RATHAVINITA SUTTA
Kereta-kereta Estafet
Sumber : Sutta Pitaka Majjhima Nikaya II,
Diterjemahkan oleh : Dra. Wena Cintiawati & Dra. Lanny Anggawati
Penerbit Vihara Bodhivamsa, Wisma Dhammaguna, Klaten, 2005
1. Demikian yang saya dengar. Pada suatu ketika Yang Terbekahi sedang berdiam di Rajagaha di Hutan Bambu, di Taman Tupai.
2. Pada waktu itu, sejumlah bhikkhu dari negeri asal [Yang Terberkahi],285 yang telah melewatkan musim penghujan di sana, menghadap Yang Terberkahi. Setelah memberi hormat kepada Beliau, mereka duduk di satu sisi. Yang Terberkahi bertanya kepada mereka:”Para bhikkhu, siapakah di negeri asal [-ku] yang dijunjung tinggi oleh para bhikkhu di sana, oleh sahabat-sahabatnya di dalam kehidupan suci, dengan cara ini: ‘Karena dia sendiri hanya memiliki sedikit keinginan, dia berbicara kepada para bhikkhu mengenai sedikitnya keinginan; karena dia sendiri merasa puas, dia berbicara kepada para bhikkhu mengenai kepuasan hati; karena dia sendiri berada di dalam kesendirian, dia berbicara kepada para bhikkhu mengenai kesendirian; karena dia sendiri jauh dari masyarakat, dia berbicara kepada para bhikkhu mengenai penjauhan dari masyarakat; karena dia sendiri penuh semangat, dia berbicara kepada para bhikkhu mengenai pembangkitan semangat; karena dirinya sendiri mencapai moralitas, dia berbicara kepada para bhikkhu mengenai pencapaian moralitas, karena dirinya sendiri mencapai konsentrasi, dia berbicara kepada para bhikkhu mengenai pencapaian konsentrasi; karena dirinya sendiri mencapai kebijaksanaan, dia berbicara kepada para bhikkhu mengenai pencapaian kebijaksanaan; karena dirinya sendiri mencapai pembebasan, dia berbicara kepadapara bhikkhu mengenai pencapaian pembebasan, karena dirinya sendiri mencapai pengetahuan dan visi tentang pembebasan, dia berbicara kepada para bhikkhu mengenai pencapaian pengetahuan dan visi pembebasan;286 dia adalah orang yang memberikan nasehat, memberikan informasi, mengajar, mendesak, [146] membangkitkan, dan mendorong sahabat-sahabatnya di dalam kehidupan suci’?”
“Yang Mulia Bhante, Y.M. Punna Mantaniputta adalah orang yang amat dihormati di negeri asal [Yang Terberkahi] oleh para bhikkhu di sana, oleh sahabat-sahabatnya di alam kehidupan suci.”287
3. Pada waktu itu, Y.M. Sariputta duduk di dekat Yang Terberkahi. Kemudian muncul pada diri Y.M. Sariputta: “Sungguh merupakan keuntungan bagi Y.M. Punna Mantaniputta, sungguh merupakan keuntungan yang besar baginya karena sahabat-sahabatnya yang bijaksana di dalam kehidupan suci memuji dia poin demi poin di hadapan Sang Guru. Mungkin di suatu kesempatan atau kesempatan lain kami bisa bertemu dengan Y.M. Punna Mantaniputta dan bercakap-cakap denngan beliau.”
4. Kemudian, setelah Yang Terberkahi tinggal di Rajagaha selama yang dikehendaki, Beliau berangkat untuk berkelana secara bertahap menuju Savatthi. Setelah berkelana secara bertahap, akhirnya Beliau sampai di Savatthi, dan di sana Beliau berdiam di Hutan Jeta, Taman Anathapindika.
