No. 231
UPĀHANA-JĀTAKA
Sumber : Indonesia Tipitaka Center
“Seperti ketika sepasang sepatu,” dan seterusnya. Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Veḷuvana 149 (Veluvana), tentang Devadatta.
Para bhikkhu berkumpul bersama di dalam balai kebenaran dan mulai membicarakan masalah tersebut. “Āvuso, setelah mengingkari gurunya dan menjadi musuh dan lawan dari Sang Tathāgata, akhirnya Devadatta mendapatkan kehancuran.” Sang Guru berjalan masuk, dan menanyakan apa yang sedang mereka bicarakan dengan duduk di sana. Mereka pun memberitahukannya kepada Beliau. Sang Guru berkata, “Para Bhikkhu, ini bukan pertama kalinya Devadatta mengingkari gurunya, dan menjadi musuh-Ku, kemudian mendapatkan kehancuran. Hal yang sama juga pernah terjadi sebelumnya.”
Kemudian Beliau menceritakan kepada mereka sebuah kisah masa lampau.
____________________
Dahulu kala ketika Brahmadatta memerintah sebagai Raja Benares, Bodhisatta terlahir sebagai putra dari seorang pawang gajah. Ketika dewasa, dia diajari semua keahlian untuk menjinakkan gajah. Kala itu, seorang pemuda dari Kāsi (Kasi) datang kepadanya dan diajari olehnya. Ketika seorang calon Buddha mengajarkan sesuatu, dia tidak akan memberikan hanya sebagian dari keahliannya, melainkan dia akan memberikan sesuai dengan semua keahlian yang dimilikinya, tanpa menyimpan satu keahlian pun (dari muridnya). Oleh sebab itu, pemuda tersebut mempelajari semua keahlian Bodhisatta, tanpa kekurangan apa pun. Setelah mempelajari semuanya, dia berkata kepada gurunya: [222]
“Guru, saya akan bekerja untuk melayani raja.”
“Bagus, Muridku,” jawabnya. Dia pun pergi menghadap kepada raja dan memberi tahu raja bahwa seorang muridnya ingin bekerja untuknya. Raja berkata, “Bagus, persilakanlah dia bekerja untukku.” “Kalau begitu, apakah Paduka tahu berapa besar bayaran yang akan diberikan kepadanya?” tanya Bodhisatta.
“Seorang murid tentu tidak akan mendapatkan sebanyak yang gurunya dapatkan. Jika Anda mendapatkan seratus, maka dia akan mendapatkan lima puluh; jika Anda mendapatkan dua, maka dia akan mendapatkan satu.” Kemudian Bodhisatta pulang dan memberi tahu muridnya.
“Guru,” kata pemuda itu, “semua keahlian telah kupelajari, satu per satu. Jika saya mendapatkan bayaran yang sama seperti dirimu, saya akan bekerja untuk raja. Jika tidak, saya tidak akan bekerja untuk raja.” Dan Bodhisatta memberitahukan ini kepada raja.
Raja berkata, “Jika pemuda itu mampu melakukan hal yang sama dengan Anda, jika dia mampu menunjukkan keahlian yang sama dengan keahlianmu, dia akan mendapatkan bayaran itu.” Bodhisatta kemudian memberitahukan ini kepada muridnya, dan muridnya menjawab, “Baiklah, akan kulakukan.” Raja kemudian berkata, “Besok, tunjukkanlah keahlian kalian.”
“Baiklah, buatlah pengumuman dengan tabuhan genderang.” Raja pun meminta pengawalnya untuk mengumumkannya, “Besok, seorang guru dan seorang murid akan menunjukkan keahlian mereka dalam menjinakkan gajah. Bagi mereka yang ingin menyaksikannya, silakan berkumpul di halaman istana.”
“Muridku,” pikir sang guru di dalam hatinya, “tidak mengetahui seluruh kemampuanku.” Kemudian dia memilih seekor gajah dan, dalam waktu satu malam, melatihnya untuk melakukan segala perintah secara berlawanan. Dia melatihnya untuk mundur ketika diperintahkan untuk maju, maju ketika diperintahkan untuk mundur; berbaring ketika diperintahkan untuk bangkit, bangkit ketika diperintahkan untuk berbaring; membuang ketika diperintahkan untuk mengambil, dan mengambil ketika diperintahkan untuk membuang.
Keesokan harinya, dengan naik di punggung gajahnya, dia datang ke halaman istana. Dan muridnya juga berada di sana, di punggung seekor gajah yang anggun. Terdapat banyak orang di sana. Mereka berdua menunjukkan keahlian mereka. Tetapi Bodhisatta telah membuat gajah muridnya tersebut melakukan perintah secara berlawanan; [223] “Maju!” kata muridnya, gajah itu berjalan mundur; “Mundur!” Gajah itu berjalan maju; “Berdiri!” Gajah itu berbaring; “Berbaring!” Gajah itu berdiri; “Ambil itu!” Gajah itu membuangnya; “Buang itu!” Gajah itu mengambilnya. Dan orang-orang berteriak, “He, Murid yang Buruk, janganlah meninggikan nada suaramu ketika berhadapan dengan gurumu! Kamu tidak mengetahui kemampuan dirimu sendiri dan berpikir bahwa dirimu sebanding dengan dirinya!” Dan mereka menyerangnya dengan gumpalan tanah dan kayu, sampai dia meninggal di sana.
Bodhisatta turun dari gajahnya, menghampiri raja, dan berkata demikian kepadanya, “Oh Paduka, demi diri mereka sendiri, orang-orang datang untuk mendapatkan pelajaran, tetapi ada satu orang yang pelajarannya itu membuatnya mendapatkan kehancuran, seperti sepatu yang dibuat dengan salah,” dan dia mengucapkan dua bait berikut:—
[224] Raja menjadi bersukacita, dan memberikan banyak kehormatan kepada Bodhisatta.Seperti ketika sepasang sepatu yang dibeli seseorang
untuk mendapatkan bantuan dan kenyamanan,
tetapi malah menyebabkan penderitaan,
menggosok kaki sampai kepanasan dan
membuatnya kian hari kian bertambah lukanya:Demikianlah seorang jahat yang tidak mulia,
setelah mempelajari semua yang mampu dipelajarinya darimu,
menjadi orang yang ingin melukaimu:
Orang yang tidak mulia itu sama seperti
sepatu yang dibuat dengan salah.
____________________
Ketika uraian ini selesai, Sang Guru mempertautkan kisah kelahiran mereka, “Devadatta adalah murid, dan Aku sendiri adalah guru.”
____________________
Catatan kaki :
149 Teks Pali oleh Pali Text Society (PTS) tertulis veḷuvana, sedangkan edisi CSCD tertulis jetavana.