Diterjemahkan dari bahasa Pali oleh Bhikkhu Bodhi
BAB X 10
Yakkhasaṃyutta
Khotbah Berkelompok
Sehubungan dengan Yakkha
1 Indaka
Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang berdiam di Rājagaha, di Puncak Gunung Inda, tempat yang sering dikunjungi oleh Yakkha Indaka.558 Kemudian Yakkha Indaka mendekati Sang Bhagavā dan berkata kepada-Nya dalam syair:
802. “Karena para Buddha mengatakan bahwa bentuk bukanlah roh, Bagaimanakah seseorang mendapatkan jasmani ini? Dari manakah datangnya tulang dan hati seseorang? Bagaimanakah seseorang masuk ke dalam rahim?”559
[Sang Bhagavā:]803. “Pertama-tama adalah kalala; Dari kalala muncul abbuda; Dari abbuda dihasilkan pesī; Dari pesī muncul ghana; Dari Ghana muncul organ-organ tubuh, Rambut kepala, bulu-badan, dan kuku. <444>
804. Dan apa pun makanan yang dimakan ibu— Makanan dan minuman yang ia konsumsi— Dengan ini makhluk itu dipelihara, Seseorang di dalam rahim sang ibu.”560
2 Sakkanāmaka
Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang berdiam di Rājagaha, di Puncak Gunung Nasar. Kemudian Yakkha Sakkanāmaka mendekati Sang Bhagavā dan berkata kepada Beliau dalam syair:
805. “Setelah melepaskan semua simpul Sebagai seorang yang terbebaskan sepenuhnya, Tidakkah baik bagi-Mu, Petapa, Mengajarkan orang lain.”561
[Sang Bhagavā:]806. “Jika, O, Sakka, untuk suatu alasan Keakraban dengan seseorang muncul, Sang bijaksana semestinya tidak menggerakkan pikirannya Dengan belas kasihan terhadap orang demikian.
807. “Tetapi jika dengan pikiran jernih dan murni Ia memberikan instruksi kepada orang lain, Ia tidak menjadi terbelenggu <445> Dengan belas kasih dan simpatinya.”562 [207]
3 Sūciloma
Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang berdiam di Gayā, di Dataran òaṅkita, tempat yang sering dikunjungi oleh Yakkha Sūciloma.563 Pada saat itu, Yakkha Khara dan Yakkha Sūciloma melintas tidak jauh dari Sang Bhagavā. Kemudian Yakkha Khara berkata kepada Yakkha Sūciloma: “Itu adalah seorang petapa.” “Itu bukanlah seorang petapa; itu adalah seorang petapa palsu.564 Aku akan segera memastikan apakah ia adalah seorang petapa atau petapa palsu.” Kemudian Yakkha Sūciloma mendekati Sang Bhagavā dan merunduk di hadapan Sang Bhagavā. Sang Bhagavā mundur. Kemudian Yakkha Sūciloma berkata kepada Sang Bhagavā: “Apakah Engkau takut kepadaku, Petapa?” “Aku tidak takut kepadamu, Sahabat. Hanya saja, sentuhanmu jahat.”565 <446>
“Aku akan mengajukan pertanyaan kepada-Mu, Petapa. Jika Engkau tidak menjawabku, aku akan membuat-Mu gila atau memecahkan jantung-Mu atau mencengkeram kaki-Mu dan melempar-Mu ke seberang Sungai Gangga.” “Aku tidak melihat siapa pun di dunia ini, Sahabat, dengan para deva, Māra, dan Brahmā, dalam generasi ini bersama dengan para petapa dan brahmana, para deva dan manusia, yang dapat membuatKu gila atau memecahkan jantung-Ku atau mencengkeram kaki-Ku dan melempar-Ku ke seberang Sungai Gangga. Tetapi, tanyalah apa pun yang engkau inginkan, Sahabat.”
