Kelompok Lima Brahma

Samyutta Nikaya – Khotbah-khotbah Berkelompok Sang Buddha
Diterjemahkan dari bahasa Pali oleh Bhikkhu Bodhi
DhammaCitta Press

 

 

 

II. SUB BAB KE DUA
(KELOMPOK LIMA BRAHMA)

 

 

11 (1) Sanaṅkumāra

Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang berdiam di Rājagaha, di tepi Sungai Sappini. Kemudian, pada larut malam, Brahmā Sanaṅkumāra, dengan keindahan memesona, menerangi seluruh tepi Sungai Sappini, mendekati Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau, dan berdiri di satu sisi.410 Sambil berdiri di satu sisi, ia melantunkan syair ini di hadapan Sang Bhagavā: <332>

596. “Khattiya adalah yang terbaik di antara manusia Bagi mereka yang menggunakan ukuran kasta, Tetapi seseorang yang sempurna dalam pengetahuan dan  perilaku Adalah yang terbaik di antara para deva dan manusia.”

Ini adalah apa yang dikatakan oleh Brahmā Sanaṅkumāra. Sang Guru menyetujuinya. Kemudian Brahmā Sanaṅkumāra berpikir, “Sang Guru menyetujuiku,” memberi hormat kepada Sang Bhagavā, dan dengan Beliau di sisi kanannya, ia lenyap dari sana.

 

12 (2) Devadatta

Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang berdiam di Rājagaha, di Puncak Gunung Nasar tidak lama setelah Devadatta pergi.411 Kemudian, pada larut malam, Brahmā Sahampati, dengan keindahan memesona, menerangi seluruh Puncak Gunung Nasar, mendekati Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau, dan berdiri di satu sisi. [154] Sambil berdiri di satu sisi, dengan merujuk pada Devadatta, ia melantunkan syair ini di hadapan Sang Bhagavā:

597. “Bagaikan buahnya yang membawa kehancuran Bagi pohon pisang, bambu, dan buluh, Bagaikan janin yang menghancurkan bagal, <333> Demikian pula kehormatan menghancurkan kejahatan.”412

 

13 (3) Andhakavinda

Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang berdiam di antara penduduk Magadha, di Andhakavinda. Pada saat itu, Sang Bhagavā sedang duduk di ruang terbuka, di kegelapan malam, dan pada saat itu, turun hujan gerimis. Kemudian, pada larut malam, Brahmā Sahampati … mendekati Sang Bhagavā, memberi hormat kepada-Nya, dan berdiri di satu sisi. Sambil berdiri di satu sisi, ia melantunkan syair-syair ini di hadapan Sang Bhagavā:

598. “Seseorang seharusnya menyukai tempat tinggal-tempat  tinggal terpencil, Berlatih agar terbebas dari belenggu-belenggu. Tetapi jika seseorang tidak gembira di sana, Terjaga dan penuh perhatian, berdiam dalam Saṅgha.413  <334>

599. “Berjalan kaki untuk menerima dana makanan dari rumah  ke rumah, Indria terjaga, waspada, penuh perhatian, Seseorang seharusnya menyukai tempat tinggal-tempat  tinggal terpencil, Terbebas dari ketakutan, bebas dalam tanpa-ketakutan.414

600. ‘Di mana ular mengerikan merayap, Di mana kilat menyambar dan langit bergemuruh, Dalam kepekatan gelap malam  Duduk seorang bhikkhu yang hampa dari ketakutan.415

601. “Karena ini sungguh telah terlihat olehku, Ini bukanlah sekedar kabar angin: Dalam satu kehidupan suci Seribu telah meninggalkan Kematian.416

602. “Terdapat lima ratus lebih pelajar, Dan sepuluh kali sepuluh kali sepuluh: Semuanya telah memasuki arus, Tidak pernah kembali ke alam binatang.

603. “Sedangkan bagi orang-orang lainnya yang tersisa—  <335> Yang menurutku, adalah pelaku kebajikan— Aku bahkan tidak mampu menghitungnya Karena takut mengucapkan kebohongan.”417 [155]

 