5. Y.M. Punna Mantaniputta mendengar: “Yang Terberkahi telah tiba di Savatthi dan sedang tinggal di Hutan Jeta, Taman Ananthapindika.” Kemudian Y.M. Punna Mantaniputta merapikan tempat istirahatnya, mengambil jubah luar serta mangkuknya, dan berangkat berkelana secara bertahap menuju Savatthi. Setelah berkelana secara bertahap, akhirnya beliau sampai di Savatthi dan menuju Hutan Jeta, Taman Anathapindika, untuk menemui Yang Terberkahi, Setelah memberi hormat kepada Yang Terberkahi, dia duduk di satu sisi dan Yang Terberkahi mengajar, mendesak, membangkitkan, dan mendorong dia dengan khotbah Dhamma. Kemudian Y.M. Punna Mantaniputta, setelah diajar, didesak, dibangkitkan, dan didorong oleh khotbah Dhamma Yang Terberkahi, merasa gembira dan bersukacita di dalam kata-kata Yang Terberkahi. Dia pun bangkit dari duduknya. Setelah memberi hormat kepada Yang Terberkahi, dengan tetap menjaga Beliau di sisi kanannya, beliau pergi menuju Hutan Manusia Buta untuk tinggal pada hari itu.
6. Kemudian seorang bhikkhu menghampiri Y.M. Sariputta dan berkata kepada beliau: “Sahabat Sariputta, bhikkhu Punna Mantaniputta yang selalu kau puji [147] itu baru saja diajar, didesak, dibangkitkan, dan didorong oleh Yang Terberkahi dengan khotbah Dhamma. Setelah bergembira dan bersukacita di dalam kata-kata Yang Terberkahi, dia bangkit dari duduknya. Setelah memberi hormat kepada Yang Terberkahi, dengan tetap menjaga Beliau di sisi kanannya, dia pergi menuju Hutan Manusia Buta untuk tinggal pada hari itu.”
7. Maka segera Y.M. Sariputta mengambil sehelai tiker dan mengikuti secara dekat di belakang Y.M. Punna Mantaniputta, dengan menjaga agar kepala beliau tetap terlihat. Kemudian Y.M. Punna Mantaniputta memasuki Hutan Manusia Buta dan duduk untuk tinggal pada hari itu di kaki sebuah pohon. Y.M. Sariputta juga memasuki Hutan Manusia Buta dan duduk di kaki sebuah pohon untuk berdiam pada hari itu.
8. Ketika hari menjelang petang, Y.M. Sariputta bangkit dari meditasi, menghampiri Y.M. Punna Mantaniputta, dan bertegur sapa dengan beliau. Setelah pembicaraan yang ramah dan bersahabat itu selesai, beliau duduk di satu sisi dan berkata kepada Y.M. Punna Mantaniputta:
9. “Apakah kehidupan suci dijalani di bawah Yang Terberkahi kita, sahabat?”-“Ya, sahabat.”-“Tetapi, sahabat, apakah demi pemurnian moralitas maka kehidupan suci dijalani di bawah Yang Terberkahi?”-“Tidak, sahabat.”-“Kalau demikian, apakah demi pemurnian pikiran maka kehidupan suci dijalani di bawah Yang Terberkahi?”-“Tidak, sahabat.” “Kalau demikian, apakah demi pemurnian pandangan maka kehidupan suci dijalani di bawah Yang Terberkahi?”-“Tidak, sahabat.”-“Kalau demikian, apakah demi mengatasi keraguan maka kehidupan suci dijalani dibawah Yang Terberkahi?”-“Tidak, sahabat.” –“Kalau demikian, apakah demi pemurnian lewat pengetahuan dan visi tentang apa yang merupakan Sang Jalan dan apa yang bukan Sang Jalan maka kehidupan suci dijalani dibawah Yang Terberkahi?”-“Tidak, sahabat.”-“Kalau demikian, apakah demi pemurnian lewat pengetahuan dan visi tentang caranya maka kehidupan suci dijalani di bawah Yang Terberkahi?”-“Tidak, sahabat.”-“Kalau demikian, apakah demi pemurnian lewat pengetahuan dan visi maka kehidupan suci dijalani di bawah Yang Terberkahi?”-“Tidak-sahabat.”288
10. “Sahabat, ketika ditanya: ‘Tetapi, sahabat, apakah demi pemurnian moralitas maka kehidupan suci dijalani di bawah Yang Terberkahi?’ engkau menjawab: ‘Tidak, sahabat.’Ketika ditanya: ‘Kalau demikian, apakah demi pemurnian pikiran…pemurnian pandangan…pemurnian lewat menanggulangi keraguan…pemurnian lewat pengetahuan dan visi tentang apa yang merupakan Sang Jalan dan apa yang bukan Sang Jalan…pemurnian lewat pengetahuan dan visi tentang caranya…pemurnian lewat pengetahuan dan visi maka kehidupan suci dijalani di bawah Yang Terberkahi?’ engkau menjawab: ‘Tidak, sahabat.’ Kalau demikian, sahabat, demi apa [148] kehidupan suci dijalani di bawah Yang Terberkahi?”
