Samyutta Nikaya – Khotbah-khotbah Berkelompok Sang Buddha
Diterjemahkan dari bahasa Pali oleh Bhikkhu Bodhi
DhammaCitta Press

 

 

 

BAB IX 9
Vanasaṃyutta
Khotbah Berkelompok
Tentang di dalam Hutan

 

 

1 Pelepasan

Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika, seorang bhikkhu sedang berdiam di antara penduduk Kosala, di suatu hutan. Pada saat itu, ketika bhikkhu tersebut sedang melewatkan harinya, ia selalu memikirkan pikiran tidak bermanfaat sehubungan dengan kehidupan rumah tangga. Kemudian devatā yang menghuni hutan tersebut, karena berbelas kasihan kepada bhikkhu itu, mengharapkan kebaikannya, ingin membangkitkan semangat religius dalam dirinya, mendekatinya dan berkata kepadanya dalam syair-syair berikut:

758. “Menginginkan keheningan, engkau memasuki hutan, Namun pikiranmu mengembara keluar. Lenyapkanlah, Teman, keinginan akan orang-orang; Maka engkau akan bahagia, bebas dari nafsu.532

759. “Engkau harus melepaskan ketidakpuasan, penuh  perhatian— Biarlah kami mengingatkan [engkau] akan [jalan] yang baik  itu. <425> Yang sulit diseberangi, sesungguhnya, adalah jurang   berdebu; Jangan biarkan nafsu indria menarikmu turun.533

760. “Bagaikan seekor burung yang membersihkan tanah Dengan mengibaskan debu yang menempel, Demikian pula seorang bhikkhu, tekun dan penuh  perhatian, Dengan mengibaskan debu yang menempel.”

Kemudian bhikkhu itu, tergerak oleh devatā tersebut, mendapatkan kembali semangat religiusnya.

 

2 Membangkitkan

Pada suatu ketika, seorang bhikkhu sedang berdiam di antara penduduk Kosala, di suatu hutan. [198] Pada saat itu, ketika bhikkhu itu sedang melewatkan harinya, ia tertidur.534 Kemudian devatā yang menghuni hutan tersebut, karena berbelas kasihan kepada bhikkhu itu, mengharapkan kebaikannya, ingin membangkitkan semangat religius dalam dirinya, mendekatinya dan berkata kepadanya dalam syair-syair berikut:

761. “Bangunlah, bhikkhu, mengapa berbaring? <426> Kebutuhan apakah yang engkau harapkan dari tidur? Tidur [yang bagaimanakah] bagi seorang yang sakit, Terserang, tertusuk oleh anak panah?

762. “Peliharalah dalam dirimu bahwa keyakinan Yang karenanya engkau meninggalkan kehidupan rumah  tangga Dan menjalani kehidupan tanpa rumah: Jangan dikuasai oleh kemalasan.”

[Bhikkhu:]535

763. “Kenikmatan indria adalah tidak kekal, tidak stabil, Walaupun si dungu diperbudak olehnya. Ketika ia bebas, terlepas dari belenggu-belenggu itu, Mengapa mengkhawatirkan seseorang yang meninggalkan  keduniawian?

764. “Ketika, dengan melenyapkan keinginan dan nafsu Dan melampaui kebodohan, Pengetahuan itu telah dimurnikan, Mengapa mengkhawatirkan seseorang yang meninggalkan  keduniawian?427 <427>

765. “Ketika, dengan mematahkan kebodohan dengan pengetahuan Dan dengan penghancuran noda-noda, Ia tidak lagi bersedih, melampaui keputusasaan, Mengapa mengkhawatirkan seseorang yang meninggalkan  keduniawian?

