Visayha Jataka

No. 340

VISAYHA-JĀTAKA83

Sumber : Indonesia Tipitaka Center

“Visayha, dahulu Anda,” dan seterusnya. Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berdiam di Jetavana, tentang Anāthapiṇḍika (Anathapindika).

Cerita pembukanya ini telah diceritakan dengan lengkap sebelumnya di dalam Khadiraṅgāra-Jātaka84.

Dalam kisah ini, Sang Guru menyapa Anathapindika, dengan berkata, “Orang bijak di masa lampau, Upasaka, tetap memberikan derma (dana), menolak permintaan dari Sakka, Raja Dewa, yang berdiri melayang di angkasa dan mencoba untuk menghalangi orang bijak itu dengan berkata, ‘Jangan berikan derma.’ ”

Dan atas permintaannya, Beliau menceritakan sebuah kisah masa lampau.
____________________

Dahulu kala ketika Brahmadatta berkuasa di Benares, Bodhisatta terlahir sebagai seorang saudagar bernama Visayha, yang memiliki kekayaan sebesar delapan ratus juta. [129] Dan dengan menjalankan lima latihan moralitas (sila), ia menjadi orang senang dan gemar berdana. Ia membangun empat balai distribusi dana di keempat penjuru kota, satu balai distribusi dana di tengah kota, dan satu balai distribusi dana di depan pintu rumahnya sendiri. Dari keenam balai inilah, ia memberikan dana (derma), dan setiap harinya ada enam ratus ribu orang yang datang meminta. Makanan (yang dimakan oleh) Bodhisatta sama seperti makanan (yang dimakan oleh) orang-orang yang datang meminta itu.

Ketika ia demikian menggemparkan India dengan pemberian dermanya, kediaman Dewa Sakka bergetar dan takhta marmer kuning raja dewa itu menjadi panas. Sakka berkata, “Saya ingin tahu siapa yang akan membuatku turun dari takhtaku di surga ini?”

Dengan kekuatannya memindai, ia menemukan saudagar itu dan berpikir, “Visayha ini selalu memberikan derma dan menyebarkannya di mana-mana, ia menggembarkan seluruh India. Menurutku, dengan pemberian dermanya ini, ia akan membuatku turun takhta dan membuat dirinya sendiri menjadi Sakka. Akan kuhancurkan kekayaannya dan kubuat ia menjadi orang miskin sehingga ia tidak bisa lagi memberikan derma.” Maka Sakka menghilangkan minyak, madu, air gula, dan sebagainya, bahkan semua harta kekayaannya, juga para pelayan dan pekerjanya.

Orang-orang yang tidak lagi mendapatkan dermanya datang kepadanya dan berkata, “Tuan, kegiatan pemberian derma di dalam balai terhenti. Kami tidak menemukan apa pun di tempat-tempat yang Anda bangun itu.” “Kalau begitu ambil uang saja,” katanya. “Jangan menghentikan kegiatan berdana.” Ia pun memanggil istrinya dan memintanya untuk tetap memberikan derma. Istrinya mencari seisi rumah dan tidak menemukan uang sekeping pun, kemudian berkata kepadanya, “Tuanku, tidak ada lagi (harta) benda yang dapat kutemukan selain pakaian yang kita kenakan ini. Seisi rumah sudah kosong.” Ketika membuka tujuh ruangan (tempat penyimpanan) harta, mereka tidak menemukan apa pun. Yang terlihat berada di sana hanyalah saudagar itu dan istrinya, tidak ada pelayan ataupun pekerja lagi. Bodhisatta kemudian berkata kepadanya, “Istriku, kita tidak mungkin menghentikan pemberian derma ini. Carilah lagi seisi rumah sampai menemukan sesuatu.”

Kala itu, seorang pemotong rumput meninggalkan arit, galah, dan tali untuk mengikat rumput di depan pintu rumah saudagar itu. Istri saudagar itu menemukan benda-benda tersebut dan berkata, “Tuanku, inilah yang dapat kutemukan,” [130] membawa benda-benda tersebut dan memberikannya kepada suaminya.

Bodhisatta berkata, “Istriku, selama ini saya tidak pernah memotong rumput, tetapi hari ini saya akan memotong rumput dan membawa kemudian menjualnya. Dengan cara inilah dapat kujalankan lagi pemberian derma itu.” Jadi, dengan perasaan takut untuk berhenti memberikan derma, ia membawa sabit, galah, dan tali itu pergi ke luar kota, ke tempat yang banyak rumputnya, memotong rerumputan dan mengikatnya dalam dua ikatan, dan berkata, “Ikatan yang satu ini akan menjadi milik kami, dan ikatan yang satunya lagi akan kuberikan sebagai derma.”

