DHAMMACETIYA SUTTA
Sumber : Kumpulan Sutta Majjhima Nikaya I,
Oleh : Tim Penerjemah Tripitaka,
Penerbit : Yayasan Pancaran Dharma, Jakarta, 1992
1. Demikian telah saya dengar:
Pada suatu ketika Sang Bhagava sedang berada di negeri Sakya. Di sana terdapat sebuah kota kaum Sakya yang bernama Medalumpa.
2. Pada saat itu Raja Pasenadi dari Kosala sudah tiba di Nangaraka untuk suatu urusan atau yang lain. Kemudian beliau berkata kepada Digha Karayana: “Sobatku, apakah kereta telah siap ? Kita akan pergi ke Taman Hiburan untuk melihat tempat yang menyenangkan.”
“Baik, Tuanku” jawabnya. Ketika kereta istana sudah siap dia memberitahukannya kepada raja: “Tuanku, kereta telah siap. Sekarang saatnya untuk melakukan seperti yang Tuan kehendaki.”
3. Kemudian, Raja Pasenadi menaiki keretanya dan pergi dari Nangaraka dengan penuh kebesaran, dia berjalan terus menuju Taman. Beliau melakukannya sejauh perjalanan tersebut cocok untuk kereta, kemudian turun dari keretanya dan berjalan kaki.
4. Ketika ia berjalan dan berkeliling di Taman, beliau melihat akar-akar pohon yang menimbulkan kepercayaan dan keyakinan pada dirinya yang tenang dan tidak diganggu oleh suara-suara, dengan udara yang segar tempat seorang dapat mengasingkan diri dari masyarakat, baik untuk menyepi. Suasana seperti itu mengingatkan ia kembali pada Sang Bhagava: “Akar-akar pepohonan seperti inilah yang menimbulkan kepercayaan dan keyakinan pada diriku, tempat yang tenang tidak diganggu oleh suara-suara, dengan udara yang segar, tempat seseorang dapat mengasingkan diri dari masyarakat, baik untuk menyepi, tempat kita biasanya melakukan penghormatan kepada Sang Bhagava, yang maha-suci, yang telah mencapai penerangan sempurna.”
Lalu Raja Pasenadi menceritakan pada Digha Karayana apa yang tengah dipikirkannya, dan ia menambahkan “Di mana Beliau berada sekarang, Sang Bhagava, yang mahasuci, yang telah mencapai penerangan sempurna?”
5. “Ada sebuah kota kaum Sakya yang bernama Medalumpa, Tuan. Sang Bhagava, yang mahasuci, yang telah mencapai penerangan sempurna sekarang tinggal di sana.”
“Seberapa jauh dari Nangaraka ke Madalumpa?”
“Tidak jauh, Tuanku. Kurang lebih 24-30 mil. Masih cukup siang untuk pergi ke sana.”
“Mari, sobatku, siapkan kereta. Kita pergi dan menengok Sang Bhagava, yang mahasuci, yang telah mencapai penerangan sempurna.”
“Baik, Tuan,” jawabnya. Setelah kereta siap, dia memberitahukannya kepada raja: “Tuanku, kereta sudah siap untuk Tuan. Sekarang saatnya melakukan sesuatu seperti yang Tuan kehendaki.”
6. Kemudian Raja Pasenadi menaiki keretanya, dan berangkat dari Nangaraka dan terus ke kota Sakya, Medalumpa. Raja Pasenadi tiba di sana ketika hari masih siang, dan berjalan terus menuju taman. Ia melakukan perjalanan sepanjang jalan itu masih cocok untuk kereta-kereta, kemudian turun dari keretanya dan pergi ke taman dengan berjalan kaki.
7. Pada saat itu sejumlah bhikkhu sedang berjalan (melatih perhatian dan konsentrasi sambil berjalan) di udara terbuka. Kemudian, Raja Pasenadi mendekati mereka dan bertanya: “Para bhante, di manakah Sang Bhagava, yang mahasuci, yang telah mencapai penerangan sempurna sekarang berada ? Kami ingin menemui-Nya.”
8. “Di sana tempat kediamannya, Raja Agung, dengan pintu yang tertutup. Datanglah dengan tenang, pergilah ke serambi tanpa tergesa-gesa, berdahamlah dan ketuklah papan yang berada di tengah pintu. Sang Bhagava akan membukakan pintu untuk Tuan.”
Raja Pasenadi menyerahkan pedang dan sorbannya kepada Digha Karayana dan pergi ke sana. Lalu Digha Karayana berpikir: “Pasti raja akan mengadakan pertemuan rahasia sekarang. Lalu, saya harus menunggu di sini seorang diri.”
