Diterjemahkan dari bahasa Pali oleh Bhikkhu Bodhi
I. PARA ARAHANTA
1 (1) Dhanañjānī
Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang berdiam di Rājagaha, di Hutan Bambu, Taman Suaka Tupai. Pada saat itu, istri seorang brahmana dari suku Bhāradvāja, seorang brahmana perempuan bernama Dhanañjānī, berkeyakinan penuh pada Sang Buddha, Dhamma dan Saṅgha.428 Suatu hari, ketika brahmana perempuan Dhanañjāni sedang membawa makanan untuk suaminya, si brahmana, ia tersandung, lalu ia mengucapkan kata-kata inspiratif ini sebanyak tiga kali: “Terpujilah Sang Bhagavā, Sang Arahanta, Yang Tercerahkan Sempurna! Terpujilah Sang Bhagavā, Sang Arahanta, Yang Tercerahkan Sempurna! Terpujilah Sang Bhagavā, Sang Arahanta, Yang Tercerahkan Sempurna!”429 Ketika hal ini diucapkan, brahmana dari suku Bhāradvāja berkata kepadanya: “Karena hal sepele ini, perempuan celaka ini <345> mengucapkan pujian kepada petapa gundul itu! Perempuan celaka, aku akan membantah ajaran dari Gurumu itu.”430 “Aku tidak melihat siapa pun, Brahmana, di dunia ini dengan para deva, Māra, dan Brahmā, dalam generasi ini bersama dengan para petapa dan brahmana, para deva, dan manusia, yang dapat membantah ajaran Sang Bhagavā, Sang Arahanta, Tercerahkan Sempurna. Tetapi pergilah, Brahmana. Ketika engkau pergi, engkau akan memahami.”
Kemudian brahmana dari suku Bhāradvāja, marah dan tidak senang, mendatangi Sang Bhagavā dan saling bertukar sapa dengan Beliau. Ketika mereka telah menutup sapaan dan ramah tamah, ia lalu duduk di satu sisi [161] dan berkata kepada Sang Bhagavā dalam syair:431
613. “Setelah membunuh apakah seseorang tidur dengan lelap? Setelah membunuh apakah seseorang tidak bersedih? <346> Apakah satu hal, O, Gotama, Yang merupakan pembunuhan yang Engkau setujui?”
[Sang Bhagavā:]614. “Setelah membunuh kemarahan, seseorang tidur dengan lelap; Setelah membunuh kemarahan, seseorang tidak bersedih;Pembunuhan kemarahan, O, Brahmana, Dengan akar beracun dan pucuk bermadu: Ini adalah pembunuhan yang dipuji oleh para mulia, Karena setelah membunuh itu, seseorang tidak bersedih.”
Ketika hal ini diucapkan, brahmana dari suku Bhāradvāja berkata kepada Sang Bhagavā: “Mengagumkan, Guru Gotama! Mengagumkan, Guru Gotama! Dhamma telah dibabarkan dalam berbagai cara oleh Guru Gotama, seperti menegakkan apa yang terbalik, mengungkapkan apa yang tersembunyi, menunjukkan jalan kepada yang tersesat, atau menyalakan pelita dalam kegelapan sehingga mereka yang memiliki mata dapat melihat bentuk-bentuk. Aku berlindung pada Guru Gotama, dan kepada Dhamma, dan kepada Bhikkhu Saṅgha. Semoga aku menerima pelepasan keduniawian di bawah Guru Gotama, sudilah memberikan penahbisan yang lebih tinggi kepadaku.” Kemudian brahmana dari suku Bhāradvāja menerima pelepasan keduniawian di bawah Sang Bhagavā, ia menerima penahbisan yang lebih tinggi. Dan segera, tidak lama setelah penahbisannya, berdiam sendirian, tidak berkomunikasi dengan orang lain, rajin, tekun, dan teguh, Yang Mulia Bhāradvāja, dengan mengalami oleh dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung dalam kehidupan ini juga akan tujuan yang tiada bandingnya dari kehidupan suci yang dicari oleh orangorang yang meninggalkan keduniawian dan menjalani kehidupan tanpa rumah. <347> Ia secara langsung mengetahui: “Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi bagi kondisi makhluk ini.”432 Dan Yang Mulia Bhāradvāja menjadi salah satu dari para Arahanta.