“Sahabat, adalah demi Nibbana akhir tanpa kemelekatan maka kehidupan suci dijalani di bawah Yang Terberkahi.”289
11. “Tetapi sahabat, apakah pemurnian moralitas yang merupakan Nibbana akhir tanpa kemelekatan?”-“Bukan, sahabat.”-“Kalau demikian, apakah pemurnian pikiran yang merupakan Nibbana akhir tanpa kemelekatan?”-Bukan, sahabat.”-“Kalau demikian, apakah pemurnian pandangan yang merupakan Nibbana akhir tanpa kemelekatan?”-Bukan, sahabat.”-“Kalau demikian, apakah pemurnian lewat mengatasi keraguan yang merupakan Nibbana akhir tanpa kemelekatan?”-“Bukan, sahabat.”-“Kalau demikian, apakah pemurnian lewat pengetahuan dan visi tentang apa yang merupakan Sang Jalan dan apa yang bukan Sang Jalan merupakan Nibbana akhir tanpa kemelekatan?”-“Bukan, sahabat.”-“Kalau demikian, apakah pemurnian lewat pengetahuan dan visi tentang caranya yang merupakan Nibbana akhir tanpa kemelekatan?”-“Bukan, sahabat.”-“Kalau demikian, apakah pemurnian lewat pengetahuan visi yang merupakan Nibbana akhir tanpa kemelekatan?”-“Bukan, sahabat.”-“Tetapi, sahabat, apakah Nibbana akhir tanpa kemelekatan dicapai tanpa keadaan-keadaan ini?”-“Bukan, sahabat.”
12. “Ketika ditanya: ‘Tetapi sahabat, apakah pemurnian moralitas yang merupakan Nibbana akhir tanpa kemelekatan?’ engkau menjawab: ‘Bukan, sahabat.’ Ketika ditanya: ‘Kalau demikian, apakah pemurnian pikiran…pemurnian pandangan….pemurnian lewat mengatasi keraguan…pemurnian lewat pengetahuan dan visi tentang apa yang merupakan Sang Jalan dan apa yang bukan Sang Jalan…pemurnian lewat pengetahuan dan visi tentang caranya…pemurnian lewat pengetahuan dan visi yang merupakan Nibbana akhir tanpa kemelekatan?’ engkau menjawab:’Bukan, sahabat.’ Dan ketika ditanya: ‘Tetapi, sahabat, apakah Nibbana akhir tanpa kemelekatan harus dicapai tanpa keadaan-keadaan ini?’ engkau menjawab: ‘Bukan, sahabat.’ Tetapi ahabat, agaimana arti pertanyaan-pertanyaan ini harus dipahami?”
13. “Sahabat, seandainya saja Yang Terberkahi telah menjelaskan tentang pemurnian moralitas sebagai Nibbana akhir tanpa kemelekatan, Beliau pasti akan menjelaskan apa yang masih dibarengi oleh kemelekatan sebagai Nibbana akhir tanpa kemelekatan. Seandainya saja Yang Terberkahi telah menjelaskan pemurnian pikiran…pemurnian pandangan…pemurnian lewat menanggulangi keraguan….pemurnian lewat pengetahuan dan visi tentang apa yang merupakan Sang Jalan dan apa yang bukan Sang Jalan…pemurnian lewat pengetahuan dan visi tentang caranya…pemurnian lewat pengetahuan dan visi sebagai Nibbana akhir tanpa kemelekatan, Beliau pasti akan menjelaskan apa yang masih dibarengi oleh kemelekatan sebagai Nibbana akhir tanpa kemelekatan.290 Dan seandainya saja Nibbana akhir tanpa kemelekatan dan dapat dicapai tanpa keadaan-keadaan ini, maka orang biasa pasti sudah mencapai Nibbana akhir, karena orang biasa memang tidak memiliki keadaan-keadaan ini.
