Istana Candali

21. KEEMPAT: ISTANA CANDALI

(Candalivimana)

Ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di Rajagaha, Beliau masuk ke dalam pencapaian kasih saying yang agung yang di praktekkan oleh para Buddha. Ketika bangkit dari sana dan mengamati dunia, Beliau melihat bahwa di kota itu – dipemukiman Candala1 – ada seorang perempuan tua yang masa hidupnya hampir berakhir, dan baginya ada satu karma yang akan mendorongnya masuk ke alam menderita. Karena cinta kasih yang besar, Beliau membuat perempuan itu melakukan karma yang akan mendorongnya menuju surga. Dengan berpikir, “Aku akan memantapkan dia di surga”’ Beliau beserta sekelompok besar bhikkhu memasuki Rajagaha untuk mengumpulkan dana makanan.

Pada saat itu, dengan ditopang tongkatnya perempuan Candala itu berjalan keluar dari kota. Dia melihat Yang Terberkahi mendekat. Ketika berada di seberang Beliau, dia berhenti dan berdiri di depannya seakan-akan menghalanginya berjalan. Y.M. Maha-Moggallana mengetahui pikiran Sang Guru dan mengetahui pula bahwa masa-hidup perempuan itu akan segera berakhir. Beliau pun berbicara untuk mendorong perempuan itu menghormat Yang Terberkahi:

1. “Candali, hormatilah kaki Gotama, yang telah dikenal luas. Karena kasih saying kepadamulah maka Penglihat2 yang agung ini berdiri (di depanmu).

2. Condongkanlah pikiranmu dengan gembira kepada yang mulia dan kokoh seperti Beliau.3 Bergegaslah, hormatilah Beliau dengan tangan tertangkup, karena sungguh singkat kehidupanmu.”

Perempuan itu mendengarkan dengan seksama, dan dengan sepenuh hati dia pun memperoleh keyakinan pada Sang Guru. Dia memberikan penghormatan berunsur-lima, dan dengan pikiran yang terpusat karena sukacita pada Sang Buddha, dia berdiri dengan kepala mununduk. Yang Terberkahi berkata,”Ini  sudah cukup baginya untuk mencapai surga.” Lalu Beliau pun memasuki kota dengan Sangha para bhikkhu. Tak lama kemudian, seekor sapi dengan anaknya yang masih kecil berlari menyerbu ke arah perempuan itu, menyerang dengan tanduknya dan membunuhnya.4 Untuk menjelaskan semua ini, para pengulang teks menyampaikan dua syair:

(3) Didorong oleh beliau yang telah mengembangkan diri, yang memiliki tubuh terakhirnya, Candali menghormat kaki Gotama, yang dikenal luas.

(4) Sapi itu menyerang Candali ketika sedang berdiri dengan tangan tertangkup untuk menghormat Yang-Terjaga-Sendiri, pembawa-sinar dalam kegelapan.

Perempuan itu terlahir lagi di alam Tiga-Puluh-Tiga dewa. Dan dia memiliki pengikut seratus ribu peri. Dan pada hari yang sama itu, dia dating sebagai devata dengan Istananya, turun, menghampiri Y.M. Maha-Moggallana dan membei hormat kepada beliau. Untuk menjelaskan ini, devata itu berkata :

(5) “Pahlawan dengan keagungan yang besar, saya yang telah mencapai kekuatan kesaktian dewa, menghampiri dan menghormat engkau yang kekotoran batinnya telah hancur, yang tanpa-noda, yang tak-dapat-diganggu, duduk sendirian di hutan.” Thera itu bertanya kepadanya:

(6)  “Engkau berwarna keemasan, cemerlang, dengan kemasyuran yang besar, dengan
berbagai hiasan, turun dari Istana, dikelilingi sekelompok peri, siapakah engkau, devata yang elok, yang sedang menghormatiku?”

(7)  Saya, Bhante yang terhormat, adalah seorang Candali; kerena didoronga olehmu, oleh Sang pahlawan,5 saya menghormat kaki Gotama, yang mulia, yang dikenal luas.

(8)  Setelah saya menhormat kakinya, ketika meninggal dari kelahiran sebagai seorang Candali, saya muncul di suatu Istana, yang Indah dalah setiap hal, di Nandana.

(9)  Seratus ribu peri berdiri melayaniku. Diantara mereka semua, sayalah6 yang menonjol dan tertinggi di dalam kecantikan, kemasyuran, dan kehidupan yang panjang.

(10) Waspada dan terkendali, setelah melakukan banyak kebaikan, saya datang,  Bhante yang terhormat, untuk menghormat petapa  yang penuh belas kasihan terhadap dunia.”

Sekali lagi, sebuah syair ditambahkan oleh para pengulang teks :

(11) Sesudah mengemukakan apa yang telah dilakukannya maka Candali dengan rasa terima kasih menghormat kaki manusia mulia ini. Kemudian dia lenyap dari sana pada saat itu juga.

Y.M. Maha-Moggallana menceritakan kembali hal ini kepada Sang Buddha. Dengan mengambilnya sebagai suatu topik, Sang Buddha mengajarkan Dhamma yang amat bermanfaat bagi kelompok itu.

Catatan :

  1. Kaum buangan, ‘tak boleh disentuh’
  2. isisattama, yang terbaik, yang tertinggi dari Para-Penglihat, isihi Uttamo; VvA.105 memberikan tambahan keterangan,’yang ke 7 dari Vipassin’.
  3. Bandingkan Thag. 1173.
  4. Bandingkan No. 47.
  5. Terbaca virena dengan Ee,Be,Ce, berbeda dari therena pada VvA, yang tercatat di Be. Bandingkan syair 5 di atas.
  6. tasam+aham = tasaham