Diterjemahkan dari bahasa Pali oleh Bhikkhu Bodhi
II. SUB BAB KE DUA
(TUJUH SUMPAH)
11 (1) Sumpah
Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, di masa lampau, ketika Sakka, raja para deva, adalah seorang manusia, ia mengambil tujuh sumpah yang dengan memenuhinya ia memperoleh status sebagai Sakka.634 Apakah tujuh sumpah itu?” ’Seumur hidupku, aku akan menyokong orang tuaku.’(1) ’Seumur hidupku, aku akan menghormati saudara-saudara (2) tuaku.’ ’Seumur hidupku, aku akan berbicara dengan lembut.’(3) ’Seumur hidupku, aku tidak akan berbicara yang bersifat (4) memecah-belah.’ ’Seumur hidupku, aku akan berdiam di rumah dengan pikiran (5) yang tanpa-kekikiran, bersikap dermawan, tangan-terbuka, gembira dalam pelepasan, bermurah-hati,635 gembira dalam memberi dan berbagi.’ ’Seumur hidupku, aku akan membicarakan kebenaran.’(6) ’Seumur hidupku, semoga aku terbebas dari kemarahan, (7) dan jika kemarahan muncul dalam diriku, semoga aku dapat melenyapkannya dengan segera.’ “Di masa lampau, Para bhikkhu, ketika Sakka, raja para deva, adalah seorang manusia, ia mengambil tujuh sumpah yang dengan memenuhinya ia memperoleh status sebagai Sakka.” <493>
904. “Ketika seseorang menyokong orang tuanya, Dan menghormati para saudara tuanya; Ketika ucapannya lembut dan sopan, Dan ia menghindari kata-kata yang bersifat memecah- belah;
905. Ketika ia berusaha untuk melenyapkan kekikiran, Jujur, dan menaklukkan kemarahan, Para deva Tāvatiṃsa menyebutnya Sungguh seorang yang mulia.” [229]
12 (2) Nama-nama Sakka
Di Sāvatthī, di Hutan Jeta. Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu, di masa lampau, ketika Sakka, raja para deva, adalah seorang manusia, ia adalah seorang brahmana muda bernama Magha; oleh karena itu, ia dipanggil Maghavā.”636 “Para bhikkhu, di masa lampau, ketika Sakka, raja para deva, adalah seorang manusia, ia memberikan pemberian di kota demi kota; oleh karena itu, ia disebut Purindada, si pemberi kepada penduduk kota.”637 “Para bhikkhu, di masa lampau, ketika Sakka, raja para deva, adalah seorang manusia, ia memberikan dengan penuh pertimbangan; oleh karena itu, ia disebut Sakka.”638 “Para bhikkhu, di masa lampau, ketika Sakka, raja para deva, adalah seorang manusia, <494> ia memberikan rumah peristirahatan; oleh karena itu, ia disebut Vāsava.”639 “Para bhikkhu, Sakka, raja para deva, memikirkan seribu persoalan dalam sesaat; oleh karena itu, ia disebut Sahassakkha, bermataseribu.”640 “Para bhikkhu, istri Sakka, adalah bidadari Asura bernama Sujā; oleh karena itu, ia disebut Sujampati, Suami Sujā.”641 “Para bhikkhu, Sakka, raja para deva, menjalankan kekuasaan dan pemerintahan tertinggi atas para deva Tāvatiṃsa; oleh karena itu, ia disebut Raja para deva.” “Para bhikkhu, di masa lampau, ketika Sakka, raja para deva, adalah seorang manusia, ia mengambil tujuh sumpah yang dengan memenuhinya ia memperoleh status sebagai Sakka….” (Bagian selanjutnya dari Sutta ini serupa dengan sutta sebelumnya. Syair 906-7 = 904 – 5.) [230] <495>
13 (3) Mahāli
Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang berdiam di Vesālī, di Hutan Besar, di Aula Beratap Lancip. Kemudian, Mahāli, sang Licchavi mendekati Sang Bhagavā, memberi hormat kepada-Nya, duduk di satu sisi, dan berkata kepada-Nya:
“Yang Mulia, pernahkah Bhagavā melihat Sakka, raja para deva?” “Aku pernah melihatnya, Mahāli.” “Tentu saja, Yang Mulia, pasti ada seseorang yang menyerupai Sakka, raja para deva; karena Sakka, raja para deva, sulit dilihat.” “Aku mengetahui Sakka, Mahāli, dan aku mengetahui kualitaskualitas yang menjadikan Sakka, dengan menjalankan apakah Sakka memperoleh status Sakka.” <496> “Di masa lampau, Mahāli, ketika Sakka, raja para deva, adalah seorang manusia, ia adalah seorang brahmana muda bernama Magha; oleh karena itu, ia dipanggil Maghavā….”
