Chachakka Sutta

CHACHAKKA SUTTA

Sumber : Kumpulan Sutta Majjhima Nikaya I,
Oleh : Tim Penerjemah Tripitaka,
Penerbit : Yayasan Pancaran Dharma, Jakarta, 1992

1. Demikian telah saya dengar:
Pada suatu saat Sang Bhagava berdiam di Savatthi di Hutan Jeta, Taman Anathapindika. Di sana beliau berkhotbah kepada para bhikkhu demikian “Para Bhikkhu.”
“Bhante,” para bhikkhu menjawab. Sang Bhagava lalu berkata demikian:

2. “Para Bhikkhu, Aku akan menerangkan Dhamma yang baik pada awalnya, baik pada pertengahan dan baik pada akhirnya, dengan arti dan ungkapan yang benar, dan Aku akan memberitahukan kehidupan brahma1) yang sangat sempurna dan murni, yang disebut Chachakka. Dengar dan perhatikan baik-baik apa yang akan Aku katakan.”
“Baiklah, Bhante,” para bhikkhu menjawab. Sang Bhagava berkata demikian:

(Ringkasan)

3. (i-vi) “Enam landasan di dalam diri seorang dapat dimengerti. Enam landasan luar dapat dimengerti. Enam kelompok kesadaran dapat dimengerti. Enam kelompok kontak dapat dimengerti. Enam kelompok perasaan dapat dimengerti. Enam kelompok keinginan dapat dimengerti.

(A. Uraian)

4. (i)1-6. ‘Enam landasan di dalam diri seseorang dapat dimengerti,’ demikian dikatakan. Lalu dengan dasar apa hal ini dikatakan? Enam landasan itu adalah mata, telinga, hidung, lidah, badan, pikiran. Maka berdasarkan hal-hal tersebut dapat dikatakan: ‘Enam landasan di dalam diri seseorang dapat dimengerti.’ Ini adalah enam yang pertama.

5. (ii) 1-6. ‘Enam landasan luar dapat dimengerti,’ demikian dikatakan. Lalu dengan dasar apa hal ini dikatakan? Enam landasan itu adalah bentuk, suara, bebauan, rasa, wujud, dhamma. Maka, berdasarkan hal-hal tersebut dapat dikatakan: ‘Enam landasan luar dapat dimengerti.’ Ini adalah enam yang kedua.

6. (iii) 1-6. ‘Enam kelompok kesadaran dapat dimengerti,’ demikian dikatakan. Lalu dengan dasar apa hal ini dikatakan? Tergantung pada penglihatan dan kesadaran akan bentuk-bentuk penglihatan timbul, tergantung pada pendengaran dan kesadaran akan suara-suara timbul, tergantung pada penciuman dan kesadaran akan bebauan timbul, tergantung pada pencerapan dan kesadaran akan rasa-rasa timbul, tergantung pada tubuh dan kesadaran akan wujud-wujud tubuh timbul, tergantung pada pikiran dan kesadaran akan dhamma-dhamma pikiran timbul. Maka dengan dasar-dasar tersebut dapat dikatakan: ‘Enam kelompok kesadaran dapat dimengerti.’ Ini adalah enam yang ketiga.

7. (iv) 1-6. ‘Enam kelompok kontak dapat dimengerti,’ demikian dikatakan. Lalu dengan dasar apa hal ini dikatakan? Tergantung pada penglihatan dan kesadaran akan bentuk-bentuk penglihatan muncul, kesamaan dari ketiganya adalah kontak; tergantung pada pendengaran dan kesadaran akan suara-suara timbul, kesamaan dari ketiganya adalah kontak; tergantung pada penciuman dan kesadaran akan bebauan timbul, kesamaan dari ketiganya adalah kontak; tergantung pada pencerapan dan kesadaran akan rasa-rasa timbul, kesamaan dari ketiganya adalah kontak; tergantung pada badan dan kesadaran akan wujud-wujud tubuh timbul, kesamaan dari ketiganya adalah kontak; tergantung pada pikiran dan kesadaran akan dhamma-dhamma pikiran timbul, kesamaan dari ketiganya adalah kontak. Maka dengan dasar tersebut dapat dikatakan: ‘Enam kelompok kontak dapat dimengerti.’ Ini adalah enam yang keempat.

