Kakakati Jataka

No. 327

KĀKĀTI-JĀTAKA62

Sumber : Indonesia Tipitaka Center

“Aroma wewangian,” dan seterusnya. Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berdiam di Jetavana, tentang seorang bhikkhu yang menyesal.

Dalam kesempatan ini, Beliau menanyakan bhikkhu itu apakah benar bahwa ia menyesal, dan setelah mendengar jawabannya, “Ya, Bhante,” Beliau pun menanyakan alasannya. Bhikkhu itu menjawab, “Dikarenakan nafsu (kotoran batin/kilesa).”

Sang Guru berkata, “Wanita tidak bisa dijaga, tidak ada yang membuatnya aman. Orang bijak di masa lampau menempatkan seorang wanita di tengah-tengah samudra luas di Hutan Simbalī63, tetapi gagal menjaga kehormatannya.”

Dan Beliau pun menceritakan sebuah kisah masa lampau.

____________________

Dahulu kala ketika Brahmadatta memerintah di Benares, Bodhisatta terlahir sebagai putra dari raja dengan permaisurinya. Ketika dewasa, ia naik takhta sepeninggal ayahnya. Ratunya bernama Kākāti (Kakati) dan ia memiliki kecantikan seperti seorang bidadari dewa (apsara). [91] Kisah masa lampau ini akan diceritakan secara lengkap di dalam Kunāḷa-Jātaka64. Berikut ini adalah ringkasan kisahnya.

Kala itu, seekor raja burung garuda datang dengan menyamar sebagai seorang laki-laki, dan bermain dadu dengan Raja Benares. Karena jatuh cinta dengan Ratu Kakati, ia membawanya kabur ke tempat tinggal burung garuda dan hidup dengan bahagia bersamanya di sana.

Raja yang merindukan ratunya itu memerintahkan pemusiknya yang bernama Naṭakuvera (Natakuvera) untuk pergi mencarinya. Ia menemukan raja garuda sedang berbaring di rumput eraka65 di sebuah danau, dan ketika burung garuda itu hendak terbang meninggalkan tempat tersebut, ia membuat dirinya duduk di tengah bulu burung66 yang besar itu.

Dengan cara ini ia sampai di tempat tinggal burung garuda. Di sana ia melakukan hubungan intim dengan wanita itu, dan dengan cara yang sama di atas sayap burung itu, ia pulang kembali ke rumahnya. Dan ketika tiba waktunya bagi burung garuda untuk bermain dadu dengan raja, pemusik itu mengambil kecapinya dan pergi menuju ke papan permainan, berdiri di hadapan raja, mengucapkan bait pertama berikut dalam bentuk lagu:—

Aroma wangi di sekitar tempatku bermain,
aroma dari kasih sayang Kakati yang elok,
dari tempat tinggalnya yang jauh mengirimkan
pemikiran bagi jiwaku yang terdalam.

Mendengar ini, burung garuda memberikan responnya dalam bait kedua berikut:

Terhalang oleh samudra dan Kebukā 67,
apakah Anda (mampu) mencapai rumahku?
Datang dengan terbang melewati tujuh samudra
menuju ke Hutan Simbali?

[92] Natakuvera mengucapkan bait ketiga berikut setelah mendengar perkataan itu:

Karena dirimulah semua rintangan yang menghadang terhalau,
saya sampai ke Hutan Simbali,
terbang melewati samudra-samudra dan sungai,
melalui dirimulah kutemukan cintaku.

Kemudian raja garuda membalas dalam bait keempat berikut:

Keluar dengan kesalahan yang amat bodoh,
betapa bodohnya diriku ini!
Cara menyimpan kekasih yang baik
adalah dengan menghancurkannya,
saya telah menjadi perantara mereka.

Kemudian burung garuda itu membawa ratu dan mengembalikannya kepada Raja Benares dan tidak pernah kembali lagi ke tempat itu.
____________________

Sang Guru memaklumkan kebenarannya dan mempertautkan kisah kelahiran mereka: Di akhir kebenaran, bhikkhu yang tadinya menyesal itu mencapai tingkat kesucian Sotāpanna:—“Pada masa itu, bhikkhu yang menyesal adalah Naṭakuvera dan saya sendiri adalah raja.”

____________________

Catatan kaki :

62 Bandingkan No. 360.

63 Di Gunung Meru: burung-burung garuda tinggal di sekelilingnya.

64 No. 536.

65 Pali-English Dictionary (PED) menerangkan bahwa kata ini memiliki arti yang sama dengan rumput thypa.

66 Bandingkan Tibetan Tales, XII. hal. 281.

67 Nama sebuah sungai, yang konon harus diseberangi untuk mencapai tempat tinggal raja burung garuda yang membawa kabur Ratu Kakati.

Leave a Reply 0 comments