(Di sini dilanjutkan dengan nama-nama Sakka seperti pada 11:12 dan tujuh sumpah seperti pada 11:11, diikuti dengan syair 908-9 = 904-5.) [231] <497>
14 (4) Miskin
Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang berdiam di Rājagaha, di Hutan Bambu, Taman Suaka Tupai. Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu!” “Yang Mulia!” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut: “Para bhikkhu, suatu ketika di masa lampau, di Rājagaha yang sama ini terdapat seorang miskin, papa, melarat. Ia menjalani keyakinan, moralitas, pembelajaran, kedermawanan, dan kebijaksanaan dalam Dhamma dan Disiplin yang diajarkan oleh Sang Tathāgata. Setelah melakukan demikian, dengan hancurnya tubuh, setelah kematian, [232] <498> ia terlahir kembali di alam yang baik, di alam surga, di tengah-tengah para deva Tāvatiṃsa, dimana, ia mengungguli para deva lainnya dalam hal keindahan dan keagungan.”642 “Selanjutnya, para deva Tāvatiṃsa menemukan cacat atas hal ini, menggerutu, dan mengeluhkannya dengan berkata: ‘Sungguh mengagumkan, Teman! Sungguh menakjubkan, Teman! Karena sebelumnya, ketika deva muda ini adalah seorang manusia, ia adalah seorang yang miskin, papa, melarat. Namun dengan hancurnya tubuh, setelah kematian, ia terlahir kembali di alam yang baik, di alam surga di tengah-tengah para deva Tāvatiṃsa, dimana, ia mengungguli para deva lainnya dalam hal keindahan dan keagungan.’”
“Kemudian, Para bhikkhu, Sakka, raja para deva, berkata kepada deva Tāvatiṃsa demikian: ‘Tuan-tuan, jangan mencari kesalahan dalam deva muda ini. Sebelumnya, ketika deva muda ini sebagai manusia, ia menjalani keyakinan, moralitas, pembelajaran, kedermawanan, dan kebijaksanaan dalam Dhamma dan Disiplin yang diajarkan oleh Sang Tathāgata. Setelah melakukan demikian, dengan hancurnya tubuh, setelah kematian, ia terlahir kembali di alam yang baik, di alam surga, di tengah-tengah para deva Tāvatiṃsa, dimana, ia mengungguli para deva lainnya dalam hal keindahan dan keagungan ’” “Kemudian, Para bhikkhu, menasihati para deva Tāvatiṃsa,643 Sakka, raja para deva, pada kesempatan itu melantunkan syair-syair ini: <499>
910. “’Ketika seseorang berkeyakinan di dalam Sang Tathāgata, Tidak tergoyahkan dan kokoh. Dan berperilaku baik yang dibangun di atas moralitas, Disayang oleh para mulia dan dipuji;644
911. “’Ketika seseorang berkeyakinan di dalam Saṅgha Dan pandangannya lurus, Mereka mengatakan ia tidak miskin; Kehidupannya tidak sia-sia.
912. “‘Oleh karena itu, seorang yang cerdas, Mengingat Ajaran Sang Buddha, Harus setia pada keyakinan dan moralitas, Pada kepercayaan dan penglihatan Dhamma.’”
15 (5) Tempat yang Menyenangkan
Di Sāvatthī, di Hutan Jeta. Kemudian Sakka, raja para deva, mendekati Sang Bhagavā, memberi hormat kepada-Nya, berdiri di satu sisi, dan berkata kepada-Nya: “Yang Mulia, apakah tempat yang menyenangkan?” [233] [Sang Bhagavā:] <500>
913. “Kuil-kuil di taman-taman dan di hutan-hutan, Kolam teratai yang dibangun dengan baik; Tidak setara dengan seperenam belas bagian Dari seorang manusia yang menyenangkan.
914. “Apakah di desa atau di hutan, Di lembah atau di tanah terbuka— Di mana pun para Arahanta berdiam Itu sesungguhnya adalah tempat yang menyenangkan.”