8. (v) 1-6.’Enam kelompok perasaan dapat dimengerti,’ demikian dikatakan. Lalu dengan dasar apa hal ini dikatakan? Tergantung pada penglihatan dan kesadaran akan bentuk-bentuk penglihatan timbul, kesamaan dari ketiganya adalah kontak, dengan kontak seperti keadaan maka ada perasaan; tergantung pada pendengaran dan kesadaran akan suara-suara timbul, kesamaan dari ketiganya adalah kontak; dengan kontak seperti keadaan maka ada perasaan; tergantung pada penciuman dan kesadaran akan bebauan timbul, kesamaan dari ketiganya adalah kontak, dengan kontak seperti keadaan maka ada perasaan; tergantung pada pencerapan dan kesadaran akan rasa-rasa timbul, kesamaan dari ketiganya adalah kontak, dengan kontak seperti keadaan maka ada perasaan; tergantung pada tubuh dan kesadaran akan wujud-wujud badan timbul, kesamaan dari ketiganya adalah kontak, dengan kontak seperti keadaan maka ada perasaan. Maka dengan dasar-dasar tersebut dapat dikatakan: ‘Enam kelompok perasaan dapat dimengerti.’ Ini adalah enam yang kelima.

9. (vi) 1-6. ‘Enam kelompok perasaan dapat dimengerti,’ demikian dikatakan. Lalu dengan dasar apa hal ini dikatakan? Tergantung pada penglihatan dan kesadaran akan bentuk-bentuk penglihatan timbul, kesamaan dari ketiganya adalah kontak, dengan kontak seperti keadaan maka ada perasaan, dengan perasaan seperti keadaan maka ada keinginan; tergantung pada pendengaran dan kesadaran akan suara-suara timbul, kesamaan dari ketiganya adalah kontak; dengan kontak seperti keadaan maka ada perasaan, dengan perasaan seperti keadaan maka ada keinginan; tergantung pada penciuman dan kesadaran akan bebauan timbul, kesamaan dari ketiganya adalah kontak, dengan kontak seperti keadaan maka ada perasaan, dengan perasaan seperti keadaan maka ada keinginan; tergantung pada pencerapan dan kesadaran akan rasa-rasa timbul, kesamaan dari ketiganya adalah kontak, dengan kontak seperti keadaan maka ada perasaan, dengan perasaan seperti keadaan maka ada keinginan; tergantung pada tubuh dan kesadaran akan wujud-wujud tubuh timbul, kesamaan dari ketiganya adalah kontak, dengan kontak seperti keadaan maka ada perasaan, dengan perasaan seperti keadaan maka ada keinginan; tergantung pada pikiran dan kesadaran akan dhamma-dhamma pikiran timbul, kesamaan dari ketiganya adalah kontak, dengan kontak seperti keadaan maka ada perasaan, dengan perasaan seperti keadaan maka ada keinginan. Maka dengan dasar-dasar tersebut dapat dikatakan: ‘Enam kelompok kesadaran dapat dimengerti.’ Ini adalah enam yang keenam.

(B. Tanpa Aku)

10.1. (i). ‘Jika seseorang berkata bahwa penglihatan adalah aku sendiri, hal itu tidak dapat dipertahankan. Naik dan turunnya penglihatan adalah jelas2). Sekarang karena naik dan turunnya jelas, maka dia mengikuti dirinya sendiri naik dan turun. Oleh karena itu, jika seseorang berkata bahwa penglihatan adalah aku sendiri, hal itu tidak dapat dipertahankan.