2 (2) Caci-maki
Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang berdiam di Rājagaha, di Hutan Bambu, Taman Suaka Tupai. Brahmana Akkosaka Bhāradvāja, Bhāradvāja si pemaki, mendengar:433 “Dikatakan bahwa brahmana dari suku Bhāradvāja telah meninggalkan kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah di bawah Petapa Gotama.” Marah dan tidak senang, ia mendatangi Sang Bhagavā dan [162] mencaci dan mencerca Beliau dengan kata-kata kasar. Ketika ia telah selesai berbicara, Sang Bhagavā berkata kepadanya: “Bagaimana menurutmu, Brahmana? Apakah teman-teman dan sahabat-sahabat, sanak keluarga dan saudara, juga para tamu datang mengunjungimu?” “Kadang-kadang mereka datang berkunjung, Guru Gotama.” “Apakah engkau mempersembahkan makanan atau kudapan* kepada mereka?” <348> “Kadang-kadang aku melakukannya, Guru Gotama.” “Tetapi jika mereka tidak menerimanya darimu, maka milik siapakah makanan-makanan itu?” “Jika mereka tidak menerimanya dariku, maka makanan-makanan itu tetap menjadi milikku.” “Demikian pula, Brahmana, kami—yang tidak mencaci siapa pun, yang tidak memarahi siapa pun, yang tidak mencerca siapa pun— menolak menerima darimu cacian dan kemarahan dan semburan yang engkau lepaskan kepada kami. Itu masih tetap milikmu, Brahmana! Itu masih tetap milikmu, Brahmana!” “Brahmana, seseorang yang mencaci orang yang mencacinya, yang memarahi orang yang memarahinya, yang mencerca orang yang mencercanya—ia dikatakan memakan makanan, memasuki pertukaran. Tetapi kami tidak memakan makananmu; kami tidak memasuki pertukaran. Itu masih tetap milikmu, Brahmana! Itu masih tetap milikmu, Brahmana!” “Raja dan para pengikutnya memahami bahwa Petapa Gotama adalah seorang Arahanta, namun Guru Gotama masih bisa marah.”434
[Sang Bhagavā:]615. “Bagaimana mungkin kemarahan muncul dalam diri seorang yang tidak memiliki kemarahan, Dalam diri seorang yang jinak berpenghidupan benar, <349> Dalam diri seorang yang terbebaskan oleh pengetahuan sempurna, Dalam diri seorang yang seimbang yang berdiam dalam kedamaian?435
616. “Seseorang yang membalas kemarahan dengan kemarahan Dengan cara demikian membuat segala sesuatu menjadi lebih buruk bagi dirinya. Tidak membalas kemarahan dengan kemarahan, Seseorang memenangkan peperangan yang sulit dimenangkan.
617. “Ia berlatih demi kesejahteraan kedua belah pihak— Dirinya dan orang lain— Ketika, mengetahui bahwa musuhnya marah, Ia dengan penuh perhatian mempertahankan kedamaiannya.
618. “Ketika ia memperoleh penyembuhan bagi kedua belah pihak— Dirinya dan orang lain— Orang-orang yang menganggapnya dungu Adalah tidak terampil dalam Dhamma.”436 [163]
Ketika hal ini dikatakan, Brahmana Akkosaka Bhāradvāja berkata kepada Sang Bhagavā: “Menakjubkan, Guru Gotama! … Aku berlindung pada Guru Gotama, dan pada Dhamma, dan pada Bhikkhu Saṅgha. Semoga aku menerima pelepasan keduniawian di bawah Guru Gotama, sudilah memberikan penahbisan yang lebih tinggi kepadaku.”