14 (4) Aruṇavatī

Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang berdiam di Sāvatthī.… Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu!”
“Yang Mulia!” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut: “Para bhikkhu, suatu ketika di masa lampau, terdapat seorang raja bernama Aruṇava yang memiliki ibu kota kerajaan bernama Aruṇavatī. Sang Buddha Sikhī, Sang Arahanta, Tercerahkan Sempurna, berdiam dengan bergantung pada ibukota Aruṇavatī.418 Pasangan siswa utama Sang Buddha Sikhī bernama Abhibhū dan Sambhava, pasangan yang sempurna. Kemudian Sang Buddha Sikhī berkata kepada Bhikkhu Abhibhū, ‘Marilah, <336> Brahmana, mari kita pergi ke alam brahmā tertentu sampai waktu makan siang’—‘Baik, Yang Mulia,’ Bhikkhu Abhibhū menjawab. “Kemudian, Para bhikkhu, secepat seorang kuat merentangkan tangannya yang tertekuk atau menekuk tangannya yang terentang, demikianlah Sang Buddha Sikhī, Sang Arahanta, Tercerahkan Sempurna, dan Bhikkhu Abhibhū lenyap dari ibukota Aruṇavatī dan muncul kembali di alam brahmā itu. Kemudian Sang Buddha Sikhī berkata kepada Bhikkhu Abhibhū sebagai berikut: ‘Berikan khotbah Dhamma, Brahmana, kepada Brahmā, pengikut Brahmā, dan kelompok Brahmā.’ – ‘Baik, Yang Mulia,’  Bhikkhu Abhibhū menjawab. Kemudian dalam khotbah Dhamma, ia mengajarkan, mendesak, menginspirasikan, dan menyenangkan Brahmā, pengikut Brahmā, dan kelompok Brahmā. Selanjutnya, Brahmā dan pengikut Brahmā dan [156] kelompok Brahmā menemukan cacat dalam khotbah ini, mengeluhkan: ‘Sungguh indah, Tuan! Sungguh menakjubkan, Tuan! Bagaimana <337> mungkin seorang siswa mengajarkan Dhamma di hadapan Sang Guru?’ “Kemudian, Para bhikkhu, Sang Buddha Sikhī berkata kepada Bhikkhu Abhibhū sebagai berikut: ‘Brahmana, Brahmā dan pengikut Brahmā dan kelompok Brahmā mengeluhkan dengan mengatakan, “Sungguh indah, Tuan! Sungguh menakjubkan, Tuan! Bagaimana mungkin seorang siswa mengajarkan Dhamma di hadapan Sang Guru?” Baiklah, Brahmana, kobarkanlah lebih besar lagi semangat religius dalam diri Brahmā dalam diri pengikut Brahmā dan dalam diri kelompok Brahmā.’—‘Baiklah, Yang Mulia,’ Bhikkhu Abhibhū menjawab. Kemudian ia mengajarkan Dhamma dengan tubuhnya terlihat, dan dengan tubuhnya tidak terlihat, dan dengan bagian bawah tubuhnya terlihat dan bagian atas tidak terlihat, dan dengan bagian atas tubuhnya terlihat dan bagian bawah tidak terlihat.419 Selanjutnya, Para bhikkhu, Brahmā dan pengikut Brahmā dan kelompok Brahmā terperangah dengan kagum dan terkesima, mengatakan, ‘Sungguh indah, Tuan! Sungguh menakjubkan, Tuan! Bagaimana mungkin seorang petapa seperti dia memiliki kekuatan dan kekuasaan begitu besar!’ “Kemudian, Para bhikkhu, Bhikkhu Abhibhū berkata kepada Sang Buddha Sikhī, Sang Arahanta, Tercerahkan Sempurna: ‘Aku ingat, Yang Mulia, setelah membuat pernyataan ini di tengah-tengah bhikkhu Saṅgha, <338> “Teman-teman, selagi berdiri di alam brahmā, aku dapat membuat suaraku terdengar di seluruh seribu alam semesta.”’— ‘Sekaranglah waktunya untuk melakukan hal itu, Brahmana! Sekaranglah waktunya untuk melakukan hal itu, Brahmana! Selagi berdiri di alam brahmā, engkau dapat membuat suaramu terdengar di seluruh seribu alam semesta.’—‘Baik, Yang Mulia,’ Bhikkhu Abhibhū menjawab. Kemudian sambil berdiri di alam Brahmā, ia melantunkan syair-syair ini:420

604. “’Bangkitkan usahamu, berjuanglah! Kerahkan dirimu dalam Ajaran Sang Buddha. Usirlah bala tentara Kematian Seperti seekor gajah melakukannya pada gubuk terbuat  dari buluh. [157]

605. “’Seseorang yang berdiam dengan tekun Dalam Dhamma dan Disiplin ini, Setelah meninggalkan Pengembaraan dalam kelahiran, Akan mengakhiri penderitaan.’

“Kemudian, Para bhikkhu, setelah membangkitkan semangat religius dalam diri Brahmā, dalam diri pengikut Brahmā, dan dalam diri kelompok Brahmā, secepat seorang kuat merentangkan tangannya yang tertekuk atau menekuk tangannya yang terentang, demikianlah Sang Buddha Sikhī, Sang Arahanta, Tercerahkan Sempurna, dan Bhikkhu Abhibhū lenyap dari alam brahmā itu dan muncul kembali di ibu kota Aruṇavatī. <339> Kemudian Sang Buddha Sikhī berkata kepada para bhikkhu: ‘Para bhikkhu, apakah kalian mendengar syair-syair yang dilantunkan oleh Bhikkhu Abhibhū selagi ia berdiri di alam brahmā?’—‘Kami mendengarnya, Yang Mulia.’—‘Syair-syair apakah yang kalian dengar, Para bhikkhu?’—‘Kami mendengar syair-syair Bhikkhu Abhibhū sebagai berikut:

606-7 “Bangkitkan usahamu, berjuanglah! … Akan mengakhiri penderitaan.”

