BAB V
TENTANG JALAN MENUJU
PANTAI SEBERANG
VATTHUGATHA
(Pendahuluan)
1. | Suatu hari seorang laki-laki berjalan keluar dari kota Savatthi yang indah di Kosala. Ia adalah brahmana Bavari, orang yang terampil dalam mantra-mantra Veda. Dia berangkat menelusuri jalan selatan untuk mencari pemutusan diri dari kemelekatan. | (976) |
2. | Ia berjalan sampai ke tanah orang-orang Assaka. Di sana, di perbatasan tanah milik Alaka, di tepian sungai Godhavari, dia berdiam, hidup dari buah-buahan dan apa pun juga yang dapat dikumpulkan. | (977) |
3. | Suatu hari, ketika meminta-minta di suatu desa kaya di dekat sana, dia diberi amat banyak hadiah sehingga dapat mengadakan upacara persembahan yang besar. | (978) |
4. | Baru saja dia menyelesaikan ritual-ritual itu dan kembali ke gubuknya, seorang brahmana lain tiba di pintunya. | (979) |
5. | Dia kehausan, penuh debu, giginya bernoda dan kakinya bengkak. Dia datang ke pertapaan itu dan minta agar diberi uang senilai 500 peni. | (980) |
6. | Begitu pertapa itu melihat tamu itu, dia menyuruh tamunya duduk. Setelah menanyakan kesehatan dan kebahagiaannya, dia mengatakan bahwa dia tidak dapat membantu. | (981) |
7. | ‘Wahai brahmana, Anda lihat sendiri saya telah memberikan semua yang saya terima. Maafkanlah saya, tetapi saya tidak punya 500 peni.’ | (982) |
8. | ‘Engkau telah menolak permintaan seorang pengemis!’ kata tamu itu. ‘Semoga kepalamu pecah menjadi tujuh dalam waktu tujuh hari sebagai akibat dari penolakan ini!’ | (983) |
9. | Dan kemudian, sebelum pergi, penipu hina itu mengucapkan mantra-mantra dan melontarkan kutukan keras kepada Bavari, sehingga brahmana itu sangat menderita. | (984) |
10. | Pada hari-hari berikutnya, penderitaan brahmana itu bertambah. Kesedihan dan kesusahannya bagaikan anak panah di tubuhnya; dia tidak dapat makan, dia menjadi merana; dia bahkan tidak dapat memusatkan pikirannya pada meditasi. | (985) |
11. | Satu makhluk dewi yang baik hati melihat penderitaan dan ketakutannya, maka dewi itu pun datang ke gubuknya dan berbicara kepadanya. | (986) |
12. | ‘Laki-laki itu hanyalah penipu,’ kata dewi itu, ‘yang mencoba mencari uang dengan mudah. Lagi pula, dia dipenuhi ketidaktahuan. Dia tidak tahu apa pun tentang kepala dan tidak tahu apa pun tentang pecahnya kepala.’ | (987) |
13. | ‘O, Dewi,’ kata brahmana itu, ‘jika dia tidak tahu, siapa yang tahu? Jika engkau memahami pecahnya kepala, saya mohon penjelasan. Saya harus memahaminya! | (988) |
14. | ‘Tidak,’ kata makhluk halus itu. ‘Saya tidak dapat membantumu. Saya tidak tahu apa pun mengenai hal itu. Yang dapat mengetahui hal-hal seperti itu adalah Para Penakluk.’ | (989) |
15. | ‘Kalau demikian, o, dewi,’ kata brahmana itu, ‘Engkau harus memberitahukan siapakah di dunia ini yang tahu, agar saya dapat datang kepadanya.’ | (990) |
16. | Dan inilah jawab dewi itu: ‘Di garis keturunan Raja Okkaka yang agung, seorang putra telah dilahirkan dalam suku Sakya. Beliau telah pergi meninggalkan ibu kota Kapilavatthu; beliau telah masuk ke dunia sebagai pemimpin dan sinar. |
(991) |
17. | Orang ini, wahai brahmana, memiliki pencerahan sempurna. Manusia ini memiliki kesempurnaan total. Manusia ini memiliki kekuatan pengetahuan total, mata penglihatan total. Beliau telah menemukan akhir total. Beliau telah menghilangkan kemelekatan dasar dan telah terbebas. | (992) |
18. | ‘Beliau adalah pencerahan, beliau adalah seorang Buddha, Guru Berkah bagi dunia. Beliau memiliki mata kebijaksanaan dan beliau mengajarkan Hal-hal Sebagaimana Adanya. Pergilah kepadanya dan ajukan pertanyaan-pertanyaanmu. Beliau akan menjelaskan semuanya.’ | (993) |
19. | Ketika Bavari mendengar kata Sambuddha, nama untuk pencerahan sempurna, dia merasakan suka cita yang amat besar. Sementara kesedihannya memudar, dia merasakan kegembiraan yang luar biasa menguasai seluruh dirinya. | (994) |
