Bodhirajakumara Sutta

BODHIRAJAKUMARA SUTTA

Kepada Pangeran Bodhi

Sumber : Majjhima Nikaya 5
Diterjemahkan dari Bahasa Inggris
Oleh : Dra. Wena Cintiawati, Dra. Lanny Anggawati
Penerbit : Vihara Bodhivamsa, Wisma Dhammaguna, 2008

[91] 1. DEMIKIAN YANG SAYA DENGAR. Pada suatu ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di negeri Bhagga di Sumsumaragira di Hutan Bhesakala, Taman Rusa.

2. Pada waktu itu, sebuah istana yang dinamakan Kokanada baru saja dibangun  untuk Pnageran Bodho, dan istana itu sama sekali belum dihuni oleh petapa atau brahmana atau manusia.816

3. Kemudian Pangeran Bodhi berkata kepada seorang siswa brahmana yang bernama Sanjikaputta demikian: “Ayo, sahabat Sanjikaputa, pergilah kepada Yang Terberkahi dan berilah hormat atas namaku dengan kepalamu di kaki Beliau, dan bertanyalah apakah Beliau bebas dari penyakit dan derita, berada dalam keadaan sehat, kuat, dan berdiam dalam kenyamanan, dengan mengatakan: ‘Bhante, Pangeran Bodhi memberi hormat dengan kepalanya di kaki Yang Terberkahi, dan menanyakan apakah Yang Terberkahi bebas dari penyakit … dan berdiam dalam kenyamanan. Kemudian katakan hal ini: ‘Bhante, biarlah Yang Terberkahi bersama Sangha para bhikkhu menerima makan besok dari Pangeran Bodhi.’”

“Ya, Pangeran,” jawab Sanjikaputta. Lalu dia pergi kepada Yang Terberkahi dan bertegur sapa dengan Beliau. Setelah ramah tamah ini berakhir, dia duduk di satu sisi dan berkata: ”Tuan Gotama, Pangeran Bodhi memberi hormat dengan kepalanya di kaki Guru Gotama, dan bertanya apakah Beliau bebas dari penyakit … dan berdiam dalam kenyamanan. Dan Pangeran mengatakan hal ini: ‘Biarlah Guru Gotama bersama Sangha para bhikkhu menerima makan besok dari Pangeran Bodhi.’”

4. Yang Terberkahi menyetujui dengan berdiam diri. Kemudian, mengetahui bahwa Yang Terberkahi telah menyetujui, Sanjikaputta bagkit dari duduknya, pergi ke Pangeran Bodhi, dan memberitahukan apa yang terjadi [92], dengan menambahkan: “Petapa Gotama telah menyetujui.”

5. Kemudian, ketika malam telah berakhir, Pangeran Bodhi menyuruh menyiapkan berbagai makanan pilihan di tempat tinggalnya sendiri dan dia menyuruh istana Kokananda dibentangi kain putih sampai ke anak tangga terbawah. Lalu Pangeran berkata kepada siswa brahmana Sanjikaputta demikian: “Ayo, sahabat Sanjikaputta, pergilah kepada Yang Terberkahi dan beritahukan bahwa waktunya telah tiba demikian: ‘Sudah waktunya, Bhante, makanan sudah siap.’”

“Ya, Pangeran,” jawab Sanjikaputta, dan dia pergi kepada Yang Terberkahi dan memberitahukan bahwa waktunya telah tiba demikian. Sudah waktunya, Guru Gotama, makanan sudah siap.’”

6. Maka, di pagi hari itu Yang Terberkahi berpakaian, mengambil mangkuk dan jubah luar Beliau, dan pergi ke tempat tinggal Pangeran Bodhi.

7. Pada kesempatan itu Pangeran Bodhi sedang berdiri di serambi luar menunggu Yang Terberkahi. Ketika melihat Yang Terberkahi datang dari jauh, dia keluar untuk menjumpai Beliau dan memberi hormat; dan kemudian, dengan mempersilahkan Yang Terberkahi berjalan di depannya, dia menuju istana Kokananda. Tetapi Yang Terberkahi berhenti di anak tangga terendah. Pangeran Bodhi berkata kepada Beliau; “Bhante, biarlah Yang Terberkahi melangkah di atas kain ini, sudilah Yang Tinggi melangkah di atas kain ini, sehingga hal itu akan menyebabkan kesejahteraan dan kebahagiaan bagiku untuk waktu yang lama.” Ketika hal ini dikatakan, Yang Terberkahi berdiam diri.817

Untuk kedua kalinya…Ketiga kalinya Pangeran Bodhi berkata kepadanya: “Bhante, biarlah Yang Terberkahi melangkah di atas kain ini, sudilah Yang Tinggi melangkah di atas kain ini, sehingga hal itu akan menyebabkan kesejahteraan dan kebahagiaan bagiku untuk waktu yang lama.”