16 (6) Memberikan Dana Makanan
Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang berdiam di Rājagaha, di Puncak Gunung Nasar. Kemudian Sakka, raja para deva, mendekati Sang Bhagavā, memberi hormat kepada-Nya, dan berdiri di satu sisi. Sambil berdiri di satu sisi, ia berkata kepada Sang Bhagavā dalam syair:645
915. “Bagi orang-orang yang memberikan dana makanan, Bagi makhluk-makhluk hidup yang mencari jasa kebajikan, Melakukan jasa berjenis duniawi, Di manakah pemberian menghasilkan buah yang besar?”646
[Sang Bhagavā:] <501>916. “Sang empat mempraktikkan jalan Dan empat kokoh dalam buah: Ini adalah Saṅgha berperilaku lurus Memiliki kebijaksanaan dan moralitas.647
917. “Bagi orang-orang yang memberikan dana makanan, Bagi makhluk-makhluk hidup yang mencari jasa kebajikan, Melakukan jasa berjenis duniawi, Pemberian kepada Saṅgha menghasilkan buah besar.”
17 (7) Penghormatan kepada Sang Buddha
Di Sāvatthī, di Hutan Jeta. Pada saat itu, Sang Bhagavā sedang melewatkan hari-Nya dan sedang berada dalam keheningan. Kemudian Sakka, raja para deva, dan Brahmā Sahampati mendekati Sang Bhagavā dan masing-masing berdiri di tiang pintu. Kemudian Sakka, raja para deva melantunkan syair ini di hadapan Sang Bhagavā:
918. “Bangunlah, O, Pahlawan, pemenang dalam pertempuran! Bebanmu telah diturunkan, yang bebas dari hutang, mengembaralah di dunia. Batin-Mu terbebaskan sempurna Bagaikan bulan pada tanggal lima belas malam.”648 [234] [Brahmā Sahampati:] “Bukan demikian caranya Sang Tathāgata dihormati, Raja para deva. Sang Tathāgata dihormati dengan cara seperti ini:
919. “Bangunlah, O, Pahlawan, pemenang dalam pertempuran! <502> O , Pemimpin rombongan, yang bebas dari hutang, mengembaralah di dunia. Ajarkanlah Dhamma, O, Bhagavā: Akan ada orang-orang yang mampu memahami.”649
18 (8) Pemujaan kepada Perumah Tangga (atau Pemujaan Sakka (1))
Di Sāvatthī. Di sana Sang Bhagavā berkata sebagai berikut: “Para bhikkhu, suatu ketika di masa lampau, Sakka, raja para deva, berkata kepada kusirnya, Mātali, sebagai berikut: ‘Siapkan kereta dengan rombongannya berjumlah seribu kuda berdarah murni, Sahabat Mātali. Marilah kita pergi ke taman untuk melihat pemandangan indah.’—‘Baik, Baginda,’ Mātali sang kusir menjawab. Kemudian ia mempersiapkan kereta bersama dengan rombongan seribu kuda berdarah murni dan memberitahukan kepada Sakka, raja para deva: ‘Kereta telah siap, Baginda. Silakan engkau berangkat pada waktu yang engkau sukai.’”650
“Kemudian, Para bhikkhu, Sakka, raja para deva, turun dari Istana Vejayanta, merangkapkan tangan sebagai penghormatan, dan menyembah segala penjuru. Kemudian Mātali sang kusir berkata kepada Sakka dalam syair:
920. “’Semuanya dengan rendah hati menyembah engkau— Mereka yang ahli dalam Tiga Veda, Semua khattiya yang memerintah di bumi, Empat Raja Dewa dan Tiga puluh yang agung— <503> Siapakah, O, Sakka, makhluk Yang engkau sembah?’651
[Sakka:]921. “‘Semuanya dengan rendah hati menyembahku— Mereka yang ahli dalam Tiga Veda, Semua khattiya yang memerintah di bumi, Empat Raja Dewa dan Tiga puluh yang agung—
922. Tetapi aku menyembah mereka yang memiliki moralitas, Mereka yang lama terlatih dalam konsentrasi, Mereka yang dengan benar telah meninggalkan keduniawian Dengan kehidupan suci sebagai tujuan mereka.652
923. “’Aku juga menyembah, O, Mātali, Para perumah tangga yang melakukan kebajikan, Umat-umat awam yang memiliki moralitas Yang dengan benar memelihara istri.’