766. “Ketika ia bersemangat dan teguh, Selalu kokoh dalam daya-upayanya, Bercita-cita untuk mencapai Nibbāna, Mengapa mengkhawatirkan seseorang yang meninggalkan   keduniawian?”537

 

3 Kassapagotta

Pada suatu ketika, Yang Mulia Kassapagotta sedang berdiam di antara penduduk Kosala, di suatu hutan. Pada saat itu, ketika ia sedang melewatkan harinya, Yang Mulia Kassapagotta menasihati seorang pemburu.538 Kemudian devatā yang menghuni hutan tersebut, karena berbelas kasihan kepada bhikkhu itu, mengharapkan kebaikannya, ingin membangkitkan semangat religius dalam dirinya, mendekatinya dan berkata kepadanya dalam syair-syair berikut:

767. “Bhikkhu itu menyambarku bagaikan seorang tolol <428> Yang bukan pada tempatnya menasihati seorang pemburu Yang mengembara di gunung-gunung berbatu Dengan sedikit kebijaksanaan, tanpa akal sehat.

768. “Ia mendengarkan tetapi tidak memahami, Ia menatap tetapi tidak melihat; Walaupun Dhamma dibabarkan, Si dungu tidak menangkap maknanya. [199]

769. “Bahkan jika engkau membawa sepuluh pelita [ke hadapannya], Kassapa, Ia tetap tidak melihat bentuk-bentuk, Karena ia tidak memiliki mata untuk melihat.”

Kemudian Yang Mulia Kassapagotta, tergerak oleh devatā tersebut, mendapatkan kembali semangat religiusnya.

 

4 Sejumlah

Pada suatu ketika, sejumlah bhikkhu sedang berdiam di antara penduduk Kosala, di suatu hutan. Kemudian, ketika mereka sedang melewatkan musim hujan di sana, setelah tiga bulan berlalu, para bhikkhu itu melakukan perjalanan. <429> Kemudian devatā yang menghuni hutan tersebut, tidak melihat para bhikkhu itu, meratap, melantunkan syair-syair ini:

770. “Hari ini ketidakpuasan menghampiriku Ketika aku melihat begitu banyak tempat duduk kosong. Ke manakah mereka pergi, para siswa Gotama, Para pembabar yang mengagumkan yang banyak belajar?”539

Ketika syair ini diucapkan, devatā lainnya menjawab dalam syair:

771. “Mereka telah pergi ke Magadha, pergi ke Kosala, Dan beberapa di tanah Vajji. Bagaikan rusa yang mengembara bebas dari ikatan, Para bhikkhu itu berdiam tanpa tempat tinggal tetap.”540

 

5 Ānanda

Pada suatu ketika, Yang Mulia Ānanda sedang berdiam di antara penduduk Kosala, di suatu hutan. Pada saat itu, Yang Mulia Ānanda sedang terlibat banyak dalam menasihati umat-umat awam.541 <430> Kemudian devatā yang menghuni hutan tersebut, karena berbelas kasihan kepada Yang Mulia Ānanda, mengharapkan kebaikannya, ingin membangkitkan semangat religius dalam dirinya, mendekatinya dan berkata kepadanya dalam syair berikut:

772. “Setelah memasuki hutan di bawah pohon, Setelah menempatkan Nibbāna dalam hatimu, [200] Bermeditasilah, Gotama, jangan lengah! Apakah gunanya perbincangan ini bagimu?”542

Kemudian Yang Mulia Ānanda, tergerak oleh devatā tersebut, mendapatkan kembali semangat religiusnya.

 

6 Anuruddha

Pada suatu ketika, Yang Mulia Anuruddha sedang berdiam di antara penduduk Kosala, di suatu hutan. Kemudian satu devatā dari Tāvatiṁsa bernama Jālinī, mantan istri Yang Mulia Anuruddha, mendekatinya dan berkata kepadanya dalam syair:543

773. “Arahkan pikiranmu ke sana [ke alam itu] Di mana engkau berdiam di masa lampau Di antara para deva Tāvatimsa <431> Bagi mereka semua, keinginan terpenuhi. Engkau akan bersinar sangat dihormati, Dikelilingi oleh para bidadari surgawi.”