(ii). ‘Jika seseorang berkata bahwa bentuk-bentuk adalah aku sendiri, hal itu tidak dapat dipertahankan …’

(iii). ‘Jika seseorang berkata bahwa kesadaran penglihatan adalah aku sendiri, hal itu tidak dapat dipertahankan … ‘

(iv). ‘Jika seseorang berkata bahwa kontak penglihatan adalah aku sendiri, hal itu tidak dapat dipertahankan … ‘

(v). ‘Jika seseorang berkata bahwa perasaan adalah aku sendiri, hal itu tidak dapat dipertahankan …’

(vi). ‘Jika seseorang berkata bahwa keinginan adalah aku sendiri, hal itu tidak dapat dipertahankan …’

11.2. (i). ‘Jika seseorang berkata bahwa pendengaran adalah aku sendiri, hal itu tidak dapat dipertahankan …’

(ii). ‘… suara-suara adalah aku sendiri …

(iii). ‘… kesadaran akan suara adalah aku sendiri …

(iv). ‘… kontak pendengaran adalah aku sendiri …

(v). ‘… perasaan adalah aku sendiri …

(vi). ‘… keinginan adalah aku sendiri … tidak dapat dipertahankan.

12.3. (i). ‘Jika seseorang berkata bahwa penciuman adalah aku sendiri, hal itu tidak dapat dipertahankan …

(ii). ‘… bebauan adalah aku sendiri …

(iii). ‘… kesadaran penciuman adalah aku sendiri …

(iv). ‘… kontak penciuman adalah aku sendiri …

(v). ‘… perasaan adalah aku sendiri …

(vi). ‘… keinginan adalah aku sendiri … tidak dapat dipertahankan.

13.4. (i). ‘Jika seseorang berkata bahwa pencerapan adalah aku sendiri, hal itu tidak dapat dipertahankan …

(ii). ‘… rasa-rasa adalah aku sendiri …

(iii). ‘… kesadaran akan pencerapan adalah aku sendiri …

(iv). ‘… kontak pencerapan adalah aku sendiri …

(v). ‘… perasaan adalah aku sendiri …

(vi). ‘… keinginan adalah aku sendiri … tidak dapat dipertahankan.

14.5. (i) ‘Jika seseorang berkata bahwa badan adalah aku sendiri, … hal itu tidak dapat dipertahankan …

(ii). ‘… bentuk-bentuk adalah aku sendiri …

(iii). ‘… kesadaran akan tubuh adalah aku sendiri …

(iv). ‘… kontak badan adalah aku sendiri …

(v). ‘… perasaan adalah aku sendiri …

(vi). ‘… keinginan adalah aku sendiri … tidak dapat dipertahankan.

15.6. (i). ‘Jika seseorang berkata bahwa pikiran adalah aku sendiri, hal itu tidak dapat dipertahankan. Sekarang sejak naik dan turunnya adalah suatu hal yang jelas mengikuti naik dan turunnya itu sendiri. Oleh karena itu, jika seseorang berkata bahwa pikiran adalah aku sendiri, itu tidak dapat dipertahankan.’

(ii). ‘… dhamma-dhamma adalah aku sendiri …

(iii). ‘… kesadaran akan pikiran adalah aku sendiri …

(iv). ‘… kontak pikiran adalah aku sendiri …

(v). ‘… perasaan adalah aku sendiri …

(vi). ‘… keinginan adalah aku sendiri … tidak dapat dipertahankan.

(C. Asal Mula Penjelmaan)

16. Sekarang para bhikkhu, jalan yang menuntun kemunculan dari penjelmaan adalah demikian:

17.1. (i-vi). Seseorang melihat mata sebagai ‘Ini adalah milikku, ini adalah aku, ini adalah diriku.’
Dia melihat bentuk-bentuk sebagai ‘Ini adalah milikku, ini adalah aku, ini adalah diriku.’
Dia melihat kesadaran akan penglihatan sebagai ‘Ini adalah milikku, ini adalah aku, ini adalah diriku.’
Dia melihat kontak mata sebagai ‘Ini adalah milikku, ini adalah aku, ini adalah diriku.’
Dia memandang perasaan sebagai ‘Ini adalah milikku, ini adalah aku, ini adalah diriku.’
Dia melihat keinginan sebagai ‘Ini adalah milikku, ini adalah aku, ini adalah diriku.’