Raja Pasenadi pergi dengan tenang menuju tempat kediaman yang pintunya tertutup itu. Ia pergi ke serambi tanpa tergesa-gesa, berdaham dan mengetuk pintu bagian tengah. Sang Bhagava membukakan pintu.
9. Kemudian, Raja Pasenadi memasuki tempat kediaman itu. Ia berlutut di kaki Sang Bhagava, dan kemudian melingkupi kaki Sang Bhagava dengan ciuman, mengusap dengan kedua tangannya dan memperkenalkan namanya: “Saya Raja Pasenadi dari Kosala, Yang Mulia; saya Raja Pasenadi dari Kosala, Yang Mulia.”
“Tetapi, raja yang agung, apa maksud Tuan memperlihatkan penghormatan yang istimewa pada tubuh ini dan menunjukkan persahabatan seperti itu?”
10. “Yang Mulia, saya menarik kesimpulan menurut Dhamma tentang Sang Bhagava: Sang Bhagava telah mencapai penerangan sempurna. Dhamma telah dibabarkan dengan baik oleh Sang Bhagava. Sangha para siswa Sang Bhagava telah berada di jalan yang benar. Sekarang, yang mulia, saya melihat beberapa bhikkhu dan pandita menjalani kehidupan yang luhur selama sepuluh, duapuluh, tigapuluh, empatpuluh tahun, dan kemudian dalam waktu yang berbeda (saya melihat mereka) menyelimuti diri mereka sendiri dan terliput dengan lima ikatan nafsu indera. Tetapi, di sini saya melihat para bhikkhu menjalani kehidupan luhur dalam kesucian yang sempurna selama hayat dikandung badan.
Memang, saya tidak melihat kehidupan luhur lain di manapun yang sempurna dan suci seperti ini. Oleh karena itu, Yang Mulia, saya menarik kesimpulan menurut Dhamma tentang Sang Bhagava: Sang Bhagava telah mencapai penerangan sempurna. Dhamma telah dibabarkan dengan baik oleh Sang Bhagava. Sangha para siswa Sang Bhagava telah berada di jalan yang benar.
11. Lagipula, Yang Mulia, raja berselisih dengan raja, prajurit dengan prajurit, pandita dengan pandita, kepala keluarga dengan kepala keluarga, ibu dengan anak, anak dengan ibu, ayah dengan anak, anak dengan ayah, saudara laki-laki dengan sesamanya, saudara laki-laki dengan saudara perempuannya, saudara perempuan dengan saudara laki-laki, teman dengan teman. Tetapi, di sini saya melihat para bhikkhu menikmati kerukunan, hidup tanpa permusuhan seperti susu dengan air, dan memandang satu sama lain dengan tatapan yang ramah. Saya tidak melihat persaudaraan lain di mana pun yang rukun seperti ini. Inilah yang menyebabkan saya menarik kesimpulan menurut Dhamma mengenai Sang Bhagava : Sang Bhagava telah mencapai penerangan sempurna. Dhamma telah dibabarkan dengan baik oleh Sang Bhagava. Sangha siswa Sang Bhagava telah berada di jalan yang benar.
12. Lagipula, Yang Mulia, saya baru saja berjalan dan berkeliling dari taman ke taman dan dari kebun ke kebun, dan di sana saya melihat beberapa pertapa dan pandita kurus menyedihkan, tak enak dilihat, dengan urat menonjol di lengannya sehingga seseorang akan mengira bahwa masyarakat benar-benar tidak memperhatikan mereka lagi. Saya pikir: ‘Pasti mereka ini sedang menjalani kehidupan luhur yang tidak tepat, atau mereka pernah melakukan kejahatan dan menyembunyikannya, hingga begitu kurus, menyedihkan dan patut dikasihani, tak enak dilihat, seperti berpenyakitan, dengan urat menonjol di lengan mereka sehingga orang akan berpikir ini tidak membuat masyarakat ingin memperhatikan mereka lagi. Saya hampiri mereka dan bertanya: ‘Mengapa Anda, orang-orang yang mulia begitu kurus, menyedihkan, tak enak dilihat, seperti berpenyakitan, dengan urat menonjol di lengan, dan orang akan mengira bahwa ini benar-benar tidak membuat masyarakat ingin memperhatikan Anda lagi?’ Jawaban mereka adalah: ‘Kami adalah keluarga yang malang, raja agung.’ Tetapi, di sini saya melihat para bhikkhu tersenyum gembira dan menikmati kesukacitaan, jelas menunjukkan kesukaan, segar panca indera mereka, sederhana tindak tanduk mereka, tidak membuat rusuh, menerima apa yang diberikan oleh orang lain, dengan batin yang amat tenang. Saya pikir: ‘Pasti para orang suci ini merasakan penghormatan nyata di dalam kemuliaan Sang Bhagava, karena hidup mereka begitu penuh senyum dan kegembiraan, penuh kesukaan, jelas sangat menyenangkan, segar indera mereka, sederhana tindak tanduk mereka, tidak membuat rusuh, menerima yang diberikan oleh orang lain, dengan batin yang amat tenang. Itulah yang membuat saya menarik kesimpulan menurut Dhamma mengenai Sang Bhagava. Sang Bhagava telah mencapai penerangan sempurna. Dhamma telah dibabarkan dengan baik oleh Sang Bhagava. Sangha siswa Sang Bhagava telah berada di jalan yang benar.