Kemudian brahmana dari suku Bhāradvāja menerima pelepasan keduniawian di bawah Sang Bhagavā, ia menerima penahbisan yang lebih tinggi. Dan segera, tidak lama setelah penahbisannya, berdiam sendirian … <350> … Yang Mulia Bhāradvāja menjadi salah satu dari para Arahanta.
3 (3) Asurindaka
Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang berdiam di Rājagaha, di Hutan Bambu, Taman Suaka Tupai. Brahmana Asurindaka Bhāradvāja, mendengar:437 “Dikatakan bahwa brahmana dari suku Bhāradvāja telah meninggalkan kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah di bawah Petapa Gotama.” Marah dan tidak senang, ia mendatangi Sang Bhagavā dan mencaci dan mencerca Beliau dengan kata-kata kasar. Ketika ia telah selesai berbicara, Sang Bhagavā tetap diam. Kemudian Brahmana Asurindaka Bhāradvāja berkata kepada Sang Bhagavā: “Engkau kalah, Petapa! Engkau kalah, Petapa!”
[Sang Bhagavā:]619. “Si dungu merasa kemenangan telah diperoleh Ketika dengan ucapan, ia mencerca dengan kasar; Tetapi bagi ia yang mengerti, Menahan dengan sabar adalah kemenangan sejati.438
620-22. “Seseorang yang membalas kemarahan dengan kemarahan … (syair = 616-18) … <351> Adalah tidak terampil dalam Dhamma.” [164]
Ketika hal ini dikatakan, Brahmana Asurindaka Bhāradvāja berkata kepada Sang Bhagavā: “Menakjubkan, Guru Gotama!….” Dan Yang Mulia Bhāradvāja menjadi salah satu dari para Arahanta.
4 (4) Bilaṅgika
Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang berdiam di Rājagaha, di Hutan Bambu, Taman Suaka Tupai. Brahmana Bilaṅgika Bhāradvāja, mendengar:439 “Dikatakan bahwa brahmana dari suku Bhāradvāja telah meninggalkan kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah di bawah Petapa Gotama.” Marah dan tidak senang, ia mendatangi Sang Bhagavā dan berdiri si satu sisi sambil berdiam diri.440 <352> Kemudian Sang Bhagavā, setelah mengetahui perenungan dalam pikiran Brahmana Bilaṅgika Bhāradvāja dengan pikiran-Nya sendiri, berkata kepadanya dalam syair:
623. “Jika seseorang melakukan kesalahan terhadap orang yang tidak bersalah, Seorang yang murni tanpa noda, Kejahatan itu akan kembali kepada si dungu itu sendiri Bagaikan debu halus yang ditebarkan melawan angin.”
Ketika hal ini dikatakan, Brahmana Bilaṅgika Bhāradvāja berkata kepada Sang Bhagavā: “Menakjubkan, Guru Gotama!….” Dan Yang Mulia Bhāradvāja menjadi salah satu dari para Arahanta.
5 (5) Ahiṃsaka
Di Sāvatthī. Kemudian Brahmana Ahiṃsaka Bhāradvāja, Bhāradvāja yang tidak berbahaya, mendekati Sang Bhagavā dan saling bertukar sapa dengan Beliau.441 Ketika mereka telah mengakhiri sapaan dan ramah tamah, ia duduk di satu sisi [165] dan berkata kepada Sang Bhagavā: “Aku Ahiṃsaka yang tidak berbahaya, Guru Gotama. Aku Ahiṃsaka yang tidak berbahaya, Guru Gotama.”
[Sang Bhagavā:] <353>624. “Jika seseorang adalah apa yang disiratkan oleh namanya Maka engkau adalah seorang yang tidak berbahaya. Tetapi seorang yang tidak melakukan kejahatan sama sekali Melalui badan, ucapan, atau pikiran, Adalah sungguh-sungguh seorang yang tidak berbahaya Karena ia tidak membahayakan orang lain.”