20. | Kegembiraan dan suka cita itu membuatnya bersemangat dan amat tergetar. ‘Di manakah,’ tanyanya kepada dewi itu, ‘pembimbing dunia ini tinggal? Di desa mana? Di kota mana? Di negeri mana? Marilah kita pergi dan menghormat manusia ini, makhluk tertinggi ini!’ | (995) |
21. | ‘Sang Penakluk tinggal di Savatthi di Kosala,’ kata dewi itu. ‘Manusia Sakya ini merupakan harta kebijaksanaan dan dunia pengetahuan. Beliau tidak terikat dan tidak tercemar. Beliau memiliki kekuatan pahlawan, kekuatan banteng. Pada Beliaulah engkau harus bertanya mengenai pecahnya kepala.’ | (996) |
22. | Maka brahmana Bavari memanggil murid-muridnya, yang semuanya pandai dalam mantera-mantera Veda. ‘Kemarilah, hai para siswa brahmana,’ katanya, ‘dan dengarkanlah. Ada yang akan kukatakan kepadamu!’ | (997) |
23. | ‘Sesuatu telah terjadi, sesuatu yang jarang terjadi di dunia: Seorang Sambuddha telah datang. Ya, seorang manusia telah dilahirkan di dunia, yang sekarang ini dikenal sebagai Yang Sepenuhnya Tercerahkan! Para brahmana, kalian harus pergi ke Savatthi untuk menjumpai makhluk sempurna ini.’ | (998) |
24. | ‘Tetapi Guru,’ kata para murid, ‘bagaimana kami bisa pergi jika kami tidak mengetahui seperti apa pencerahan itu? Jelaskanlah bagaimana mengenalinya.’ | (999) |
25. | ‘Ajaran-ajaran Kuno,’ kata brahmana itu, ‘menyebutkan semua 32 tanda kebesaran seorang manusia luar biasa.’ | (1000) |
26. | Ketika seseorang dilahirkan dengan tanda-tanda ini di tubuhnya, maka dapat kita katakan bahwa satu dari dua hal ini akan terjadi kepadanya, bahwa dia memiliki dua pilihan yang terbuka baginya, tidak ada yang lain. | (1001) |
27. | Dia dapat memilih kehidupan orang awam, kehidupan perumah-tangga. Kemudian dia akan menaklukkan dunia, bukan lewat kekuatan, melainkan lewat keluhuran. | (1002) |
28. | Atau dia dapat memilih untuk meninggalkan rumahnya, menjalani kehidupan sebagai kelana tak-berumah. Dan kemudian dia akan menjadi Sambuddha, seorang manusia yang sangat berharga, yang telah sepenuhnya tercerahkan, yang tidak ada bandingnya. | (1003) |
29. | Nah, bila kalian menganggap telah menemukan manusia ini, kalian harus mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang ada di dalam pikiran kalian tentang umurku, keluargaku, tanda-tanda tubuhku, ritual-ritualku dan murid-muridku — dan bertanyalah juga tentang pecahnya kepala. | (1004) |
30. | Jika dia adalah Sang Buddha dengan penglihatan menembus yang sempurna, maka dengan bersuara keras dia akan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang kalian ajukan di dalam pikiranmu.’ | (1005) |
31-33. | Ketika Bavari berbicara, para murid brahmana itu mendengarkan. Ada 16 jumlahnya, yang semuanya adalah guru-guru terkenal dalam bidang mereka sendiri yaitu, Ajita, Tissa-Metteyya, Punnaka, Mettagu, Dhotaka, Upasiva, Nanda, Hemaka, Todeyya, Kappa, Jatukanni yang terpelajar, Badhravudha, Udaya, Posala, Mogharaja yang terpelajar, serta Pingiya guru besar yang bijaksana — semuanya ada di sana. | (1006-8) |
34. | Mereka semuanya terkenal sebagai guru dan sebagai manusia yang telah menemukan kenikmatan dalam kehidupan melalui latihan meditasi mereka. Dikatakan bahwa mereka adalah manusia yang belum kehilangan aroma tindakan-tindakan baik mereka sebelumnya. | (1009) |
35. | [Setelah Bavari selesai memberikan instruksinya] mereka dengan khidmat memberikan hormat dan berjalan melewati beliau di sebelah kanannya. Dengan jubah yang terbuat dari kulit binatang dan rambut yang dikepang, mereka berangkat menuju utara. | (1010) |
36-38. | Mereka berjalan melalui tanah suku Alaka, pertama-tama sampai ke Patitthana, kemudian ke Mahussati, Ujjeni dan Gonaddha. Terus mereka berjalan menuju Vedisa dan Vanasa, menuju Kosambi dan Saketa, sampai mereka tiba di kota yang paling besar, Savatthi. Dari sana mereka berangkat lagi, kali ini menuju tanah Magadha. Mereka berjalan melewati Setavya, Kapilavatthu dan kota Kusinara. Mereka terus berjalan ke Pava, menuju Bhoganagara (kota kesejahteraan), dan kemudian menuju Vesali di mana mereka tiba di Pasanaka-Cetiya, atau Vihara Batu Karang, yang indah. | (1011-13) |