13. Lagipula, Yang Mulia, sebagai seorang raja pemimpin prajurit yang diangkat resmi, saya dapat mengeksekusi (menghukum) orang yang layak dihukum, mendenda orang yang patut didenda, mengasingkan orang yang patut diasingkan. Setidaknya, ketika saya duduk dalam sidang, mereka menyela (menginterupsi pembicaraan) saya (walau saya mengatakan): ‘Tuan-tuan, jangan menyela saya ketika saya duduk dalam sidang, tunggu sampai kata-kata saya selesai,’ mereka masih menyela saya. Tetapi di sini, saya melihat ketika Sang Bhagava sedang membabarkan Dhamma kepada kelompok ratusan bhikkhu, tidak ada suara dari seorang siswa Sang Bhagava pun yang mendeham atau mendahak. Suatu kali ketika Sang Bhagava sedang membabarkan Dhamma kepada kelompok ratusan bhikkhu, seorang siswa Sang Bhagava mendeham. Setelah itu, seorang anggota kelompoknya dalam kehidupan luhur itu berlutut (sambil berkata): ‘Tenanglah tuan yang saya hormati, jangan membuat ribut; Sang Guru sedang membabarkan Dhamma.’ Saya pikir: ‘Hal ini sangat menakjubkan, mengesankan! Suatu kelompok, tampaknya, dapat berdisiplin dengan baik tanpa hukuman atau senjata.’ Memang, saya tidak melihat anggota perkumpulan lain di mana pun dengan disiplin yang begitu baik. Hal itulah yang membuat saya menarik kesimpulan menurut Dhamma tentang Sang Bhagava: Sang Bhagava telah mencapai penerangan sempurna. Dhamma telah dibabarkan dengan baik oleh Sang Bhagava. Sangha para siswa Sang Bhagava telah berada di jalan yang benar.
14. Lagipula Yang Mulia, saya melihat di sini, bahwa para ksatria terpelajar tertentu sangat pandai dan mengenal teori-teori lain seperti mengurai rambut saja (pemanah mengenal ilmu panahan): Seseorang akan berpikir, mereka tentu akan menyiarkan pandangan yang menghancurkan dengan pengertian yang mereka miliki. Mereka dengar: ‘Pertapa Gotama akan mengunjungi sebuah desa atau kota.’ Mereka menyusun rumusan pertanyaan: ‘Jika dia ditanya seperti ini, ia akan menjawab seperti ini, dan dengan begitu kami akan membuktikan bahwa teorinya salah.’ Mereka mendengar: ‘Pertapa Gotama sudah datang berkunjung ke suatu desa atau kota.’ Mereka pergi kepada Pertapa Gotama: Sang Pertapa Gotama memberi petunjuk, mendorong, memberi semangat dan mengajak mereka berbincang mengenai Dhamma. Setelah mereka diberi petunjuk, didorong, diberi semangat dan diajak berbincang mengenai Dhamma oleh Pertapa Gotama, mereka bahkan tidak bertanya dengan pertanyaan mereka, sehingga bagaimana mereka membuktikan teori Sang Gotama salah? Kenyataannya mereka menjadi pengikut Pertapa Gotama. Itulah yang menyebabkan saya menarik kesimpulan menurut Dhamma tentang Sang Bhagava: Sang Bhagava telah mencapai Penerangan Sempurna. Dhamma telah dibabarkan dengan baik oleh Sang Bhagava. Sangha para siswa Sang Bhagava telah berada di jalan yang benar.