808. “Apakah sumber dari nafsu dan kebencian? Dari mana munculnya ketidakpuasan, kegembiraan, dan ketakutan? Muncul dari manakah pikiran [Melontarkan seseorang] bagaikan anak-anak melontarkan seekor gagak?”566 <447>
[Sang Bhagavā:]809. “Nafsu dan kebencian bersumber dari sini; Dari ini, muncul ketidakpuasan, kegembiraan, dan ketakutan; Dari ini pulalah pikiran muncul [Melontarkan seseorang] bagaikan anak-anak melontarkan seekor gagak.567
810. “Muncul dari kasih sayang, yang timbul dari diri seseorang, Bagaikan tunas yang tumbuh dari batang pohon banyan; Banyak, kemelekatan pada kenikmatan-indria, Bagaikan tanaman rambat māluvā yang merambat ke seluruh hutan.568 [208]
811. “Mereka yang memahami sumbernya, Melenyapkannya—dengarkanlah, O, Yakkha!— Mereka menyeberangi banjir ini yang sulit diseberangi, Belum pernah diseberangi sebelumnya, demi tidak terlahir kembali.”569
4 Maṇibhadda
Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang berdiam di antara penduduk Magadha, di Kuil Maṇimālaka, tempat yang sering dikunjungi oleh Yakkha Maṇibhadda. Kemudian Yakkha Maṇibhadda mendekati Sang Bhagavā dan melantunkan syair ini di hadapan Sang Bhagavā:
812. “Adalah baik bagi ia yang penuh perhatian, Ia yang penuh perhatian berkembang pesat dalam kebahagiaan. Hari demi hari adalah lebih baik bagi ia yang penuh perhatian, Dan ia terbebas dari permusuhan.”570
[Sang Bhagavā:] <448>813. “Adalah baik bagi ia yang penuh perhatian, Ia yang penuh perhatian berkembang pesat dalam kebahagiaan, Hari demi hari adalah lebih baik bagi ia yang penuh perhatian, Tetapi ia tidak terbebas dari permusuhan.
814. “Seseorang yang pikirannya sepanjang siang dan malam Bergembira dalam tanpa-kekejaman, Yang memiliki cinta kasih terhadap semua makhluk— Baginya tidak ada permusuhan.”571
5 Sānu
Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang berdiam di Sāvatthī, di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Pada saat itu, seorang umat awam perempuan memiliki seorang putra bernama Sānu yang dirasuki oleh yakkhā.572 Kemudian umat awam perempuan itu meratap, pada saat itu melantunkan syair-syair ini:
816. “Kepada mereka yang menjalani kehidupan suci,573 Yang menjalankan hari-hari Uposatha Lengkap dalam delapan faktor Pada tanggal empat belas atau lima belas,
817. Dan tanggal delapan setiap dua minggu, <449> Dan pada periode-periode tertentu, Yakkha tidak bermain-main: Demikianlah yang kudengar dari para Arahanta. Tetapi hari ini aku melihat sendiri Yakkha mempermainkan Sānu.”
[Yakkha yang mempermainkan Sānu:] [209]818. “Kepada mereka yang menjalani kehidupan suci, Yang menjalankan hari-hari Uposatha Lengkap dalam delapan faktor Pada tanggal empat belas atau lima belas,
819. Dan tanggal delapan setiap dua minggu, Dan pada periode-periode tertentu, Yakkha tidak bermain-main: Apa yang kau dengar dari para Arahanta adalah baik.
820. “Ketika Sānu tersadar, beritahukan kepadanya Peringatan oleh yakkha ini: <450> Jangan melakukan perbuatan jahat Baik secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi. Jika engkau melakukan perbuatan jahat,
821. Atau jika engkau sedang melakukannya saat ini, Engkau tidak akan terbebas dari penderitaan Walaupun engkau terbang dan melarikan diri.574
[Sānu:]575822. “Mereka menangis, Ibu, untuk mereka yang meninggal Atau untuk seseorang yang tidak terlihat hidup. Ketika engkau melihat, Ibu, bahwa aku masih hidup, Mengapa, O, Ibu, engkau menangis untukku?”