Ketika hal ini dikatakan, Brahmana Ahiṃsaka Bhāradvāja berkata kepada Sang Bhagavā: “Menakjubkan, Guru Gotama!….” Dan Yang Mulia Ahiṃsaka Bhāradvāja menjadi salah satu dari para Arahanta.
6 (6) Kekusutan
Di Sāvatthī. Kemudian Brahmana Jaṭā Bhāradvāja, Bhāradvāja kusut, mendekati Sang Bhagavā dan saling bertukar sapa dengan Beliau. Ketika mereka telah menutup sapaan dan ramah tamah, ia duduk di satu sisi dan berkata kepada Sang Bhagavā dalam syair:
625. “Kusut di dalam, kusut di luar, Generasi ini terjerat dalam kekusutan. Aku menanyakan hal ini kepada-Mu, O, Gotama, Siapakah yang mampu menguraikan kekusutan ini?” <354>
[Sang Bhagavā:]626. “Seorang yang kokoh dalam moralitas, bijaksana, Mengembangkan pikiran dan kebijaksanaan, Seorang bhikkhu yang tekun dan waspada: Ia mampu menguraikan kekusutan ini.
627. “Bagi mereka yang nafsu dan kebencian Bersama dengan kebodohan telah dihapuskan, Para Arahanta dengan noda dihancurkan: Bagi mereka, kekusutan terurai.
628. “Di mana nama-dan-bentuk lenyap, Berhenti tanpa sisa, Dan juga kontak dan persepsi bentuk: Di sinilah kekusutan dipotong.”
Ketika hal ini dikatakan, Brahmana Jaṭā Bhāradvāja berkata kepada Sang Bhagavā: “Menakjubkan, Guru Gotama!….” Dan Yang Mulia Jaṭā Bhāradvāja menjadi salah satu dari para Arahanta.
7 (7) Suddhika
Di Sāvatthī. Kemudian Brahmana Suddhika Bhāradvaja mendekati Sang Bhagavā <355> dan saling bertukar sapa dengan Beliau. Ketika mereka telah menutup sapaan dan ramah tamah, ia duduk di satu sisi [166] dan melantunkan syair ini di hadapan Sang Bhagavā:
629. “Di dunia ini, tidak ada brahmana yang suci Walaupun ia bermoral dan keras dalam latihan; Seorang yang sempurna dalam pengetahuan dan perilaku adalah suci, Bukan orang lain, orang-orang biasa.”442
[Sang Bhagavā:]630. “Meskipun seseorang melantunkan banyak mantra, Seseorang tidak menjadi brahmana melalui kelahiran Jika seseorang busuk batinnya dan tercemar, Menyokong dirinya dengan cara-cara curang.
631. “Apakah khattiya, brahmana, vessa, sudda, Caṇḍāla atau pengemis, Jika seseorang bersemangat dan teguh, Kokoh dalam daya-upaya, Ia mencapai kesucian tertinggi: Ketahuilah, O, Brahmana, demikianlah adanya.” <356>
Ketika hal ini dikatakan, Brahmana Suddhika Bhāradvāja berkata kepada Sang Bhagavā: “Menakjubkan, Guru Gotama!….” Dan Yang Mulia Suddhika Bhāradvāja menjadi salah satu dari para Arahanta.