14. “Mengenai hal itu, sahabat, saya akan memberimu suatu perumpamaan, karena beberapa manusia bijaksana memahami arti suatu pertanyaan dengan sarana perumpamaan. Misalnya saja raja Pasenadi dari negeri kosala sedng tinggal di Savatthi [149], dan tiba-tiba ada urusan penting yang harus diselesaikan di Saketa. Di antara Savatthi dan Saketa ada tujuh kereta estafet yang disediakan bagi Raja. Ketika Raja Pasenadi dari negeri Kosala meninggalkan Savatthi melalui pintu istana sebelah dalam, beliau naik ke kereta estafet yang pertama. Dengan sarana kereta estafet pertama itu beliau akan tiba di kereta estafet kedua; kemudian beliau akan turun dari kereta estafet pertama dan naik ke kereta estafet kedua, dan dengan sarana kereta estafet kedua beliau akan tiba di kereta ketiga…dengan sarana kereta ketiga, beliau akan tiba di kereta ke empat … dengan sarana kereta kereta ke empat, beliau akan tiba di kereta kelima…dengan sarana kereta kelima, beliau akan tiba di kereta keenam…dengan sarana kereta keenam, beliau akan sampai di kereta ketujuh, dan dengan sarana kereta ketujuh, dia akan tiba di pintu istana sebelah dalam di Saketa. Kemudian, ketika beiau telah sampai di pintu istana sebelah dalam, teman-teman dan kenalan-kenalannya, sanak saudara dan keluarganya, akan bertanya kepadanya: “Tuan, apakah engkau datang dari Savatthi ke pintu istana sebelah dalam di saketa dengan sarana kereta estafet ini?” Kalau demikian halnya, bagaimana raja Pasenadi dari negeri Kosala harus menjawab agar jawabannya benar?”
“Agar jawabannya benar, sahabat, dia harus menjawab demikian: ‘Disini, sementara tinggal di Savatthi, ada urusan penting yang harus diselesaikan di Saketa, dan di antara Savatthi dan Saketa ada tujuh kereta estafet yang telah disediakan bagiku. Kemudian, setelah meninggalkan Savatthi melalui pintu istana sebelah dalam, aku naik ke kereta estafet yang pertama, dan dengan sarana kereta estafet pertama, aku tiba di kereta estafet kedua; kemudian aku turun dari kereta pertama dan naik ke kereta kedua, dan dengan sarana kereta kedua aku tiba di kereta ketiga…keempat…kelima…keenam…ketujuh, dan dengan sarana kereta ke tujuh aku tiba di pintu istana sebelah dalam di Saketa.’ Agar jawabannya benar, dia harus menjawab demikian.”
15. “:Demikian pula, sahabat, pemurnian moralitas adalah demi mencapai pemurnian pikiran, pemurnian pikiran adalah demi mencapai pemurnian pandangan; pemurnian pandangan adalah demi mencapai pemurnian lewat mengatasi keraguan; pemurnian lewat mengatasi [150] adalah demi mencapai pemurnian lewat pengetahuan dan visi tentang apa yang merupakan Sang Jalan dan apa yang bukan Sang Jalan; pemurnian lewat pengetahuan dan visi tentang apa yang merupakan Sang jalan dan apa yang bukan Sang Jalan adalah demi mencapai pemurnian lewat pengetahuan dan visi tentang caranya; pemurnian lewat pengetahuan dan visi tentang caranya adalah demi mencapai pemurnian pengetahuan dan visi; pemurnian lewat pengetahuan dan visi adalah demi mencapai Nibbana akhir tanpa kemelekatan. Demi Nibbana akhir tanpa kemelekatan inilah maka kehidupan suci dijalani dibawah Yang terberkahi.”