[Anuruddha:]

774. “Sungguh menyedihkan para bidadari surgawi Kokoh dalam identitas, Dan sungguh menyedihkan para makhluk-makhluk itu Yang melekat pada bidadari-bidadari surgawi.”544

[Jālinī:]

775. “Mereka tidak mengenal kebahagiaan Yang belum melihat Nandana, Tempat bagi para deva laki-laki yang agung Bagian dari Tiga-puluh.”

[Anuruddha:]

776. “Tidak tahukah engkau, Dungu, Peribahasa para Aharanta? Segala bentukan adalah tidak kekal; Bersifat muncul dan lenyap. Setelah muncul, mereka lenyap; Ketenangannya adalah kebahagiaan.

777. “Sekarang, aku tidak akan pernah lagi berdiam <432> Di antara para deva, Jālini! Pengembaraan dalam kelahiran telah berakhir: Sekarang tidak ada lagi kehidupan baru.”

 

7 Nāgadatta

Pada suatu ketika, Yang Mulia Nāgadatta sedang berdiam di antara para penduduk Kosala di suatu hutan.545 Pada saat itu, Yang Mulia Nāgadatta memasuki desa terlalu pagi dan kembali terlalu siang. Kemudian devatā yang menghuni hutan tersebut, karena berbelas kasihan kepada Yang Mulia Nāgadatta, mengharapkan kebaikannya, ingin membangkitkan semangat religius dalam dirinya, [201] mendekatinya dan berkata kepadanya dalam syair berikut:

778. “Memasuki desa terlalu pagi, Terlambat kembali di siang hari, Nāgadatta bergaul terlalu dekat dengan umat-umat awam, Berbagi kebahagiaan dan penderitaan mereka.546

779. “Aku khawatir akan Nāgadatta, Sombong, melekat pada keluarga. Tidak berada di bawah kekuasaan Pembuat-akhir, <433> [Dalam genggaman] Raja Kematian yang sangat kuat.”

Kemudian Yang Mulia Nāgadatta, tergerak oleh devatā tersebut, mendapatkan kembali semangat religiusnya.

 

8 Ibu Rumah Tangga

Pada suatu ketika, seorang bhikkhu sedang berdiam di antara penduduk Kosala, di suatu hutan. Pada saat itu, bhikkhu tersebut menjadi sangat akrab dengan keluarga tertentu. Kemudian devatā yang menghuni hutan tersebut, karena berbelas kasihan kepada bhikkhu tersebut, mengharapkan kebaikannya, ingin membangkitkan semangat religius dalam dirinya, merubah wujudnya menjadi ibu rumah tangga keluarga itu, ia berkata kepadanya dalam syair:547

780. “Di tepi-tepi sungai dan di rumah peristirahatan, Di aula-aula pertemuan dan di sepanjang jalan, Orang-orang bergunjing tentang hal ini: Ada apa antara engkau dan aku?”

[Bhikkhu:]

781. “Ada banyak suara-suara yang tidak menyenangkan <434> Seorang petapa harus dengan sabar menahankannya. Seseorang seharusnya tidak cemas karena hal itu, Karena bukan karena hal ini, seseorang tercemar.

782. “Jika seseorang takut oleh suara-suara acak Bagaikan kijang yang berdiam di hutan, Mereka menyebutnya ‘seseorang dengan pikiran yang tidak stabil’: Latihannya tidak akan berhasil.”548

 

9 Pangeran Vajji (atau Vesālī)

Pada suatu ketika, seorang bhikkhu, seorang pangeran Vajji, sedang berdiam di Vesālī, di suatu hutan. Pada saat itu, suatu festival semalam suntuk sedang diadakan di Vesālī. [202] Kemudian bhikkhu itu, meratap ketika ia mendengar hiruk-pikuk bunyi alat-alat musik, gong, dan musik dari Vesālī,549 pada saat itu melantunkan syair ini:

783. “Kami berdiam di dalam hutan sendirian Bagaikan tunggul kayu yang ditolak di dalam hutan, Pada malam yang indah seperti ini <435> Siapakah di sana yang mengalami lebih buruk dari kami?”