Yang Terberkahi memandang Y.M. Ananda.[93] Y.M. Ananda berkata kepada Pangeran Bodhi: “Pangeran, singkirkanlah kain ini. Yang Terberkahi tidak akan melangkah di atas hamparan kain; Para Tathagata memiliki rasa hormat pada generasi yang akan datang.”818

8. Maka Pangeran Bodhi menyuruh agar kain itu disingkirkan, dan dia menyuruh tempat duduk disiapkan di apartemen-apartemen atas di Istana Kokanda. Yang Terberkahi dan Sanngha para bhikkhu menaiki Istana Kokanda dan duduk di tempat yang telah disiapkan.

9. Kemudian, dengan tangannya sendiri, Pangeran Bodhi melayani dan memuaskan Sangha para bhikkhu yang dipimpin oleh Sang Buddha dengan berbagai makanan pilihan. Ketika Yang Terberkahi telah selesai makan dan menarik tangan beliau dari mangkuk, Pangeran Bodhi mengambil tempat duduk yang rendah, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Yang Terberkahi: “Bhante, kami telah berpikir demikian: ‘Kesenangan tidak dapat diperoleh melalui kesenangan; kesenangan harus diperoleh melalui rasa sakit.””819

10. “Pangeran, sebelum pencerahanku, sementara aku baru seorang Bodhisatta yang belum tercerahkan, aku juga berpikir demikian: ‘Kesenangan tidak dapat diperoleh melalui kesenangan; kesenangan harus diperoleh melalui rasa sakit.”

11-14. “Di kemudian hari, Pangeran, ketika masih muda, sebagai seorang pemuda berambut-hitam yang memiliki berkah kemudaan, di dalam masa jaya kehidupan … (seperti Sutta 26, § 15-17) … Dan aku duduk di sana berpikir: ‘Ini sudah cukup untuk berjuang.’

15-42 “Lalu tiga kiasan ini muncul di dalam diriku secara spontan, yang belum pernah didengar sebelumnya…(seperti Sutta 36, §17-44, tetapi pada sutta ini di § 18-23 – sesuai § 20-25 dari sutta 36 – kalimat “Tetapi perasaan menyakitkan yang telah muncul padaku itu tidak menyerang pikiranku dan tidak tinggal” tidak ada; dan pada sutta ini di § 37, 39 dan 42 – sesuai § 39, 41, dan 44 dari Sutta 36 – kalimat “Tetapi perasaan menyenangkan yang telah muncul padaku itu tidak menyerang pikiranku dan tidak tinggal” tidak ada) … seperti yang terjadi pada orang yang berdiam rajin, bersemangat, dan mantap.

43-53. “Aku mempertimbangkan: ‘Dhamma yang telah kucapai ini sungguh dalam’ … (seperti Sutta 26, §19-29) [94] … dan kami berenam hidup dari apa yang dibawa oleh dua bhikkhu yang mengumpulkan dana makanan itu.

54. “Kemudian para bhikkhu dari kelompok lima itu, tak lama setelah diajar dan diberi instruksi demikian olehku, dengan cara merealisasikan bagi diri mereka sendiri melalui pengetahuan langsung, di sini dan kini masuk dan berdiam di dalam tujuan tertinggi kehidupan suci, yang untuknya para pria dengan benar meninggalkan kehidupan berumah menuju tak-berumah.”

55. Ketika hal ini dikatakan, Pangeran Bodhi berkata kepada Yang Terberkahi: “Bhante, ketika seorang bhikkhu menemukan Tathagata untuk mendisiplinkan dia, berapa lama waktu yang dibutuhkan sehingga dengan merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dia di sini dan kini masuk dan berdiam di dalam tujuan tertinggi kehidupan suci, yang untuknya para pria dengan  benar meninggalkan kehidupan berumah menuju tak-berumah?”

“Berkenaan dengan itu, Pangeran, aku akan bertanya balik kepadamu. Jawablah sesukamu. Bagaimana pendapatmu, Pangeran? Apakah engkau terampil dalam seni menggunakan galah sementara menaiki gajah?”

“Ya, Bhante.”

56. “Bagaimana pendapatmu, pangeran? Misalnya seseorang datang kemari sambil berpikir: ‘Pangeran Bodhi tahu seni menggunakan galah sementara naik gajah; aku akan mempelajari seni itu di bawah bimbingannya.’ Jika dia tidak mempunyai keyakinan, dia tidak akan dapat mencapai apa yang dapat dicapai oleh orang yang mempunyai keyakinan; jika dia mempunyai banyak penyakit, dia tidak akan dapat mencapai apa yang dapat dicapai oleh orang yang bebas dari penyakit; jika dia curang dan menipu, dia tidak akan dapat mencapai apa yang dapat dicapai oleh orang yang jujur dan tulus; jika dia malas, dia tidak akan dapat mencapai apa yang dapat dicapai oleh orang yang bersemangat: jika dia tidak bijak, dia tidak akan dapat mencapai apa yang dapat dicapai oleh orang yang bijak. Bagaimana pendapatmu, pangeran? Dapatkah dia belajar di bawah bimbinganmu seni menggunakan galah sementara menunggang gajah?”