[Ibu Sānu:]823. “Mereka menangis, Anakku, untuk mereka yang meninggal Atau untuk seseorang yang tidak terlihat hidup; Tetapi ketika seseorang kembali ke kehidupan rumah tangga Setelah meninggalkan kenikmatan indria, Mereka menangis untuk ini juga, Anakku, Karena walaupun hidup, sesungguhnya ia mati.576
824. “Mundurlah, Sayangku, dari bara api yang panas, <451> Engkau ingin terjun ke bara api panas; Mundurlah, Sayangku, dari neraka, Engkau ingin terjun ke neraka.577
825. “Larilah, semoga keberuntungan menyertaimu! Kepada siapakah kami dapat menyuarakan kesedihan kami? Sebagai sesuatu yang terselamatkan dari api, Engkau ingin dibakar lagi.”578
6 Piyaṅkara
Pada suatu ketika, Yang Mulia Anuruddha sedang berdiam di Sāvatthī, di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Pada saat itu, Yang Mulia Anuruddha setelah bangun pada berkas cahaya pertama saat fajar, melantunkan bait Dhamma. Kemudian Yakkha perempuan, ibu Piyaṅkara menenangkan anak kecilnya sebagai berikut:579
826. “Jangan bersuara, Piyaṅkara, Seorang bhikkhu melantunkan bait Dhamma. <452> Setelah memahami bait Dhamma. Kita harus berlatih demi kesejahteraan kita.
827. “Mari kita menghindari diri dari mencelakai makhluk- makhluk hidup, Mari kita tidak mengucapkan kebohongan dengan sengaja, Kita harus melatih diri dalam moralitas: Mungkin kita akan terbebas dari alam setan.”
7 Punabbasu
Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang berdiam di Sāvatthī, di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. [210] Pada saat itu, Sang Bhagavā sedang memberikan instruksi, menasihati, menginspirasi, dan menggembirakan para bhikkhu dengan khotbah Dhamma sehubungan dengan Nibbāna. Dan para bhikkhu itu sedang mendengarkan Dhamma dengan sungguh-sungguh, memperhatikannya sebagai sesuatu yang penting, mengarahkan seluruh perhatian mereka pada khotbah itu. Kemudian Yakkha perempuan, Ibu Punabbasu menenangkan anaknya sebagai berikut:580
828. “Diamlah, Uttarikā, Diamlah, Punabbasu! <453> Aku ingin mendengarkan Dhamma Dari Sang Guru, Buddha Yang Tertinggi.
829. “Ketika Sang Bhagavā menjelaskan tentang Nibbāna, Bebas dari segala simpul, Muncul dalam diriku Minat mendalam pada Dhamma ini.
830. “Di dunia ini, anak seseorang adalah kesayangan, Di dunia ini, suami seseorang adalah kesayangan, Tetapi bagiku, pencarian akan Dhamma ini Telah menjadi kesayangan yang lebih besar dari semua itu.
831. “Karena tidak satu pun dari anak atau suami seseorang, Walaupun kesayangan, dapat membebaskan seseorang dari penderitaan Sedangkan mendengarkan Dhamma sejati membebaskan seseorang Dari penderitaan makhluk-makhluk hidup.581
832. “Dalam dunia ini yang tenggelam dalam penderitaan, Terbelenggu oleh usia-tua dan kematian, Aku ingin mendengarkan Dhamma Yang Beliau—Sang Buddha—Yang Tercerahkan Sempurna, babarkan, Demi kebebasan dari usia-tua dan kematian, Jadi, tenanglah, Punabbasu!”582 <454>
[Punabbasu:]833 “Ibu sayang, aku tidak berbicara; Uttarā ini juga diam, Memperhatikan hanya pada Dhamma, Karena mendengarkan Dhamma sejati adalah menyenangkan. Karena kita belum mengenal Dhamma sejati Kita hidup menderita, Ibu.
834. “Beliau adalah pembuat cahaya Bagi para deva dan manusia yang kebingungan; Tercerahkan, membawa tubuh terakhir-Nya, Seseorang dengan Penglihatan mengajarkan Dhamma.”