8 (8) Aggika
Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang berdiam di Rājagaha, di Hutan Bambu, Taman Suaka Tupai. Pada saat itu, nasi-susu dengan ghee telah dipersiapkan untuk Brahmana Aggika Bhāradvāja yang berniat: “Aku akan memberikan pengorbanan api, aku akan melakukan persembahan api.”443
Kemudian, pagi harinya Sang Bhagavā merapikan jubah-Nya, dan membawa mangkuk dan jubah-Nya, memasuki Rājagaha untuk menerima dana makanan. Berjalan menerima dana makanan tanpa terputus di Rājagaha, Sang Bhagavā mendekati rumah Brahmana Aggika Bhāradvāja dan berdiri di satu sisi. Brahmana Aggika Bhāradvāja melihat Sang Bhagavā berdiri untuk menerima dana makanan dan berkata kepada Beliau dalam syair: <357>
632. “Seseorang yang memiliki tiga pengetahuan, Berkelahiran baik, banyak belajar, Sempurna dalam pengetahuan dan perilaku, Boleh menerima makanan nasi-susu ini.”444
[Sang Bhagavā:]633. “Meskipun seseorang melantunkan banyak mantra, Seseorang tidak menjadi brahmana melalui kelahiran Jika seseorang busuk batinnya dan tercemar, Dengan pengikut yang diperoleh dengan cara-cara curang. [167]
634. “Seseorang yang telah mengetahui kehidupan lampaunya, Yang telah melihat surga dan alam sengsara, Yang telah mencapai hancurnya kelahiran, Seorang bijaksana sempurna dalam pengetahuan langsung.445
635. “Dengan tiga jenis pengetahuan ini Seseorang menjadi brahmana dengan tiga pengetahuan. Orang ini yang sempurna dalam pengetahuan dan perilaku Boleh menerima makanan nasi-susu ini.” <358>
[Brahmana Aggika Bhāradvāja:] “Silakan Guru Gotama makan, seorang brahmana yang layak menerimanya.” [Sang Bhagavā:]636. “Makanan yang diperoleh setelah syair-syair dilantunkan. Tidaklah layak bagi-Ku untuk memakannya. Ini, Brahmana, bukanlah prinsip Yang dijalankan oleh mereka yang melihat Yang Tercerahkan menolak makanan demikian Yang diperoleh setelah syair-syair dilantunkan. Prinsip demikian ada, O, Brahmana, Ini adalah aturan perilaku mereka.
637. “Berilah makanan dan minuman lain Yang Sempurna, sang bijaksana mulia Dengan noda dihancurkan dan penyesalan ditenangkan, Karena Beliau adalah ladang bagi ia yang mencari jasa.”446
Ketika hal ini dikatakan, Brahmana Aggika Bhāradvāja berkata kepada Sang Bhagavā: “Menakjubkan, Guru Gotama!….” Dan Yang Mulia Aggika Bhāradvāja menjadi salah satu dari para Arahanta.
9 (9) Sundarika
Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang berdiam di antara penduduk Kosala, di tepi Sungai Sundarika. Pada saat itu, <359> Brahmana Sundarika Bhāradvāja sedang melakukan pengorbanan api dan persembahan api di tepi Sungai Sundarika. Kemudian Brahmana Sundarika, setelah melakukan pengorbanan api dan persembahan api, bangkit dari duduknya dan mengamati empat penjuru di sekeliling, berpikir: “Siapakah sekarang yang akan memakan kue persembahan ini?”447 Brahmana Sundarika melihat Sang Bhagavā duduk di bawah sebatang pohon dengan kepala tertutup. Setelah melihat Beliau, ia mengambil kue persembahan dengan tangan kirinya dan kendi air dengan tangan kanannya dan mendekati Sang Bhagavā. Ketika Sang Bhagavā mendengar suara langkah kaki sang brahmana, Beliau membuka tutup kepala-Nya. Kemudian Brahmana Sundarika Bhāradvāja berpikir, “Orang mulia ini gundul, [168] orang mulia ini kepalanya tercukur,” ingin berbalik; <360> namun ia berpikir: “Beberapa brahmana di sini juga gundul. Aku akan mendekati-Nya dan menanyakan kelahiranNya.”
Kemudian Brahmana Sundarika Bhāradvāja mendekati Sang Bhagavā dan berkata kepada-Nya: “Apakah kelahiran Yang Mulia?”