[Mātali:]924. “’Mereka yang engkau sembah, Tuanku Sakka, Sesungguhnya adalah yang terbaik di dunia. Aku juga menyembah mereka— Mereka yang engkau sembah, Vāsava.’ <504>
[Sang Bhagavā:]925. “Setelah memberikan penjelasan ini, Setelah menyembah segala penjuru, Raja-deva Maghavā, suami Sujā, Sang pemimpin, naik ke kereta.” [235]
19 (9) Pemujaan kepada Sang Guru (atau Pemujaan Sakka (2))
(Seperti di atas hingga:)
“Kemudian, Para bhikkhu, Sakka, raja para deva, turun dari Istana Vejayanta, merangkapkan tangan sebagai penghormatan, dan menyembah Sang Bhagavā. Kemudian Mātali sang kusir berkata kepada Sakka dalam syair:
926. “’Baik para deva maupun manusia Dengan rendah hati menyembah engkau, Vāsava. Siapakah, O, Sakka, makhluk Yang engkau sembah?’
[Sakka:] <505>927. “’Yang Tercerahkan Sempurna di sini Di dunia ini bersama dengan para deva, Sang Guru dengan nama sempurna: Beliau adalah siapa yang kusembah, Mātali.653
928. “’Mereka yang nafsu dan kebencian Dan kebodohan telah lenyap, Para Arahanta dengan noda dihancurkan: Mereka ini adalah siapa yang kusembah, Mātali.’
929. “’Para siswa yang gembira dalam menguraikan, Yang dengan tekun mengejar latihan Untuk melenyapkan nafsu dan kebencian, Untuk melampaui kebodohan: Mereka ini adalah siapa yang kusembah, Mātali.’654
[Mātali:]930. “’Mereka yang engkau sembah, Tuanku, Sakka, Sesungguhnya adalah yang terbaik di dunia. Aku juga menyembah mereka— Mereka yang engkau sembah, Vāsava.’
[Sang Bhagavā:]931. “Setelah memberikan penjelasan ini, Setelah menyembah segala penjuru, Raja-deva Maghavā, Suami Sujā, Sang pemimpin, naik ke kereta.” <506>
20 (10) Pemujaan kepada Saṅgha (atau Pemujaan Sakka (3))
(Seperti di atas hingga:) [236]
“Kemudian, Para bhikkhu, Sakka, raja para deva, turun dari Istana Vejayanta, merangkapkan tangan sebagai penghormatan, dan menyembah Saṅgha para bhikkhu. Kemudian Mātali sang kusir berkata kepada Sakka dalam syair:
932. “’Adalah mereka yang seharusnya menyembah engkau— Manusia yang terjebak dalam jasmani yang busuk, Mereka yang terbenam di dalam bangkai, Diserang oleh lapar dan haus.655
933. Mengapa engkau iri pada mereka, Orang-orang ini yang berdiam tanpa rumah, Vāsava? Beritahukan kepada kami tentang perilaku petapa ini; Biarlah kami mendengarkan apa yang engkau katakan.’
[Sakka:] <507>934. “’Ini adalah mengapa aku iri pada mereka,656 Orang-orang itu yang berdiam tanpa rumah, Mātali: Desa apa pun yang mereka tinggalkan, Mereka tinggalkan tanpa beban.
935. “’Mereka tidak menyimpan barang-barang mereka di gudang, Tidak di dalam kendi juga tidak di dalam peti. Mencari, apa yang telah dipersiapkan oleh orang lain, Dengan cara inilah mereka hidup, teguh dalam sumpah: Para bijaksana itu yang memberikan nasihat yang baik, Mempertahankan keheningan, bahkan dalam perjalanan.657
936. “’Selagi para deva bertempur melawan para asura Dan orang-orang saling bertempur satu sama lain, Di antara mereka yang bertempur, mereka tidak bertempur; Di antara mereka yang bengis, mereka tenang; Di antara mereka yang mencengkeram, mereka tidak mencengkeram; Orang-orang inilah yang kusembah, Mātali.’
[Mātali:]937. “’Mereka yang engkau sembah, Tuanku, Sakka, Sesungguhnya adalah yang terbaik di dunia. Aku juga menyembah mereka— Mereka yang engkau sembah, Vāsava.’ <508>
[Sang Bhagavā:]938. “Setelah memberikan penjelasan ini, Setelah menyembah Bhikkhu Saṅgha, Raja-deva Maghavā, suami Sujā, Sang pemimpin, naik ke kereta.”