[Ibu Punabbasu:]835. “Baik sekali putraku telah menjadi begitu bijaksana, Ia yang kulahirkan dan kupelihara dari payudaraku. Putraku menyukai Dhamma murni Dari Yang Tercerahkan Sempurna.
836. “Punabbasu, berbahagialah! Hari ini, akhirnya aku keluar. <455> Dengarkan aku juga, O, Uttarā: Kebenaran mulia telah terlihat.”583
8 Sudatta
Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang berdiam di Rājagaha, di Hutan Dingin. Pada saat itu, perumah tangga Anāthapiṇḍika tiba di Rājagaha untuk suatu urusan.584 Ia mendengar: “Seorang Buddha, dikatakan, telah muncul di dunia ini! Ia ingin pergi dan menjumpai Sang Bhagavā segera, [211] namun ia berpikir: “Sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk pergi menjumpai Sang Bhagavā. Aku akan pergi menjumpai Sang Bhagavā besok pagi.” Ia berbaring dengan pikiran tertuju pada Sang Buddha, dan sepanjang malam itu, ia terbangun tiga kali menganggap bahwa hari sudah pagi. Kemudian perumah tangga Anāthapiṇḍika mendekati gerbang pekuburan. Makhluk bukan-manusia membuka gerbang. <456> Kemudian, ketika perumah tangga Anāthapiṇḍika meninggalkan kota, cahaya sirna dan kegelapan muncul. Takut, keraguan, dan teror muncul dalam dirinya dan ia ingin berbalik. Tetapi Yakkha Sīvaka, tidak terlihat, mengucapkan pernyataan:585
837. “Seratus [ribu] gajah, Seratus [ribu] kuda, Seratus [ribu] kereta yang ditarik keledai, Seratus ribu bidadari Berhiaskan perhiasan dan anting-anting, Tidak sebanding dengan seper-enam-belas Dari satu langkah maju.586
“Majulah, Perumah tangga! Majulah, Perumah tangga! Maju lebih baik bagimu, jangan berbalik.”
Kemudian kegelapan sirna dan cahaya muncul untuk perumah tangga Anāthapiṇḍika, dan ketakutan, keraguan, dan teror yang telah muncul dalam dirinya menjadi lenyap. Untuk ke dua kalinya … (syair 838 termasuk dalam pengulangan ini) <457> … Untuk ke tiga kalinya, cahaya sirna dan kegelapan muncul. Takut, keraguan, dan teror muncul dalam dirinya dan ia ingin berbalik. Tetapi untuk ke tiga kalinya, Yakkha Sīvaka, tidak terlihat, mengucapkan pernyataan:
839. “Seratus [ribu] gajah … Dari satu langkah maju. “Majulah, Perumah tangga! Majulah, Perumah tangga! Maju lebih baik bagimu, jangan berbalik.”
Kemudian kegelapan [212] sirna dan cahaya muncul untuk perumah tangga Anāthapiṇḍika, dan ketakutan, keraguan, dan teror yang telah muncul dalam dirinya menjadi lenyap. Kemudian perumah tangga Anāthapiṇḍika mendekati Sang Bhagavā di Hutan Dingin. Pada saat itu, Sang Bhagavā setelah bangun pada berkas cahaya fajar pertama, sedang berjalan mondar-mandir di ruang terbuka. Dari jauh, Sang Bhagavā melihat perumah tangga Anāthapiṇḍika mendekat. Ia turun dari jalan setapak, duduk di tempat yang telah dipersiapkan, dan berkata kepada perumah tangga Anāthapiṇḍika: “Kemarilah, Sudatta.”587 Kemudian perumah tangga Anāthapiṇḍika berpikir: “Sang Bhagavā memanggil namaku,” [bergairah dan gembira],588 ia bersujud dengan bertiarap di tempat itu juga dengan kepalanya di kaki Sang Bhagavā <458> dan berkata kepada Beliau: “Aku harap, Yang Mulia, Bhagavā tidur nyenyak.”