Kemudian devatā yang menghuni hutan tersebut, karena berbelas kasihan kepada bhikkhu tersebut, mengharapkan kebaikannya, ingin membangkitkan semangat religius dalam dirinya, mendekatinya dan berkata kepadanya dalam syair:

784. “Karena engkau berdiam sendirian di dalam hutan Bagaikan tunggul kayu yang ditolak di dalam hutan, Banyak dari mereka yang iri padamu, Bagaikan makhluk-makhluk neraka yang iri pada mereka yang pergi ke alam surga.”550

Kemudian bhikkhu itu, tergerak oleh devatā tersebut, mendapatkan kembali semangat religiusnya.

 

10 Melantunkan

Pada suatu ketika, seorang bhikkhu sedang berdiam di antara penduduk Kosala, di suatu hutan. Pada saat itu, bhikkhu itu banyak mencurahkan waktunya untuk melantun, tetapi pada kesempatan berikutnya, ia melewatkan waktunya dengan bersantai dan berdiam diri.551 Kemudian devatā yang menghuni hutan tersebut, karena tidak lagi mendengar bhikkhu itu melantunkan Dhamma, <436> mendekatinya dan berkata kepadanya dalam syair:

785. “Bhikkhu, mengapa engkau tidak melantunkan bait-bait Dhamma, Berhubungan akrab dengan para bhikkhu lain? Mendengarkan Dhamma, seseorang memperoleh  keyakinan; Dalam kehidupan ini juga [si pelantun] memperoleh   pujian.”

[Bhikkhu:]

786. “Di masa lalu, aku menyukai bait-bait Dhamma Selama aku belum mencapai kebosanan. [203] Namun sejak saat aku mencapai kebosanan [Aku berdiam dalam apa] yang oleh orang baik disebut ’Peletakan oleh pengetahuan akhir Atas apa yang dilihat, didengar, atau dicerap.’”552

 
11 Pikiran-pikiran Tidak Bermanfaat

Pada suatu ketika, seorang bhikkhu sedang berdiam di antara penduduk Kosala, di suatu hutan. Pada saat itu, bhikkhu itu pergi untuk melewatkan siang, ia terus-menerus memikirkan pikiran-pikiran buruk yang tidak bermanfaat, yaitu pikiran-pikiran indriawi, kebencian, dan mencelakai. <437> Kemudian devatā yang menghuni hutan tersebut, karena berbelas kasihan kepada bhikkhu tersebut, mengharapkan kebaikannya, ingin membangkitkan semangat religius dalam dirinya, mendekatinya dan berkata kepadanya dalam syair berikut:

787. “Karena tidak memperhatikan dengan hati-hati, Engkau, Tuan, dilahap oleh pikiran-pikiranmu. Setelah memadamkan cara-cara yang tidak hati-hati, Engkau harus merenungkan dengan hati-hati.553

788. “Dengan melandaskan pikiranmu pada Sang Guru, Pada Dhamma, Saṅgha, dan pada moralitasmu, Engkau pasti memperoleh kegembiraan, Dan kegirangan dan kebahagiaan juga. Kemudian ketika engkau diliputi oleh kegembiraan, Engkau akan mengakhiri penderitaan.”

Kemudian bhikkhu tersebut, tergerak oleh devatā tersebut, mendapatkan kembali semangat religiusnya.

 

12 Tengah Hari

Pada suatu ketika, seorang bhikkhu sedang berdiam di antara penduduk Kosala, di suatu hutan. Kemudian devatā yang menghuni hutan tersebut <438> mendekati bhikkhu tersebut dan melantunkan syair di hadapannya:

789. “Ketika waktu tengah hari tiba Dan burung-burung beristirahat, Hutan luas ini berbisik sendiri: Betapa menakutkan terlihat olehku!”

[Bhikkhu:]

790.  “Ketika waktu tengah hari tiba Dan burung-burung beristirahat, Hutan luas ini berbisik sendiri: Betapa indahnya itu terlihat olehku!”

