No. 270
ULŪKA-JĀTAKA
Sumber : Indonesia Tipitaka Center
“Anda sekalian umumkan,” dan seterusnya. Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Jetavana, tentang pertengkaran di antara burung gagak dan burung hantu.
Dikatakan bahwasanya pada satu masa yang tidak diketahui kapan pastinya, burung gagak biasa memangsa burung hantu pada siang hari, dan pada malam hari burung hantu terbang berkeliling dan mematuk kepala burung gagak sampai putus di saat mereka tertidur, dan demikian membunuh burung gagak.
Kala itu, terdapat seorang bhikkhu yang tinggal di sebuah bilik di samping Jetavana. Ketika tiba waktunya untuk menyapu, selalu terdapat sejumlah banyak kepala-kepala burung gagak yang harus dibuang, yang jatuh dari pohon. Jumlahnya cukup untuk memenuhi tujuh atau delapan pot238. Dia pun kemudian memberitahukan ini kepada para bhikkhu lainnya.
Di dalam balai kebenaran, mereka mulai membicarakannya, “Āvuso, bhikkhu anu selalu menemukan banyak kepala burung gagak yang harus dibuang setiap hari di tempat dia tinggal!” [352] Sang Guru berjalan masuk, dan menanyakan apa yang sedang mereka bicarakan dengan duduk di sana. Mereka pun memberi tahu Beliau. Kemudian mereka menanyakan sejak kapan burung gagak dan burung hantu mulai bertengkar. Sang Guru menjawab, “Sejak kappa (kalpa) pertama,” dan kemudian Beliau menceritakan sebuah kisah masa lampau kepada mereka.
____________________
Dahulu kala, orang-orang yang hidup pada kappa pertama berkumpul bersama dan memilih seorang pemimpin (raja) bagi mereka, seorang yang rupawan, banyak hasil, yang bisa memimpin, dan yang semuanya serbabaik. Hewan-hewan berkaki empat pun berkumpul bersama dan memilih singa sebagai raja mereka. Ikan-ikan di lautan memilih seekor ikan yang bernama Ānanda di antara mereka sebagai raja.
Kemudian burung-burung di daerah pegunungan Himalaya berkumpul bersama di atas batu karang yang datar, dan berkata, “Di antara manusia sudah ada raja, di antara hewan (berkaki empat) sudah ada raja, begitu juga dengan ikan-ikan di lautan, sedangkan di antara kita belum ada seorang raja. Kita tidak boleh hidup dalam ketidakteraturan, kita juga harus memilih seorang raja di antara kita. Carilah satu yang cocok dijadikan sebagai raja kita!”Mereka pun mencari burung yang demikian, dan memilih burung hantu, “Inilah burung yang kami suka,” kata mereka.
Dan seekor burung mengumumkan sebanyak tiga kali bahwa akan ada pemungutan suara untuk memutuskan permasalahan tersebut. Setelah dengan sabar mendengar pengumuman itu sebanyak dua kali, pada kali ketiganya, seekor burung gagak bangkit dan berkata, “Tahan! Jika demikian rupa dirinya ketika hendak dinobatkan sebagai raja, bagaimana pula dengan rupanya ketika dia marah? Jika dia melihat kita dengan kemarahan, maka kita akan hancur seperti biji-bijian yang diletakkan pada wadah yang panas. Saya tidak menginginkan burung ini menjadi raja!” dan mengucapkan bait pertama berikut:
Anda sekalian umumkan
burung hantu akan menjadi raja dari segala burung:
Dengan izin darimu,
bolehkah saya mengutarakan pendapatku?
Burung-burung mengulangi bait kedua berikut, untuk memperbolehkannya berbicara:
Anda mendapatkan izin dari kami,
semoga pendapatmu itu baik dan benar:
karena burung-burung lainnya muda,
bijaksana, dan cerdas.
Setelah mendapatkan izin, dia mengulangi bait ketiga berikut:
Saya tidak suka (dikatakan dengan penuh hormat) dengan burung hantu
yang dinobatkan sebagai pemimpin kita.
Lihatlah wajahnya! Jika itu adalah di saat dia sedang senang hati,
bagaimana pula wajahnya di saat dia marah?
Kemudian burung gagak itu terbang ke angkasa, sembari meneriakkan, “Saya tidak suka itu! Saya tidak suka itu!” Burung hantu bangkit dan terbang mengejarnya. Sejak saat itu, kedua jenis burung tersebut saling bermusuhan. Dan burung-burung kemudian memilih seekor angsa emas sebagai raja mereka, dan membubarkan diri.
____________________
____________________
Catatan kaki :
238 nāḷī; PED menuliskan kata ini sebagai satu ukuran kapasitas. Di dalam terjemahan bahasa Inggris, tertulis “pottles”.