16. Ketika hal ini telah dikatakan, Y.M. Sariputta bertanya kepada Y.M. Punna Mantaniputta: “Siapakah nama Yang Mulia, dan bagaimanakah sahabat-sahabat di dalam kehidupan suci mengenal Yang Mulia?”291
“Nama saya adalah Punna, sahabat, dan sahabat-sahabat saya di dalam kehidupan suci mengenal saya sebagai Mantaniputta.”
“Sungguh luar biasa, sahabat, sungguh, menakjubkan! Setiap pertanyaan yang mendalam telah terjawab, poin demi poin, oleh Y.M. Punna Mantaniputta sebagai siswa yang terpelajar yang memahami Ajaran Sang Guru dngan benar. Sungguh ini merupakan keuntungan bagi sahabat-sahabatnya di dalam kehidupan suci, sungguh ini merupakan keuntungan besar bagi mereka yang memiliki kesempatan bertemu dan menghormat Y.M. Punna Mantaniputta. Bahkan seandainya saja untuk memperoleh kesempatan bertemu dan menghormat beliau, para sahabat di dalam kehidupan sucinya memanggul Y.M. Punna Mantaniputta dengan bantal di atas kepala mereka, hal itu pun akan merupakan keuntungan bagi mereka, keuntungan yang besar bagi mereka. Dan sungguh merupakan keuntungan bagi kami, keuntungan yang besar bagi kami karena kami mempunyai kesempatan bertemu dan menghormati Y.M. Punna Mantaniputta.”
17. Ketika hal ini telah dikatakan, Y.M. Punna Mantaniputta bertanya kepada Y.M. Sariputta: “Siapakah nama Yang Mulia, dan bagaimanakah sahabat-sahabat di dalam kehidupan suci mengenal yang mulia?”
“Nama saya adalah Upatisa, sahabat, dan sahabat-sahabat saya di dalam kehidupan suci mengenal saya sebagai Sariputta.”
“Sungguh, sahabat, tadi kami tidak mengetahui bahwa kami sedang berbicara dengan Y.M. Sariputta, siswa yang sudah seperti Sang Guru sendiri.292 Seandainya saja tadi kami mengetahui bahwa ini adalah Y.M. Sariputta, kami tidak akan berkata begitu banyak. Sungguh luar biasa, sahabat, sungguh menakjubkan! Setiap pertanyaan yang mendalam telah diajukan, poin demi pon, oleh Y.M. Sariputta sebagai siswa terpelajar yang memahami Ajaran Sang Guru dengan Benar. Sungguh ini merupakan keuntungan bagi sahabt-sahabatnya di dalam kehidupan suci, sungguh ini merupakan keuntungan besar bagi mereka yang memiliki kesempatan bertemu dan menghormat Y.M. Sariputta. Bahkan seandainya saja untuk memperoleh kesempatan bertemu dan menghormat beliau [151] para sahabat di dalam kehidupan sucinya memanggul Y.M. Sariputta dengan bantal di atas kepala mereka, hal; itu pun akan merupakan keuntungan bagi mereka, keuntungan yang besar bagi mereka. Dan sungguh merupakan keuntungan bagi kami, keuntungan yang besar bagi kami karena kami mempunyai kesempatan bertemu dan menghormat Y.M. Sariputta.”
Demikianlah kedua makhluk agung ini bersukacita di dalam kata-kata lawan bicara mereka masing-masing yang menyenangkan.
Catatan :
(285) Spesifikasi dalam tanda kurung diambil dari MA. Tanah kelahiran Sang Buddha adalah Kapilavatthu, di kaki pegunungan Himalaya.
(286) Lima hal terakhir membentuk satu rangkaian yang disebut lima kelompok Dhamma (dhammakkhandha). “Pembebasan” ditujukan dengan buah-buah agung, “pengetahuan dan visi tentang pembebasan” dengan pengetahuan memeriksa.
(287) Y.M. Punna Mantaniputta termasuk keluarga brahmana dan ditahbiskan oleh Y.M. Anna Kondanna di Kapilavatthu. Di situ beliau berdiam sampai beliau memutuskan untuk mengunjungi Sang Buddha di Savatthi. Di kemudian hari, beliau dinyatakan oleh Sang Buddha sebagai bhikkhu yang paling unggul di antara para pembabar Dhamma.