Demikianlah syair-syair yang kami dengar yang dilantunkan oleh Bhikkhu Abhibhū sewaktu ia berdiri di alam brahmā.’—‘Bagus, bagus, Para bhikkhu! Bagus sekali kalian mendengar syair-syair yang dilantunkan oleh Bhikkhu Abhibhū sewaktu ia berdiri di alam brahmā.’” <340> Ini adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Para bhikkhu itu senang dan gembira mendengar pernyataan Sang Bhagavā.

 

15 (5) Nibbāna Akhir

Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang berdiam di Kusinārā, di Upavattana, hutan pohon sal milik para Malla, di antara pohon sal kembar, menjelang Nibbāna akhir.421 Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut: “Sekarang [158] Aku berkata kepada kalian, Para bhikkhu: Bentukan-bentukan pasti akan lenyap. Berjuanglah dengan sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan.” Ini adalah kata-kata terakhir dari Sang Tathāgata. Kemudian Sang Bhagavā mencapai jhāna pertama. Setelah keluar dari jhāna pertama, Beliau mencapai jhāna ke dua. Setelah keluar dari jhāna ke dua, Beliau mencapai jhāna ke tiga. Setelah keluar dari jhāna ke tiga, Beliau mencapai jhāna ke empat. Setelah keluar dari jhāna ke empat, Beliau mencapai landasan ruang tanpa batas. Setelah keluar dari landasan ruang tanpa batas, Beliau mencapai landasan kesadaran tanpa batas. Setelah keluar dari landasan kesadaran tanpa batas, Beliau mencapai landasan kekosongan. Setelah keluar dari landasan kekosongan, Beliau mencapai landasan bukan-persepsi juga bukan bukan-persepsi. Setelah keluar dari landasan bukan-persepsi juga bukan bukan-persepsi, Beliau mencapai lenyapnya persepsi dan perasaan. <341>

Setelah keluar dari lenyapnya persepsi dan perasaan, Beliau mencapai landasan bukan-persepsi juga bukan bukan-persepsi. Setelah keluar dari landasan bukan-persepsi juga bukan bukan-persepsi, Beliau mencapai landasan kekosongan. Setelah keluar dari landasan kekosongan, Beliau mencapai landasan kesadaran tanpa batas. Setelah keluar dari landasan kesadaran tanpa batas, Beliau mencapai landasan ruang tanpa batas. Setelah keluar dari landasan ruang tanpa batas, Beliau mencapai jhāna ke empat. Setelah keluar dari jhāna ke empat, Beliau mencapai jhāna ke tiga. Setelah keluar dari jhāna ke tiga, Beliau mencapai jhāna ke dua. Setelah keluar dari jhāna ke dua, Beliau mencapai jhāna pertama. Setelah keluar dari jhāna pertama, Beliau mencapai jhāna ke dua. Setelah keluar dari jhāna ke dua, Beliau mencapai jhāna ke tiga. Setelah keluar dari jhāna ke tiga, Beliau mencapai jhāna ke empat. Setelah keluar dari jhāna keempat, segera setelah ini, Sang Bhagavā mencapai Nibbāna akhir.422 Ketika Sang Bhagavā mencapai Nibbāna akhir, bersamaan dengan Nibbāna akhir ini, Brahmā Sahampati melantunkan syair ini:

608. “Semua makhluk di dunia Akhirnya akan membaringkan tubuhnya, Karena bahkan seseorang seperti Sang Guru, Manusia tanpa bandingan di dunia ini, Sang Tathāgata yang memiliki kekuatan-kekuatan, Sang Buddha, telah mencapai Nibbāna akhir.”423 <342>

Ketika Sang Bhagavā mencapai Nibbāna akhir, bersamaan dengan Nibbāna akhir ini, Sakka, Raja para deva, melantunkan syair ini:

609. “Bentukan-bentukan adalah tidak kekal; Bersifat muncul dan lenyap. Setelah muncul, mereka lenyap: Ketenangannya sungguh membahagiakan.”424

Ketika Sang Bhagavā mencapai Nibbāna akhir, bersamaan dengan Nibbāna akhir ini, Yang Mulia Ānanda melantunkan syair ini:425

610. “Kemudian muncul ketakutan, Kemudian muncul keragu-raguan, Ketika seseorang yang sempurna dalam segala kualitas  mulia, Sang Buddha, mencapai Nibbāna akhir.” [159]

Ketika Sang Bhagavā mencapai Nibbāna akhir, bersamaan dengan Nibbāna akhir ini, Yang Mulia Anuruddha melantunkan syair ini:

611. “Tidak ada lagi napas masuk-dan-keluar Dalam diri Yang Seimbang yang berpikiran teguh Ketika tidak tergoyahkan, condong pada kedamaian, Yang memiliki Penglihatan mencapai Nibbāna akhir.426

612. “Dengan batin tidak mengerut Beliau menahankan sakit: Bagaikan padamnya pelita Demikianlah pembebasan batin.”427 <343>

 

 

 

 

Leave a Reply 0 comments