39. | Mereka mendaki jalan gunung dengan bersemangat dan bergegas, bagaikan pedagang yang tertarik kekayaan, bagaikan orang haus menuju air sejuk, bagaikan orang tersengat matahari menuju ke tempat teduh. | (1014) |
40. | Dan di sana, dengan Sangha para bhikkhu di sekelilingnya, duduklah Sang Raja, Sang Buddha. Beliau sedang menjelaskan Dhamma kepada mereka; Sang Raja Hutan sedang mengaum di hutan belantara. | (1015) |
41. | Ajita melihat orang yang telah sepenuhnya tercerahkan itu. Bagaikan matahari yang bersinar lembut tanpa menyengat, bagaikan rembulan yang terang dan penuh pada malam purnama. | (1016) |
42. | Dia dapat melihat semua tanda-tanda kebesaran jelas berada di tubuhnya. Terperangah dan sangat gembira, dia berdiri dengan penuh hormat di satu sisi dan dengan diam memikirkan pertanyaan pertamanya. | (1017) |
43. | ‘Katakanlah,’ dia bertanya di dalam pikirannya, ‘Berapa usia guruku. Katakanlah nama keluarga beliau. Katakanlah berapa banyak tanda kebesaran yang beliau miliki, dan seberapa terampilnya beliau di dalam mantra Veda. Juga, berapa banyak siswanya?’ | (1018) |
44. | ‘Usianya 120 tahun,’ kata Guru itu dengan keras. ‘Nama keluarganya adalah Bavari. Dia memiliki tiga tanda-tubuh. Dia memiliki pengetahuan lengkap dalam tiga Veda, | (1019) |
45. | dan juga Kitab-kitab Komentar, Ritual-ritual dan Tanda-tanda. Dia mengajar 500 siswa dan dia telah mencapai tahap tertinggi menurut ajarannya’ | (1020) |
46. | ‘Lukiskanlah tanda-tanda tubuh Bavari, manusia besar, pemotong nafsu,’ kata Ajita dengan diam,’ sehingga kami tidak mempunyai ruang untuk segala keraguan.’ | (1021) |
47. | ‘Inilah ketiga tanda-tanda tubuhnya, anak muda,’ kata Sang Buddha. ‘Lidahnya cukup besar untuk menutupi mulutnya. Ada seberkas rambut yang tumbuh di antara alisnya. Dan kulit depan alat kelaminnya menutupi seluruh zakarnya.’ | (1022) |
48-49. | Setiap orang dapat mendengar Sang Buddha berbicara kepada orang yang tidak dapat mereka lihat. Siapakah yang menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat mereka dengar? Apakah dewa? Mereka bertanya-tanya di dalam hati. Apakah Indra, Brahma, Sakka? Siapakah yang diajak bicara Sang Buddha? Karena terkejut, mereka menyatukan tangan memberikan hormat. | (1023-24) |
50. | [Sementara itu, Ajita menanyakan pertanyaan mental yang lain.] ‘Tuan, Bavari menanyakan tentang kepala,’ dia berpikir, ‘dan bagaimana kepala itu pecah. Tolonglah, Guru Agung, jawablah pertanyaan ini juga.’ | (1025) |
51. | ‘Kepala,’ kata Sang Buddha, ‘adalah Tidak-Memahami. Kepala itu pecah berkeping-keping dan dihancurkan oleh Pemahaman, dengan bala kekuatan pendukungnya, yaitu: keyakinan, perhatian-kewaspadaan, meditasi, dan tekad–energi. Inilah kekuatan-kekuatan yang memecahkan kepala.’ | (1026) |
52. | Dengan getaran kegembiraan luar biasa di setiap pori tubuhnya, siswa brahmana muda itu membuka baju kulit dari bahunya dan membungkuk di kaki Sang Buddha. | (1027) |
53. | ‘Yang Mulia,’ dia berkata dengan kepala tertunduk, ‘Sang Raja, Yang Melihat, brahmana Bavari dan semua pengikutnya dipenuhi dengan suka cita dan kegembiraan! Kami datang untuk memberikan hormat dan puji-pujian di kaki Tuan.’ | (1028) |
54. | ‘Semoga brahmana Bavari dan semua pengikutnya berbahagia,’ kata Sang Buddha. ‘Semoga kamu pun berbahagia, hai orang muda. Dan semoga kamu panjang umur!’ | (1029) |
55. | Bagi Bavari, bagimu dan bagi semua kelompokmu ada banyak keraguan dan berbagai kebingungan. Engkau sekarang memiliki kesempatan untuk menanyakannya. Tanyakanlah sekarang apa pun yang ingin kau ketahui. | (1030) |
56. | Manusia yang telah mencapai Pencerahan Sempurna itu mengizinkan Ajita untuk bertanya. Maka, dengan penuh hormat murid Brahmana itu duduk, melipat tangan untuk menunjukkan rasa hormat, dan mengajukan pertanyaan pertamanya kepada Sang Tathagata. | (1031) |