanya terhadap satu orang. Dengan demikian cinta kasih (metta) menjadi tanpa batas dan merupakan dasar untuk kebebasan-pikiran. [Kembali]
  33. Ini mengacu pada kisah raja-raja legendaris dari masa lampau yang memerintah dengan baik dan memberikan pengorbanan kepada para dewa serta makanan yang berlimpah kepada yang membutuhkan setelah menang perang. Kemudian mereka mengundurkan diri untuk menjadi peramal (isi), pertapa, atau orang-orang suci, dan kemudian pergi ke alam surga. Di Sutta Nipata (syair 303) disebutkan bahwa pemberian korban itu diprakarsai oleh para brahmana korup yang ingin menumpuk kekayaan. Soma adalah minuman korban yang dipersembahkan bagi para dewa. [Kembali]