XIX. ORANG ADIL
1. (256) |
Orang yang memutuskan segala sesuatu dengan tergesa-gesa tidak dapat dikatakan sebagai orang adil Orang bijaksana hendaknya memeriksa dengan teliti mana yang benar dan mana yang salah. |
Cerita terjadinya syair ini:… | |
2. (257) |
Orang yang mengadili orang lain dengan tidak tergesa-gesa, bersikap adil dan tidak berat sebelah, yang senantiasa menjaga kebenaran, pantas disebut orang adil. |
Cerita terjadinya syair ini:… | |
3. (258) |
Seseorang tidak dapat dikatakan bijaksana hanya karena ia banyak bicara. tetapi orang yang damai, tanpa rasa benci dan rasa takut dapat disebut orang bijaksana. |
Cerita terjadinya syair ini:… | |
4. (259) |
Seseorang bukan ‘pendukung Dhamma’ hanya karena ia banyak bicara. Namun seseorang yang walaupun hanya belajar sedikit tetapi batinnya melihat Dhamma dan tidak melalaikannya, maka sesungguhnya ia adalah seorang ‘pendukung Dhamma’ |
Cerita terjadinya syair ini:… | |
5. (260) |
Seseorang tidak disebut “Thera (lebih tua)” hanya karena rambutnya telah memutih. Biarpun usianya sudah lanjut, dapat saja ia disebut ‘orang tua yang tidak berguna’. |
Cerita terjadinya syair ini:… | |
6. (261) |
Orang yang memiliki kebenaran dan kebajikan, tidak kejam, terkendali dan terlatih, pandai dan bebas dari noda-noda, sesungguhnya ia patut disebut Thera. |
Cerita terjadinya syair ini:… | |
7. (262) |
Bukan hanya karena pandai bicara dan bukan pula karena memiliki penampilan yang baik seseorang dapat menyebut dirinya orang yang baik hati, apabila ia masih bersifat iri, kikir dan suka menipu. |
Cerita terjadinya syair ini:… | |
8. (263) |
Orang yang telah memotong, mencabut dan memutuskan akar sifat iri hati, kekikiran serta dusta; maka orang bijaksana yang telah menyingkirkan segala keburukan itulah sesungguhnya dapat disebut orang yang baik hati. |
Cerita terjadinya syair ini:… | |
9. (264) |
Seseorang yang tidak memiliki disiplin dan suka berdusta tidak dapat disebut seorang pertapa (samana) walaupun ia berkepala gundul. Mana mungkin orang yang penuh dengan keinginan serta keserakahan dapat menjadi seorang samana? |
Cerita terjadinya syair ini:… | |
10. (265) |
Barang siapa dapat mengalahkan semua kejahatan, baik yang kecil maupun yang besar, ia patut disebut seorang samana karena ia telah mengatasi semua kejahatan. |
Cerita terjadinya syair ini:… | |
11. (266) |
Seseorang tidak dapat disebut bhikkhu hanya karena ia mengumpulkan dana makanan dari orang lain. Selama ia masih bertingkah laku seperti seorang perumah tangga dan tidak mentaati peraturan, maka ia belum pantas disebut bhikkhu. |
Cerita terjadinya syair ini:… | |
12. (267) |
Dalam hal ini, seseorang yang telah mengatasi kebaikan dan kejahatan, yang menjalankan kehidupan suci dan melaksanakan perenungan tentang kelompok-kelompok khandha, maka sesungguhnya ia dapat disebut seorang bhikkhu. |
Cerita terjadinya syair ini:… | |
13. (268) |
Tidak hanya karena berdiam diri seorang menjadi orang suci (muni), apabila ia dungu dan bodoh. bagaikan memegang sepasang neraca, orang bijaksana melaksanakan sesuatu yang baik dan menghindari yang jahat. |
Cerita terjadinya syair ini:… | |
14. (269) |
Karena seseorang dapat memilih apa yang baik dan menghindari apa yang buruk, maka ia disebut sebagai orang suci. Demikianlah, ia yang telah mengerti kedua kelompok (batin maupun jasmani), patut disebut orang suci. |
Cerita terjadinya syair ini:… | |
15. (270) |
Seseorang tidak dapat disebut Ariya (orang mulia) apabila masih menyiksa makhluk hidup. Ia yang tidak lagi menyiksa makhluk-makhluk hiduplah yang dapat dikatakan mulia. |
Cerita terjadinya syair ini:… | |
16. (271) |
Bukan hanya karena sila dan tekad, bukan pula karena banyak belajar ataupun karena telah mencapai perkembangan dalam samadhi, atau juga karena berdiam diri di tempat yang sepi; |
Cerita terjadinya syair ini:… | |
17. (272) |
Lalu berpikir: ‘Aku telah menikmati kebahagiaan dari pelepasan yang tidak dapat dicapai oleh orang duniawi.’ O para bhikkhu, janganlah engkau merasa puas sebelum mencapai penghancuran semua kekotoran batin. |
Cerita terjadinya syair ini:… |