[Sang Bhagavā:]840. “Sesungguhnya Beliau selalu tidur nyenyak, Sang Brahmana yang padam sepenuhnya, Yang tidak melekat pada kenikmatan indria, Sejuk hati-Nya, tanpa perolehan.
841. “Setelah memotong segala kemelekatan, Setelah menyingkirkan beban dari hati-Nya, Yang damai tidur nyenyak, Setelah mencapai kedamaian batin.”589
9 Sukkā (1)
Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang berdiam di Rājagaha, di Hutan Bambu, Taman Suaka Tupai. Pada saat itu, Bhikkhunī Sukkā, dikelilingi oleh sekelompok besar, sedang mengajarkan Dhamma. Kemudian yakkha yang berkeyakinan penuh pada Bhikkhunī Sukka, berjalan dari satu jalan ke jalan lainnya dan dari satu lapangan ke lapangan lainnya di Rājagaha, pada saat itu melantunkan syair-syair:
842. “Apa yang terjadi pada orang-orang di Rājagaha? <459> Mereka tidur seolah-olah mereka telah meminum minuman keras. Mengapa mereka tidak mendengarkan Sukkā Ketika ia mengajarkan keadaan tanpa kematian?590
843. “Tetapi para bijaksana, meminumnya— [Dhamma] itu yang tidak dapat ditolak, Makanan lezat, nutrisi— Para pengembara melakukannya pada awan.”591
10 Sukkā (2)
Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang berdiam di Rājagaha, di Hutan Bambu, Taman Suaka Tupai. [213] Pada saat itu, seorang umat awam memberikan makanan kepada Bhikkhunī Sukkā. Kemudian yakkha yang berkeyakinan penuh pada Bhikkhunī Sukkā, berjalan dari satu jalan ke jalan lainnya dan dari satu lapangan ke lapangan lainnya di Rājagaha, pada saat itu melantunkan syair ini:
844. “Ia telah mengumpulkan banyak jasa kebajikan— Sungguh bijaksana umat awam ini, Yang baru saja memberikan makanan kepada Sukkā, <460> Seorang yang terbebaskan dari segala simpul.”592
11 Cīrā
Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang berdiam di Rājagaha, di Hutan Bambu, Taman Suaka Tupai. Pada saat itu, seorang umat awam memberikan jubah kepada Bhikkhunī Cīrā. Kemudian yakkha yang berkeyakinan penuh pada Bhikkhunī Cīrā, berjalan dari satu jalan ke jalan lainnya dan dari satu lapangan ke lapangan lainnya di Rājagaha, pada saat itu melantunkan syair ini:
845. “Ia telah mengumpulkan banyak jasa kebajikan— Sungguh bijaksana umat awam ini, Yang baru saja memberikan jubah kepada Cīrā, Seorang yang terbebaskan dari segala belenggu.”
12 Āḷavaka
Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang berdiam di Āḷavi, tempat yang sering dikunjungi oleh Yakkha Āḷavaka.593 Kemudian Yakkha Āḷavaka mendekati Sang Bhagavā dan berkata kepada Beliau: “Keluarlah, Petapa!” <461> “Baiklah, Sahabat,” Sang Bhagavā berkata, dan Beliau keluar.594 “Masuklah, Petapa.” “Baiklah, Sahabat,” Sang Bhagavā berkata, dan Beliau masuk. Untuk ke dua kalinya … [214] Untuk ke tiga kalinya, Yakkha Āḷavaka berkata kepada Sang Bhagavā: “Keluarlah, Petapa!” “Baiklah, Sahabat,” Sang Bhagavā berkata, dan Beliau keluar. “Masuklah, Petapa.” “Baiklah, Sahabat,” Sang Bhagavā berkata, dan Beliau masuk. Untuk ke empat kalinya, Yakkha Āḷavaka berkata kepada Sang Bhagavā: “Keluarlah, Petapa!” “Aku tidak akan keluar, Sahabat. Lakukanlah apa yang harus engkau lakukan.” “Aku akan mengajukan pertanyaan kepada-Mu, Petapa. Jika Engkau tidak menjawabku, aku akan membuat-Mu gila atau memecahkan jantung-Mu atau mencengkeram kaki-Mu dan melempar-Mu ke seberang Sungai Gangga.”595 “Aku tidak melihat siapa pun di dunia ini, Sahabat, dengan para deva, Māra, dan Brahmā, dalam generasi ini bersama dengan para petapa dan brahmana, para deva dan manusia, yang dapat membuatKu gila atau memecahkan jantung-Ku atau mencengkeram kaki-Ku dan melempar-Ku ke seberang Sungai Gangga. Tetapi, tanyalah apa pun yang engkau inginkan, Sahabat.”596
[Āḷavaka:] <462>846. “Apakah harta terbaik seseorang? Apakah yang dilatih dengan baik membawa kebahagiaan? Apakah rasa yang paling manis? Bagaimanakah kehidupan seseorang yang mereka katakan sebagai kehidupan terbaik?”