“Bhante, bahkan jika dia memiliki salah satu kekurangan itu, dia tidak dapat berlatih di bawah bimbingan saya, jadi apa yang lima itu?”

57. “Bagaimana pendapatmu, Pangeran? Misalnya seseorang datang kemari sambil berpikir: [95] ‘Pangeran Badhi tahu seni menggunakan galah sementara naik gajah; aku akan belajar seni itu dibawah bimbingannya.” Jika dia mempunyai keyakinan, dia akan dapat mencapai apa yang dapat dicapai oleh orang yang mempunyai keyakinan; jika dia bebas dari penyakit, dia dapat mencapai apa yang dapat dicapai oleh orang yang bebas dari penyakit; jika dia jujur dan tulus, dia dapat mencapai apa yang dapat dicapai oleh orang yang jujur dan tulus; jika dia bersemangat, dia dapat mencapai apa yang dapat dicapai oleh orang yang bersemangat; jika dia bijak, dia dapat mencapai apa yang dapat dicapai oleh orang bijak. Bagaimana pendapatmu, Pangeran? Dapatkah dia belajar di bawah bimbinganmu senigalah sementara menunggang gajah?”

“Bhante, bahkan jika dia memiliki salah satu dari sifat-sifat itu, dia dapat berlatih di bawah bimbingan saya, jadi apa yang lima itu?”

58. “Demikian juga, pangeran, ada lima factor usaha. Apakah yang lima itu? Di sini seorang bhikkhu memiliki keyakinan, dia menempatkan keyakinannya pada pencerahan Tathagata demikian: ‘Yang Terberkahi itu telah mantap, sepenuhnya tercerahkan, sempurna dalam pengetahuan sejati dan perilaku, tinggi, pengenal semua alam, pemimpin yang tiada bandingnya bagi manusia yang harus dijinakkan, guru para dewa dan manusia, yang tercerahkan, terberkahi.’

“Kemudian dia bebas dari penyakit dan rasa sakit, memiliki pencerahan bagus yang tidak terlalu dingin dan tidak terlalu panas melainkan menengah dan dapat menahan beban usaha.

“Kemudian dia jujur dan tulus, dan menunjukkan diri sebagaimana adanya kepada Gurunya serta sahabat-sahabatnya di dalam kehidupan suci.

“Kemudian dia bersemangat untuk meninggalkan keadaan-keadaan yang tak-bajik dan menjalankan keadaan-keadaan yang bajik, kokoh, mengerahkan usahanya dengan mantap dan berjuang untuk mengembangkan keadaan-keadaan yang bajik.

“Kemudian dia bijak; dia memiliki kebijaksanaan sehubungan dengan kemunculan dan kelenyapan yang agung, dan menembus serta menuju hancurnya penderitaaan sepenuhnya. Inilah lima factor usaha itu.

59. “Pangeran, bila seorang bhikkhu yang memiliki lima factor usaha ini menemukan Tathagata untuk mendisiplinkan dia, dia mungkin berdiam tujuh tahun sampai – dengan cara merealisasikan untuk dirinya sendiri melalui pengetahuan langsung – dia di sini dan kini masuk dan berdiam di dalam tujuan tertinggi kehidupan suci yang untuknya para pria dengan benar meninggalkan kehidupan berumah menuju tak-berumah.[96]

“Apalagi tujuh tahun, Pangeran. Bila seorang bhikkhu yang memiliki lima factor usaha ini menemukan Tathagata untuk mendisiplinkan dia, dia mungkin berdiam enam tahun … lima tahun… empat tahun … tiga tahun … dua tahun …. satu tahun … Apalagi satu tahun, Pangeran, … dia mungkin berdiam tujuh bulan… enam bulan… lima bulan… empat bulan… tiga bulan… dua bulan … stu bulan … setengah bulan … Apalagi setengah bulan, Pangeran, … dia mungkin berdiam tujuh siang dan malam … enam sian dan malam … lima siang dan malam …empat siang dan malam… tiga siang dan malam … dua siang dan malam.

“Apalagi satu siang dan malam, Pangeran. Bila seorang bhikkhu yang memiliki lima factor usaha ini menemukan Tathagata untuk mendisiplinkan dia, maka diberi instruksi di petang hari, dia mungkin sampai pada pembedaan di pagi hari; di beri instruksi di pagi hari, dia mungkin sampai pada pembedaan di petang hari.”