18.2. (i-vi). Seseorang memandang telinga sebagai ‘Ini adalah milikku …

19.3. (i-vi). Seseorang memandang hidung sebagai ‘Ini adalah milikku …

20.4. (i-vi). Seseorang memandang lidah sebagai ‘Ini adalah milikku …

21.5. (i-vi). Seseorang memandang tubuh sebagai ‘Ini adalah milikku …

22.6. (i-vi). Seseorang memandang pikiran sebagai ‘Ini adalah milikku, ini adalah aku, ini adalah diriku.’
Dia memandang dhamma-dhamma sebagai ‘Ini adalah milikku, ini adalah aku, ini adalah diriku.’
Dia memandang kesadaran akan pikiran sebagai ‘Ini adalah milikku, ini adalah aku, ini adalah diriku.’
Dia memandang kontak pikiran sebagai ‘Ini adalah milikku, ini adalah aku, ini adalah diriku.’
Dia memandang perasaan sebagai ‘Ini adalah milikku, ini adalah aku, ini adalah diriku.’
Dia memandang keinginan sebagai ‘Ini adalah milikku, ini adalah aku, ini adalah diriku.’

(D. Terhentinya Penjelmaan)

23. Sekarang para bhikkhu, jalan yang menuntun ke pembebasan penjelmaan adalah sebagai berikut:

24.1. (i-vi). Seseorang memandang mata sebagai ‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.’
Dia memandang bentuk-bentuk sebagai ‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.’
Dia memandang kesadaran akan penglihatan sebagai ‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.’
Dia memandang kontak penglihatan sebagai ‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.’
Dia memandang perasaan sebagai ‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.’
Dia memandang keinginan sebagai ‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.’

25.2. (i-vi). Seseorang memandang kuping sebagai ‘Ini bukan milikku …’

26.3. (i-vi). Seseorang memandang hidung sebagai ‘Ini bukan milikku …’

27.4. (i-vi). Seseorang memandang lidah sebagai ‘Ini bukan milikku …’

28.5. (i-vi). Seseorang memandang tubuh sebagai ‘Ini bukan milikku …’

29.6. (i-vi). Seseorang memandang pikiran sebagai ‘Ini bukan milikku …’

(E. Kecenderungan Pokok)

30.1.(i-vi). Para bhikkhu, timbulnya kesadaran akan penglihatan tergantung pada mata dan bentuk-bentuk, kesamaan dari ketiganya adalah kontak, dengan kontak seperti keadaan timbul yang dirasakan sebagai menyenangkan atau menyakitkan atau tidak menyakitkan maupun tidak menyenangkan. Ketika seseorang dalam perasaan senang, dia menyukainya, dia menyatakan dan menerimanya, kemudian kecenderungan pokok mendasarinya. Ketika seseorang dalam perasaan sedih, dia bersedih pilu dan meratap, memukul dadanya meneteskan air mata dan menjadi kusut pikirannya, kemudian kecenderungan pokok bertahan untuk mendasarinya. Ketika seseorang tidak dalam perasaan yang menyakitkan maupun yang menyenangkan, dia tidak mengerti sebagaimana adanya, awal dan akhir dari perasaan itu, atau kepuasan, bahaya dan pelarian (dalam setiap kasus), kemudian kecenderungan pokok mengabaikan untuk mendasari. Selanjutnya, para bhikkhu, dia akan mengakhiri penderitaan tanpa meninggalkan kecenderungan pokok untuk bertahan pada perasaan menyenangkan, tanpa menghapus kecenderungan pokok bertahan untuk perasaan yang menyakitkan, tanpa menghapus kecenderungan pokok mengabaikan baik perasaan yang menyakitkan maupun yang menyenangkan, tanpa menghentikan ketakpedulian atau memiliki pengetahuan benar – ini tidak mungkin.