(288) Walaupun tujuh pemurnian ini (satta visuddhi) disebutkan di tempat lain di Kitab Suci Pali (di DN iii.288, dengan tambahan dua pemurnian: pemurnian oleh kebijaksanaan dan pemurnian oleh pembebasan), aneh juga mengapa berbagai pemurnian ini tidak dianalisa sebagai satu rangkaian di dalam Nikaya-nikaya mana pun; dan hal ini bahkan menjadi lebih aneh ketika kedua siswa yang besar ini tampaknya mengenalinya sebagai kelompok kategori doktri yang sudah pasti. Walaupun demikian, skema berunsur-tujuh ini membentuk perancah bagi seluruhh Visuddhimagga, yang mendefinisikan berbagai tahap dengan sarana tradisi komentar yang telah sepenuhnya dikembangkan tentang konsentrasi dan meditasi pandangan terang.
Pendek kata, “pemurnian moralitas” (silavisuddhi) merupakan ketaatan tak-terputus pada peraturan moral yang telah diambil seseorang. Hal ini dijelaskan oleh Vsm dengan mengacu pada pelatihan moral seorang bhikkhu sebagai “pemurnian moralitas berunsur empat.” “Pemurnian pikiran” (cittavisuddhi) adalah pematahan lima penghalang melalui pencapaian konsentrasi akses dan jhana-jhana. “Pemurnian pandangan” (ditthivisuddhi) adalah pemahaman yang mendefinisikan sifat dari lima kelompok kehidupan yang membentuk suatu makhluk hidup. “Pemurnian dengan mengatasi keraguan” (kankhavitaranavisuddhi) adalah pemahaman tentang pengondisian. “Pemurnian oleh pengetahuan dan visi tentang apa yang merupakan jalan dan apa yang merupakan bukan-jalan” (maggamaggananadassanavisuddhi) adalah pembedaan yang benar tentang jalan yang salah dari pengalaman-pengalaman yang amat menggairahkan dan menggirangkan serta jalan yang benar dari kebijaksanaan ke dalam ketidak-puasan, dan tanpa-diri. “Pemurnian oleh pengetahuan dan visi tentang jalan: (patipadananadassanavisuddhi) terdiri atas rangkaian mendaki dan pengetahuan-pengetahuan kebijaksanaan sampai ke jalan-jalan supra-duniawi. Dan “pemurnian oleh pengetahuan dan visi” (nanadassanavisuddhi) merupakan jalan-jalan supra-duniawi.
(289) MA menjelaskan anupadanaparinibbana sebagai appaccayaparinibbana, “Nibbana akhir yang tidak memiliki kondisi,” yang menjelaskan bahwa upadana mempunyai dua arti: mencengkeram (gahana), seperti yang terdapat dibacaan umum tentang empat jenis kemelekatan; dan kondisi (paccaya), seperti yang diilustrasikan di dalam bacaan ini. Para komentator menjelaskan “Nibbana akhir tanpa kemelekatan sebaagai salah satu dari dua hal: sebagai buah dari tingkat Arahat, karena tidaak dapat dicengkeram oleh empat jenis kemelekatan; atau sebagai Nibbana yang tak-terkondisikan, karena tidak lagi muncul melalui kondisi apa pun.
290. MA menjelaskan bahwa enam tahap pertama adalah “diiringi kemelekatan” yang berarti tahap yang terkondisi maupun tahap yang ada pada orang yang masih memiliki kemelekatan; tahap ketujuh, yang supra-duniawi, hanya dalam pengertian tahap yang terkondisi.
291. MA mengatakan bahwa Sariputta bertanya hanya sebagai basa-basi untuk menyapa Punna Mataniputta karena beliau sudah mengetahui nama Punna. Tetapi, Punna belum pernah bertemu dengan Sariputta sebelumnya. Maka, pastilah dia amat terkejut ketika bertemu dengan siswa agung itu.
292. Satthukappa. MA mengatakan bahwa ini merupakan pujian tertinggi yang dapat dipakai untuk menyebut seorang siswa.