60. Ketika hal ini disampaikan, Pangeran Bodhi berkata kepada Yang Terberkahi: “Oh, Biddha! Oh, Dhamma! Oh, betapa baiknya Dhamma ini dinyatakan! Karena orang yang diberi instruksi di petang hari mungkin sampai pada pembedaaaan di pagi hari, dan orang yang diberi instruksi di pagi hari mungkin sampai pada pembedaan di petang hari.”

61. Ketika hal ini disampaikan, siswa brahmana Sanjikaputta berkata kepada Pangeran Bodhi: “Tuan Badhi mengatakan : ‘Oh, Buddha! Oh, Dhamma! Oh, betapa baiknya Dhamma ini dinyatakan! ‘Tetapi dia tidak mengatakan : ‘Saya pergi kepada Guru Gotama untuk perlindungan dan kepada Dhama dan kepada Sangha para bhikkhu.’”

“Jangan mengatakan itu, sahabatku Sanjikaputta. Jangan mengatakan itu. Aku telah mendengar dan belajar tentang hal ini dari bibir ibuku:[97] Ada suatu saat ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di Kosambi di Taman Ghosita. Pada saat itu, ibuku – yang sedang hamil – pergi kepada Yang Terberkahi. Setelah memberi hormat kepada Beliau, ibu duduk di satu sisi dan berkata kepada Beliau: ‘Bhante, pangeran atau putri di kandunganku, yang mana pun itu, pergi kepada Yang Terberkahi untuk perlindungan dan kepada Dhamma dan kepada Sangha para bhikkhu. Biarlah Yang Terberkahi mengingat [anak ini] sebagai pengikut awam yang telah pergi untuk perlindungan sepanjang hidup.’ Ada juga saat ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di sini, di negeri Bhagga di Sumsumaragira di Hutan Bhesakala, Taman Rusa. Pada saat itu, pengasuhku –yang menggendongku di pinggulnya – pergi kepada Yang Terberkahi, dan setelah memberi hormat kepada Beliau, dia berdiri di satu sisi dan berkata kepada Beliau: ‘Bhante, Pangeran Bodhi ini pergi kepada Yang Terberkahi untuk perlindungan dan kepada Dhamma dan kepada Sangha para bhikkhu. Biarlah Yang Terberkahi mengingatnya sebagai pengikut awam yang telah pergi untuk perlindungan sepanjang hidup.’ Sekarang, sahabat Sanjikaputta, untuk ketiga kalinya aku pergi kepada Yang Terberkahi untuk ketiga kalinya aku pergi kepada Yang Terberkahi untuk perlindungan dan kepada Dhamma dan kepada Sangha para bhikkhu. Biarlah Yang Terberkahi mengingat saya sebagai pengikut awam yang telah pergi untuk perlindungan sepanjang hidup.”

Catatan

816
Pangeran Bodhi adalah putra Raja Udena dari Kosambi; ibunya adalah putrid Raja Candappajjota dari Avanti. Porsi sutta dari §2 sampai §8 juga terdapat di Vin Cv Kh 5/ii. 127-29, yang membawa pada formulasi peraturan yang disebutkan di catatan berikutnya.

817
MA menjelakan bahwa Pangeran Bodhi tidak mempunyai anak dan menginginkan seorang putra. Dia mendengar bahwa keinginan orang-orang bisa terkabul bila mereka memberikan persembahan khusus kepada Sang Buddha, maka dia membentangkan kain putih dengan pemikiran: “Jika aku bisa mempunyai putra, Sang Buddha akan menapak di atas kain ini; jika aku tidak bisa mempunyai anak, Beliau tidak akan menapak di atas kain ini.” Sang Buddha mengetahui bahwa karena karma buruk di masa lampaunya, Pangeran dan istrinya ditakdirkan untuk tidak mempunyai anak. Jadi Beliau tidak menapak di atas kain itu. Di kemudian hari, Beliau membuat suatu peraturan disiplin yang melarang para bhikkhu menapak di atas kain putih, tetapi kemudian mengubah peraturan itu dengan mengijinkan para bhikkhu melangkah di atas kain sebagai pemberkahan kepada para perumah-tangga.

818
Pacchimam janatam Tathagato apaloketi. Versi Vin di sini terbaca anukampati, “memiliki kasih sayang,” yang lebih disukai. MA menjelaskan bahwa Y.M. Ananda mengatakan hal ini dengan pemikiran: “Di masa mendatang orang-orang akan menaganggap para bhikkhu sebagai jalan untuk memastikan terkabulnya keinginan-keinginan duniawi mereka, dan akan kehilangn keyakinan pada Sangha jika penghormatan yang mereka lakukan tidak membawa hasil yang diinginkan.”

819
Ini adalah prinsip dasar para Jain, seperti di MN 14.20.