[Sang Bhagavā:]638. “Jangan tanyakan kelahiran, tapi tanyakan perilaku: Api sesungguhnya dihasilkan dari kayu apa pun. Seorang bijaksana yang teguh, walaupun dari keluarga rendah, Adalah berdarah murni yang dikendalikan oleh rasa malu.448
639. “Pemberi korban harus mengundang yang satu ini: Seorang yang jinak oleh kebenaran, sempurna dalam menjinakkan, Yang telah mencapai pengetahuan terakhir, Kemudian ia melakukan persembahan tepat pada waktunya Kepada seorang yang layak menerima persembahan.”449 <361>
[Brahmana Sundarika Bhāradvāja:]640. “Tentu saja pengorbananku dilakukan dengan baik Karena aku berjumpa dengan seorang Guru-Pengetahuan. Karena aku belum pernah bertemu mereka yang seperti-Mu Orang-orang lain memakan kue persembahan.
“Silakan Guru Gotama makan, seorang brahmana yang layak menerimanya.”
[Sang Bhagavā:]641-42. “Makanan yang diperoleh setelah syair-syair dilantunkan … (syair – 636-37) … Karena Beliau adalah ladang bagi ia yang mencari jasa.” <362>
“Kalau begitu, Guru Gotama, haruskah aku memberikan kue persembahan ini kepada orang lain?” “Aku tidak melihat siapa pun, Brahmana, di dunia ini dengan para deva, Māra, dan Brahmā, dalam generasi ini bersama dengan para petapa dan brahmana, para deva dan manusia, yang dapat memakan dan mencerna kue persembahan ini dengan baik [169] kecuali Sang Tathāgata atau siswa Sang Tathāgata.450 Oleh karena itu, Brahmana, buanglah kue persembahan ini di tempat di mana terdapat sedikit tanaman atau buanglah di air di mana tidak terdapat makhluk hidup.” Kemudian Brahmana Sundarika Bhāradvāja membuang kue persembahan itu ke dalam air di mana tidak terdapat makhluk hidup. Ketika dibuang ke dalam air, kue persembahan itu mendesis dan mengeluarkan uap dan asap.451 Bagaikan sebuah bajak, yang terkena panas sepanjang hari, mendesis dan mengeluarkan uap dan asap ketika diletakkan ke dalam air, demikian pula kue persembahan itu, <363> ketika dibuang ke dalam air, mendesis dan mengeluarkan uap dan asap. Kemudian Brahmana Sundarika Bhāradvāja terkejut dan ketakutan, mendekati Sang Bhagavā dan berdiri di satu sisi. Sang Bhagavā kemudian berkata kepadanya dalam syair:
643. “Ketika membakar kayu, Brahmana, jangan membayangkan Perbuatan eksternal ini membawa kemurnian; Karena para ahli mengatakan tidak ada kemurnian yang diperoleh Oleh seseorang yang mencarinya di luar.
644. “Setelah memadamkan api yang berasal dari kayu, Aku sendiri, O, Brahmana menyalakan api dalam. Selalu menyala, pikiran-Ku selalu terkonsentrasi, Aku adalah seorang Arahanta yang menjalani kehidupan suci.