 

13 Kendur dalam Indria-indria

Pada suatu ketika, sejumlah bhikkhu sedang berdiam di antara penduduk Kosala, di dalam suatu hutan. Mereka gelisah, terengahengah, putus-asa, berkata-kata kasar, [204] berbicara tidak terarah, kebingungan, tanpa pemahaman murni, tidak terkonsentrasi, berpikiran kacau, kendur dalam indria-indrianya. Kemudian devatā yang menghuni hutan tersebut, karena berbelas kasihan kepada para bhikkhu tersebut, mengharapkan kebaikan mereka, <439> ingin membangkitkan semangat religius dalam diri mereka, mendekati mereka dan berkata kepada mereka dalam syair berikut:

791. “Di masa lalu, para bhikkhu hidup berbahagia, Para siswa Gotama. Tanpa keinginan, mereka mencari makanan mereka, Tanpa keinginan, mereka menggunakan tempat tinggal  mereka. Setelah mengetahui ketidakkekalan dunia ini, Mereka mengakhiri penderitaan.

792. “Tetapi sekarang, bagaikan kepala desa Mereka membuat diri mereka sulit diatur. Mereka makan dan makan dan kemudian berbaring, Merindukan rumah mereka.

793. “Setelah dengan tulus memberi hormat pada Saṅgha, Aku di sini mengatakan hanya sehubungan dengan  beberapa: Mereka ditolak, tanpa perlindungan, Menjadi bagaikan mati.

794. “Pernyataanku ini dibuat dengan merujuk Pada mereka yang berdiam dalam kelengahan. Sedangkan pada mereka yang berdiam dalam ketekunan, Kepada mereka, aku dengan rendah hati memberi  hormat.”

Kemudian para bhikkhu itu, tergerak oleh devatā tersebut, mendapatkan kembali semangat religius mereka. <440>

 

14 Pencuri Wewangian

Pada suatu ketika, seorang bhikkhu sedang berdiam di antara penduduk Kosala, di dalam suatu hutan. Pada saat itu, ketika ia telah kembali dari perjalanan menerima dana makanan, setelah makan, bhikkhu itu biasanya turun ke sebuah kolam dan mencium sekuntum teratai merah. Kemudian devatā yang menghuni hutan tersebut, karena berbelas kasihan kepada bhikkhu tersebut, mengharapkan kebaikannya, ingin membangkitkan semangat religius dalam dirinya, mendekatinya dan berkata kepadanya dalam syair berikut:554

795. “Ketika engkau mencium teratai merah ini, Sebuah benda yang belum diberikan, Ini adalah satu faktor dari pencurian: Engkau, Tuan, adalah seorang pencuri wewangian.”

[Bhikkhu:]

796. “Aku tidak mengambil, aku tidak merusak, Aku mencium teratai itu dari jauh; Atas alasan apakah engkau mengatakan Bahwa aku adalah seorang pencuri wewangian?555

797. “Seseorang yang menggali tangkai teratai, Seseorang yang merusak bunganya, Seseorang yang berperilaku kasar seperti itu: <441> Mengapa ia tidak diajak berbicara?”556 [205] [Devatā:]

798. “Ketika seseorang kasar dan kejam, Sangat kotor bagaikan kain lap, Aku tidak berkepentingan untuk berbicara dengannya; Tetapi kepadamulah aku berbicara.

799. “Bagi seseorang yang tanpa cela, Selalu mencari kemurnian, Bahkan seujung rambut kejahatan Tampak sebesar awan.”

[Bhikkhu:]

800. “Tentu saja, Deva, engkau memahami aku, Dan engkau berbelas kasihan kepadaku. Mohon, O, Deva, berbicaralah kepadaku lagi, Kapan saja engkau melihat perbuatan demikian.”

[Devatā:]

801. “Kami tidak hidup dengan sokongan darimu, Juga bukan pelayan bayaranmu. Engkau, Bhikkhu, harus mengetahui sendiri <442> Jalan menuju tujuan yang baik.”557

Kemudian bhikkhu itu, tergerak oleh devatā tersebut, mendapatkan kembali semangat religiusnya.

 

 

 

 

Leave a Reply 0 comments