22. KELIMA : ISTANA PEREMPUAN ELOK1
(Bhaddhitthivimana)
Yang Terberkahi sedang berdiam di Savatthi di Jetavana, di vihara Anathapindika. Pada waktu itu, di kota Kimbila ada seorang putra perumah-tangga yang bernama Rohaka, seorang yang percaya, memiliki keyakinan, dan sempurna dalam praktek moralitasnya. Di suatu keluarga lain yang mirip situasinya, ada juga seorang gadis, seorang yang percaya, yang memiliki keyakinan, yang diberi nama Bhadda karena kebaikan sifatnya. Ibu dan ayah Rohaka meminta agar Buddha dinikahkan dengan putra mereka. Pada saat yang tepat, Buddha diantarkan ke sana untuk upacara pernikahan. Keduanya menjalani kehidupan yang harmonis. Karena kesempurnaan perilakunya, perempuan itu kemudian dikenal sebagai Perempuan Elok.
Pada saat itu, dua siswa utamanya Sang Buddha yang diikuti lima ratus bhikku sedang melakukan perjalanan di negeri itu dan tiba di Kimbila. Rohaka mengetahui kedatangan mereka di sana, dan dengan sukacita dia pergi menemui para Thera, menyapa mereka dengan hormat, dan mengundang mereka untuk keesokan harinya. Pada hari berikutnya, setelah menjamu para Thera dan pengikutnya, Rohaka mendengarkan Ajaran dengan istri dan anak-anaknya2, menerima perlindungan dan menerima lima sila. Isterinya mempraktekkan hari-hari Uposatha dan sempurna dalam praktek moralitas. Dia disukai oleh para dewa. Karena disukai para dewa, dia terhindar dari tuduhan3 salah yang jatuh kepadanya, dan kemasyuran kemurnian serta moralitasnya yang luar biasa menyebar ke ujung dunia.
Perempuan elok ini tinggal sendiri di kota Kimbila sementara suaminya tinggal di Takkasila untuk menjalankan usahanya. Ketika liburan tiba, muncullah keinginannya untuk bersenang-senang. Karena dorongan teman-temannya dia berkumpul dengan suaminya (di Takkasila) setelah dewa4 rumah membawanya ke sana dengan kekuatan kesaktiannya. Dari pertemuan itu, dia hamil. Sekali lagi, dia dibawa oleh dewa rumah ke kota Kimbila. Bersama waktu, kondisi, kehamilannya diketahui. Oleh ibu mertua dan orang-orang lain dia dicurigai telah berselingkuh. Namun devata itu sendiri kemudian mempertunjukkan kesaktiannya dengan membuat kota Kimbila kelihatan seolah-olah tenggelam dalam banjir (mirip) sungai Gangga yang besar. Perempuan itu – melalui badai besar yang muncul karena pernyataannya yang tulus dibarengi dengan tekad hatinya yang kuat untuk menunjukkan kebenaran kesetiaannya-membuat aib yang dilontarkan kepadanya itu surut seperti halnya banjir besar sungai Gangga dengan gelombangnya yang bergolak. Untuk membuktikan bahwa dia memang bersatu dengan suaminya, dia menunjukkan cincin stempel dan tanda yang diberikan oleh suaminya kepadanya, Dengan demikian, dia menghancurkan kecurigaan suaminya, dan menjadi dihormati oleh suami, sanak saudara dan semua alam. Maka dikatakan bahwa kemasyuran, kemurnian, dan moralitasnya yang luar biasa menyebar ke ujung dunia.
Setelah meninggal, dia terlahir kembali di alam Tiga-Puluh-Tiga dewa. Pada suatu ketika, Yang Terberkahi pergi ke sana dari Savatthi dan duduk di batu Pandukambala di kaki pohon koral. Kelompok para dewa dating kepada Yang Terberkahi dan menyapa Beliau dengan hormat. Perempuan Elok itu juga mendekati dan berdiri di satu sisi. Kemudian Yang Terberkahi bertanya kepadanya tentang tindakan yang telah dilakukannya :
1. “Biru dan kuning dan hitam, serta merah dan merah tua, ditutupi serabut-serabut berbagai warna (pohon mandarava itu).
2. Rangkaian bunga mandarava engkau kenakan di kepalamu. Pohon-pohon ini tidak ditemukan di alam lain, O, perempuan yang sangat bijak.
3. Mengapa engkau muncul, dikenal luas, di alam Tiga-Puluh-Tiga dewa ? Devata, ketika ditanya, jelaskanlah tindakan apa yang menghasilkan buah ini.”
Ditanya demikian oleh Yang Terberkahi, devata itu menjawab dengan syair-syair ini :
4. “Di Kimbila mereka mengenaliku sebagai ‘Perempuan Elok’, seorang umat awam perempuan. Saya memiliki keyakinan, saya memiliki kebiasaan moral, selalu gembira dalam kedermawanan.
5. Pakaian dan makanan, tempat tinggal serta penerangan telah saya berikan dengan pikiran yang penuh bakti kepada mereka yang lurus.
6. Pada (hari-hari) ke-14,15,dan 8 dari dua-mingguan bulan terang, dan pada hari khusus pada dua mingguan yang berhubungan erat dengan (peraturan) berunsur-delapan
7. Saya menjalankan Delapan Sila, selalu terkendali oleh kebiasaan-kebiasaan moral, menjauhkan diri dari membunuh para makhluk, dan menjauhkan diri dari berbicara bohong.
8. Dari mencuri dan tindakan asusila, dan minum-minuman yang memabukkan jauh dariku; bergembira di dalam lima peraturan pelatihan, terampil dalam kebenaran-kebenaran ariya,
9. Seorang umat awam perempuan pengikut dari Yang memiliki Visi, kehidupanku adalaj kehidupan yang penuh semangat. Dengan kesempatan yang diciptakan, dengan tindakan-tindakan baik yang dilakukan,5 kini saya berkelana menelusuri Nandana dengan sinarku sendiri.
10. Dan kepada para bhikkhu, yang penuh belas kasih dan kasih saying, saya telah memberikan makanan, juga kepada sepasang petapa dan orang bijak yang agung. Dengan kesempatan yang diciptakan dan tindakan-tindakan baik yang lakukan, kini saya berkelana menelusuri Nandana dengan sinarku sendiri.
11. Saya selalu menjalankan Delapan Sila yang membawa kegembiraan yang tak-terukur. Dengan kesempatan yang diciptakan dan tindakan-tindakan baik dilakukan, kini saya berkelana menelusuri Nandana dengan sinarku sendiri.
Catatan :
- Bhadditthi. Namanya adalah Bhadda seperti yang dikatakan di Pengantar prosa
- Terbaca saputtadaro dengan Be, Ce.
- Terbaca micchapavadam dengan Be, Ve, dan bukannya micchacaram di VvA. 109.
- ghara-devata.
- Ee menambahkan tato cuta, yang meninggal dari sana, juga di syair 10,11