Dan dengan menggantung ikatan rumput tersebut pada galah, ia membawanya ke kota dan menjualnya. Ketika mendapatkan uang dua keping hasil menjual rumput, ia memberikan setengahnya kepada pengemis. Kemudian sewaktu terdapat lebih dari pengemis di sana dan ketika mereka berulang-ulang berkata, “Berikanlah juga kepada kami,” ia pun juga memberikan yang setengahnya lagi kepada mereka, dan ia melewati hari itu bersama istrinya dengan tidak makan. Mereka melewati enam hari berikutnya dengan keadaan yang sama, dan pada hari ketujuh, ketika ia sedang mengumpulkan rumput, karena ia hanyalah manusia biasa dan sudah tujuh hari tidak makan, tidak lama setelah sinar matahari bersinar tepat di atas kepalanya, kemudian kepalanya mulai terasa berputar-putar dan akhirnya ia terbaring jatuh dan tak sadarkan diri, dengan rumput-rumput yang berserakan.

Kala itu, Sakka sedang mengawasi apa yang dilakukan oleh Visayha. Segera setelah sampai di tempat Visayha berada, dengan berdiri melayang di udara, raja dewa itu mengucapkan bait pertama berikut:

Visayha, dahulu Anda memberikan derma,
dan disebabkan oleh pemberian derma ini pula,
Anda kehilangan semua kekayaanmu.
Oleh karena itu, berhentilah sekarang,
jangan lagi memberikan derma, dan Anda
akan hidup di tengah-tengah kebahagiaan yang tersisa.

[131] Bodhisatta yang mendengar perkataan ini, (bangkit dan) bertanya, “Siapakah Anda?” “Saya adalah Dewa Sakka,” jawabnya. Bodhisatta membalas, “Dengan berdana (memberikan derma), menjalankan sila, melaksanakan laku Uposatha, dan memenuhi tujuh sumpah (tekad), Dewa Sakka mendapatkan kedudukannya sebagai raja para dewa (Sakka). Sekarang, Anda malah melarang pemberian derma, yang sebelumnya telah membuatmu memperoleh kejayaan seperti ini. Anda telah melakukan suatu keburukan atas hal yang tak seharusnya terjadi.” Dan setelah berkata demkian, ia mengucapkan tiga bait kalimat berikut:

Tidaklah benar jika perbuatan yang buruk harus
menodai kehormatan seorang yang bajik.
Wahai yang memiliki seribu mata, Anda-lah yang
menjaga kami dari perbuatan buruk,
bahkan di saat kami lengah.

Janganlah biarkan kekayaan kita habis karena
orang bijak yang tak berkeyakinan, untuk
kesenangan pribadi atau keuntungan diri sendiri,
melainkan haruslah senantiasa digunakan
untuk meningkatkan tabungan kebajkan.

Kereta kedua yang melewati jalur yang sebelumya
telah dilalui (dengan baik) oleh kereta pertama,
akan berjalan tanpa hambatan.
Demikianlah yang kami lakukan, selama kami masih hidup,
tidak akan kami hentikan pemberian derma ini.

 

[132] Tidak berhasil menghentikan saudagar itu untuk memberikan derma, Sakka kemudian menanyakan mengapa ia memberikan derma. Ia berkata, “Bukan untuk mendapatkan kedudukan sebagai Sakka ataupun sebagai Brahma, melainkan untuk mencapai Kesadaranlah85, saya memberikan derma.” Sakka yang bersukacita setelah mendengar perkataannya tersebut, mengusap punggung Bodhisatta dengan tangannya. Pada saat yang bersamaan itu pula, kebahagiaan mengisi seluruh tubuh Bodhisatta. Dengan kesaktiannya, Sakka mengembalikan seluruh kekayaan Bodhisatta. “Saudagar besar,” kata Sakka, “mulai hari ini, berikanlah derma setiap hari, dengan membagikan satu juta dua ratus ribu bagian.” Setelah menciptakan harta kekayaan yang tak terhitung jumlahnya di dalam rumah saudagar itu, Sakka kemudian berpamitan dengannya dan segera kembali ke kediamannya sendiri.
____________________

Sang Guru mempertautkan kisah kelahiran mereka setelah menyelesaikan uraian ini: “Pada masa itu, ibu dari Rahula (Rahula) adalah istri saudagar itu, dan saya sendiri adalah Visayha.”

____________________

Catatan kaki :

83 Lihat Jātakamālā, No. 5, “The Story of Avishahya”.

84 Vol. I, No. 40.

85 sabbaññutā; secara harfiah dapat diartikan ‘Yang Mahatahu (kemahatahuan)’, dapat pula diartikan ‘Kesadaran’. Kata ini merupakan salah satu sebutan bagi seorang Buddha.

Leave a Reply 0 comments