31.2. (i-vi). Kesadaran pendengaran timbul tergantung …

32.3. (i-vi). Kesadaran penciuman timbul tergantung …

33.4. (i-vi). Kesadaran pencerapan timbul tergantung …

34.5. (i-vi). Kesadaran badan timbul tergantung …

35.6. (i-vi). Kesadaran pikiran timbul tergantung …

(F. Terlepasnya Kecenderungan Pokok)

36.1. (i-vi). Para bhikkhu, tergantung pada penglihatan dan kesadaran akan bentuk-bentuk penglihatan timbul, kesamaan dari ketiganya adalah kontak, dengan kontak seperti keadaan lalu timbul apa yang dirasakan seperti menyenangkan atau menyakitkan atau tidak menyakitkan maupun tidak menyenangkan. Ketika seseorang dalam perasaan senang, dia tidak menikmati atau menegaskan atau menerimanya, kemudian tidak ada kecenderungan pokok yang berkeinginan untuk mendasarinya. Ketika seseorang dalam perasaan sedih, dia tidak merasa sedih, berduka cita dan meratap, dia tidak memukuli dadanya, meneteskan air mata dan menjadi bingung, lalu tidak ada kecenderungan pokok yang bertahan mendasarinya. Meskipun seseorang tidak dalam perasaan sedih maupun senang dia mengerti apa yang sebenarnya, asal dan akhir dari perasaan tersebut, atau kepuasan, bahaya dan pelarian (dalam setiap hal), lalu tidak ada kecenderungan pokok yang mengabaikan dasarnya. Kemudian sesungguhnya, para bhikkhu, bahwa dia akan di sini dan mengakhiri penderitaan dengan menghentikan kecenderungan pokok untuk perasaan menyenangkan, dengan menghapus kecenderungan pokok untuk melawan perasaan menyakitkan, dan dengan menghapus kecenderungan pokok untuk mengabaikan perasaan yang tidak menyakitkan maupun yang tidak menyenangkan, menghentikan kebodohan dan mempunyai pengetahuan benar, hal itu mungkin.

37.2. (i-vi). Tergantung pada telinga dan suara-suara …

38.3. (i-vi). Tergantung pada hidung dan bebauan …

39.4. (i-vi). Tergantung pada lidah dan rasa-rasa …

40.5. (i-vi). Tergantung pada badan dan wujud-wujud …

41.6. (i-vi). Tergantung pada pikiran dan dhamma-dhamma … Kemudian para bhikkhu, bahwa dia harus mengakhiri penderitaan, di sini dan sekarang dengan menghentikan kecenderungan pokok yang menginginkan perasaan yang menyenangkan, dengan menghapus kecenderungan pokok melawan perasaan menyakitkan, dan dengan menghapus kecenderungan pokok untuk mengabaikan baik perasaan yang menyakitkan maupun yang menyenangkan, menghentikan ketakpedulian dan mempunyai pengetahuan benar hal itu adalah mungkin.

(Kesimpulan)

42. Oleh karena itu, lalu seorang siswa mulia terpelajar yang baik menjadi bebas terhadap penglihatan, menjadi bebas terhadap bentuk-bentuk, menjadi bebas terhadap kesadaran akan penglihatan, menjadi bebas terhadap kontak penglihatan, menjadi bebas terhadap perasaan, menjadi bebas terhadap keinginan.
Dia menjadi bebas terhadap telinga …
Dia menjadi bebas terhadap hidung …
Dia menjadi bebas terhadap lidah …
Dia menjadi bebas terhadap tubuh …
Dia menjadi bebas terhadap pikiran, dia menjadi bebas terhadap dhamma-dhamma, menjadi bebas terhadap kesadaran akan pikiran, menjadi bebas terhadap kontak pikiran, menjadi bebas terhadap perasaan, menjadi bebas terhadap keinginan.

Menjadi bebas, (keinginannya) lenyap; dengan lenyapnya (keinginan) dia terbebas; ketika (pikirannya) terbebas, datanglah pengetahuan ‘Dia terbebas.’ Dia mengerti: ‘Kelahiran adalah melelahkan, kehidupan brahmana telah ditempuh, apa yang harus dikerjakan sudah dikerjakan, tidak akan ada kehidupan lagi.’ ”

Inilah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagava. Para bhikkhu merasa puas, dan gembira di dalam kata-kata Sang Bhagava.
Lalu sementara khotbah disampaikan pikiran-pikiran enam puluh bhikkhu tersebut terbebas dari noda-noda tanpa melekat.

Catatan :

1) Di sini diartikan ‘sebuah cara berlatih’.

2) Hal ini menunjukkan keadaan mental yang berbeda-beda.