645. “Keangkuhan, O, Brahmana, adalah beban bahumu, <364> Kemarahan adalah asap, ucapan salah adalah abu; Lidah adalah sendoknya, hati adalah altar, Diri yang terjinakkan dengan baik adalah cahaya bagi seseorang.452
646. “Dhamma adalah sebuah danau dengan kanal penyeberangan moralitas— Jernih, dipuji oleh orang-orang baik sebagai baik— Di mana para guru pengetahuan mandi, Dan, dengan tubuh kering, menyeberang ke pantai seberang.453
647. “Kebenaran, Dhamma, pengendalian diri, kehidupan suci, Pencapaian Brahmā berdasarkan pada yang tengah: [170] Berilah hormat, O, Brahmana, kepada mereka yang lurus; Aku menyebut orang itu sebagai seorang yang terdorong oleh Dhamma.”454
Ketika hal ini dikatakan, Brahmana Sundarika Bhāradvāja berkata kepada Sang Bhagavā: “Menakjubkan, Guru Gotama!….” Dan Yang Mulia Sundarika Bhāradvāja menjadi salah satu dari para Arahanta. <365>
10 (10) Banyak Putri
Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang berdiam di antara para penduduk Kosala, di suatu hutan. Pada saat itu, empat belas sapi milik seorang brahmana dari suku Bhāradvāja hilang. Kemudian brahmana dari suku Bhāradvāja itu, sewaktu mencari sapi-sapi itu, pergi ke hutan di mana Sang Bhagavā berdiam. Di sana, ia melihat Sang Bhagavā duduk bersila, dengan tubuh tegak, dengan perhatian penuh ke arah depanNya. Setelah melihat Beliau, ia mendekat dan melantunkan syair-sair ini di hadapan Sang Bhagavā:
648. “Pasti petapa ini tidak memiliki Empat belas ekor sapi [yang hilang], Tidak terlihat sejak enam hari lalu: Karenanya, petapa ini bahagia.455
649. “Pasti petapa ini tidak memiliki Ladang dengan tanaman wijen yang terkena hama, Beberapa terkena satu daun, beberapa terkena dua: Karenanya, petapa ini bahagia. <366>
650. “Pasti petapa ini tidak memiliki Tikus-tikus dalam lumbung kosong Yang menari dengan gembira: Karenanya, petapa ini bahagia.
651. “Pasti petapa ini tidak memiliki Selimut yang selama tujuh bulan Telah dipenuhi dengan kawanan kutu: Karenanya, petapa ini bahagia.
652. “Pasti petapa ini tidak memiliki Tujuh putri yang ditinggal menjanda, Beberapa dengan satu anak, beberapa dengan dua: Karenanya, petapa ini bahagia.456
653. “Pasti petapa ini tidak memiliki Istri berkulit coklat dengan wajah penuh bercak Yang membangunkannya dengan tendangan: Karenanya, petapa ini bahagia.
654. “Pasti petapa ini tidak memiliki Penagih hutang yang menagih saat fajar, Membentaknya, ‘Bayar! Bayar!’: <367> Karenanya, petapa ini bahagia.”
[Sang Bhagava:]655. “Tentu saja, Brahmana, Aku tidak memiliki Empat belas sapi [yang hilang], Tidak terlihat sejak enam hari lalu: Karenanya, O, Brahmana, Aku bahagia. [171]
656. “Tentu saja, Brahmana, Aku tidak memiliki Ladang dengan tanaman wijen yang terkena hama, Beberapa terkena satu daun, beberapa terkena dua: Karenanya, O, Brahmana, Aku bahagia.
657. “Tentu saja, Brahmana, Aku tidak memiliki Tikus-tikus dalam lumbung kosong Yang menari dengan gembira: Karenanya, O, Brahmana, Aku bahagia.
658. “Tentu saja, Brahmana, Aku tidak memiliki Selimut yang selama tujuh bulan Telah dipenuhi dengan kawanan kutu: Karenanya, O, Brahmana, Aku bahagia.
659. “Tentu saja, Brahmana, Aku tidak memiliki Tujuh putri yang ditinggal menjanda, Beberapa dengan satu anak, beberapa dengan dua; Karenanya, O, Brahmana, Aku bahagia. <368>
660. “Tentu saja, Brahmana, Aku tidak memiliki Istri berkulit coklat dengan wajah penuh bercak Yang membangunkan-Ku dengan tendangan: Karenanya, O, Brahmana, Aku bahagia.
661. “Tentu saja, Brahmana, Aku tidak memiliki Penagih hutang yang menagih saat fajar, Membentak-Ku, ‘Bayar! Bayar!’: Karenanya, O, Brahmana, Aku bahagia.”
Ketika hal ini dikatakan, brahmana dari suku Bhāradvāja berkata kepada Sang Bhagavā: “Menakjubkan, Guru Gotama!….” Dan Yang Mulia Bhāradvāja menjadi salah satu dari para Arahanta.457 <369>