[Sang Bhagavā:]847. “Keyakinan adalah harta terbaik seseorang; Dhamma yang dilatih dengan baik membawa kebahagiaan; Kebenaran adalah rasa yang paling manis; Seseorang yang hidup dengan kebijaksanaan, mereka katakan sebagai kehidupan terbaik.”597
[Āḷavaka:]848. “Bagaimanakah seseorang menyeberangi banjir? Bagaimanakah seseorang menyeberangi lautan yang bergolak? Bagaimanakah seseorang mengatasi penderitaan? Bagaimanakah seseorang disucikan?”
[Sang Bhagavā:]849. “Dengan keyakinan seseorang menyeberangi banjir, Dengan ketekunan seseorang menyeberangi lautan bergolak. Dengan semangat seseorang mengatasi penderitaan, Dengan kebijaksanaan seseorang disucikan.”598
[Āḷavaka:]850. “Bagaimanakah seseorang memperoleh kebijaksanaan?599 Bagaimanakah seseorang mencari kekayaan? <463> Bagaimanakah seseorang mencapai pengakuan? Bagaimanakah seseorang mengikat seorang teman? Ketika berlalu dari dunia ini ke dunia berikutnya, Bagaimanakah agar seseorang tidak bersedih?”
[Sang Bhagavā:]851. “Menempatkan keyakinan dalam Dhamma para Arahanta Demi pencapaian Nibbāna, Dari keinginan untuk belajar, seseorang memperoleh kebijaksanaan Jika ia tekun dan cerdik.600
852. “Melakukan apa yang benar, taat, Seseorang dengan inisiatif mencari kekayaan. [215] Dengan kejujuran, seseorang memenangkan pengakuan; Dengan memberi, seseorang mengikat teman. Demikianlah bagaimana seseorang tidak bersedih Ketika berlalu dari dunia ini ke dunia berikutnya.601
853. “Pencari kehidupan rumah tangga yang penuh keyakinan Dalam dirinya terdapat empat kualitas ini— Kebenaran, Dhamma, keteguhan, kedermawanan— Tidak bersedih ketika ia meninggal dunia. <464>
854. “Silakan, tanyakanlah kepada yang lainnya juga, Di antara banyak petapa dan brahmana, Apakah ditemukan yang lebih baik Daripada kebenaran, pengendalian diri, kedermawanan, dan kesabaran.”602
[Āḷavaka:]855. “Mengapa aku harus mengajukan pertanyaan Di antara banyak petapa dan brahmana? Hari ini aku telah memahami Kebaikan untuk menuju kehidupan mendatang.603
856. “Sesungguhnya, demi diriku Sang Buddha telah datang Untuk berdiam di Āḷavī. Hari ini aku telah memahami Di mana sebuah pemberian menghasilkan buah besar.
857. “Aku sendiri akan mengembara Dari desa ke desa, kota ke kota, Memberi hormat kepada Yang Tercerahkan Dan kepada kemuliaan Dhamma.”604 <465>