15. Lagipula Yang Mulia, saya telah melihat para brahmana terpelajar ………………
16. Lagipula Yang Mulia, saya telah melihat perumah tangga terpelajar ………………
17. Lagipula Yang Mulia, saya pernah melihat pandita terpelajar tertentu … bahkan mereka tidak bertanya dengan pertanyaan mereka sehingga bagaimana mereka membuktikan teori Pertapa Gotama salah? Kenyataannya, mereka memohon kepada Sang Bhagava untuk mengizinkan mereka meninggalkan kehidupan biasa menjadi pertapa, dan Sang Bhagava mengizinkan mereka. Tak lama setelah itu, mereka tinggal sendiri, menetap dalam pengasingan diri, rajin, bersemangat, dan penuh pengendalian diri, mengalami sendiri langsung, bahwa mereka kini memasuki dan hidup dalam cita-cita agung kehidupan luhur yang demi tujuan itu manusia meninggalkan kehidupan berkeluarga. Mereka berkata demikian: ‘Kami hampir lupa, kami hampir lalai, karena kami dulu menyatakan bahwa kami adalah pandita, padahal bukan, kami nyatakan bahwa kami orang yang agung padahal tidak demikian; sekarang kami pertapa, sekarang kami orang yang mulia, sekarang kami telah mencapai Arahat.’
Hal inilah yang menyebabkan saya menarik kesimpulan menurut Dhamma mengenai Sang Bhagava: Sang Bhagava telah mencapai Penerangan Sempurna. Dhamma telah dibabarkan oleh Sang Bhagava dengan baik. Sangha para siswa Sang Bhagava telah berada di jalan yang benar.
18. Lagipula Yang Mulia, ada Isidatta dan Purana, kedua inspektur saya, yang mendapat nafkah dari saya, mereka mengatur kegiatan dan membawa nama baik bagi saya. Meskipun begitu mereka lebih hormat kepada Sang Bhagava daripada kepada saya. Pada suatu saat, ketika saya pergi memimpin pasukan dan menguji mereka, Isidatta dan Purana, kebetulan saja saya menginap di tempat yang terlindung tiap sudutnya. Kedua inspektur ini, melewatkan sebagian besar waktu malamnya untuk berbincang mengenai Dhamma, dan setelah itu ia berbaring dengan kepala mengarah ke tempat mereka mendengar Sang Bhagava berada, dan kakinya mengarah kepada saya. Saya pikir: ‘Ini menakjubkan; ini mengesankan!’ Kedua pengawal inilah, Isidatta dan Purana, yang mendapat nafkah dari saya dan membawa nama baik bagi saya, lebih menghormat kepada Sang Bhagava daripada kepada saya.
Sesungguhnya orang-orang baik ini mengalami hasil nyata dalam keunggulan Sang Bhagava. Hal inilah yang membuat saya menarik kesimpulan menurut Dhamma mengenai Sang Bhagava: Sang Bhagava telah mencapai penerangan Sempurna. Dhamma telah dibabarkan dengan baik oleh Sang Bhagava. Sangha para siswa Sang Bhagava telah berada di jalan yang benar.
19. Lagipula Yang Mulia, Sang Bhagava adalah bangsawan mulia, demikian pula saya, Sang Bhagava adalah orang Kosala, begitu juga saya; Sang Bhagava berusia 80 tahun, demikian pula saya. Oleh karena itu, saya berpikir sudah selayaknya memberi penghormatan yang istimewa kepada Sang Bhagava dan menunjukkan sikap persahabatan yang baik.
20. Yang Mulia, kami akan pergi, kami sedang sibuk dan masih banyak yang dikerjakan.”
“Sudah waktunya, tuanku raja, untuk melakukan apa yang Anda pikir tepat.”
Kemudian Raja Pasenadi dari Kosala bangkit dari tempat duduknya dan setelah menyampaikan hormat kepada Sang Bhagava dengan tetap menjaga agar Beliau selalu berada di sebelah kanan, iapun pergi.
21. Kemudian, segera setelah Raja Pasenadi pergi, Sang Bhagava memberi pengarahan kepada para. bhikkhu: “Para bhikkhu, Raja Pasenadi ini mengucapkan monumen penghormatan Dhamma sebelum ia bangkit dari tempat duduk dan pergi. Pelajarilah monumen perhormatan Dhamma itu; ingatlah monumen penghormatan Dhamma mendatangkan perdamaian dan mencakup prinsip-prinsip kehidupan luhur.”
Demikianlah yang dikatakan oleh Sang Bhagava. Para bhikkhu merasa puas dan mereka bersukacita dengan perkataan-Nya.