81. KETUJUH : ISTANA KANTHAKA
(Kanthakavimana)
Yang Terberkahi sedang berdiam di Savatthi, di Hutan Jeta. Pada suatu saat, Y.M. Maha-Moggallana mengunjungi alam dewa. Ketika itu, Kanthaka, satu dewa-muda, keluar dari tempat tinggalnya, pergi ke taman dengan sejumlah besar. Melihat Y.M. Maha-Moggallana, dengan segera dia turun dari kendaraannya dan memberikan penghormatan. Dan Thera itu bertanya kepadanya:
1. “Seperti rembulan ketika purnama,1 maharaja para bintang, yang bertanda-kelinci,2 dikelilingi oleh konstelasi, bergerak berkeliling,
2. Demikian pula tempat tinggal3 surgawi ini bersinar dengan keelokan dikota-dewa bagaikan matahari terbit.
3. Dari batu permata hijau-laut, dari emas, dan dari kristal serta perak, dipenuhi permata dan mata-kucing, dengan mutiara serta dengan batu rubi,4
4. Lantai yang berwarna-warni,5 menyenangkan, dihiasi permata hijau-laut, dengan aula-aula berpinakel yang bagus dan indah, istanamu ditempa dengan baik.
5. Dan engkau memiliki kolam-kolam teratai indah yang sering didatangi ikan puthuloma,6 airnya berkilau jernih dibatasi pasir keemasan,
6. Tertutup dengan berbagai tertai, dengan lili air yang tersebar, menarik, dihembus angin sepoi mereka menebarkan keharuman yang menyenangkan ke sekeliling.7
7. Di kedua sisinya terdapat semak yang dicipta indah dengan pohon-pohon yang berbunga serta pohon-pohon yang berbuah.
8. (Ketika engkau) duduk bagaikan reja-dewi di atas dipan berkaki-emas, di atas permadani kain yang lunak,8 para peri melayanimu.
9. Ditutupi beraneka hiasan, diperelok berbagai rangkaian bunga, mereka menggembirakan engkau yang memiliki kekuatan kesaktian besar; bahkan sebagai Vasavattin engkau bersukacita.9
10. Dengan gendang, kerang, drum-ketel,10 kecapi dan tamtam engkau dipenuhi kegembiraan ketika tarian, lagu, dan musik yang manis berlangsung.
11. Sungguh beraneka-macam bentuk surgawi ini, suara surgawi ini, juga citarasa serta wewangian yang menyenangkan, dan sungguh menyenangkan objek sentuhan ini.
12. Di Istana yang agung ini, sebagai dewa-muda dengan cahaya berkilau, engkau bersinar11 dengan keelokan bagaikan matahari terbit.
13. Apakah ini merupakan buah dari pemberianmu atau sekali lagi dari kebiasaan moral, atau dari memberi hormat dengan tangan tertangkup? Ketika ditanya, jelaskanlah padaku.”
14. Dewa muda itu, karena gembira …..mengenai tindakan apa yang menghasilkan buah ini.
15. “Di kota besar Kapilavatthu tempat suku Sakya, aku dahulu adalah Kanthaka, kuda yang lahir berbarengan dengan putra Suddhodana.12
16. Ketika di tengah malam Beliau pergi (untuk mencari) Pencerahan, dengan tangan yang lembut bak jaring dan dengan kuku berwarna tembaga,13
17. Dia menepuk badanku dan berkata, ‘Antarkan aku, sahabat.14 Bila telah mencapai Pencerahan Tertinggi, aku akan membantu dunia menyerangku.’
18. Ketika mendengar suaranya, aku merasakan sukacita yang besar; dengan pikiran yang terangkat, bersukacita, aku meringkik (menyetujui).15
19. Karena mengetahui bahwa putra Sakya, yang amat terkenal, telah naik di punggungku, maka dengan pikiran yang terangkat, bersukacita, aku mengantar manusia besar itu.
20. Setelah pergi melintasi wilayah lain, ketika matahari terbit, Beliau pergi melanjutkan perjalanan, tanpa kerinduan (apa pun), meninggalkan aku dan Chana.16
21. Dengan lidahku, kujilat kaki dengan kuku berwarna tembaga itu, dan dengan menangis kupandangi pahlawan besar itu pergi.
22. Karena tidak melihat putra Sakya agung itu lagi, aku jatuh sakit keras, dan dengan cepat aku mati.
23. Dan lewat keagungannya itu saja, aku menghuni Istana surgawi ini di kota surgawi yang dilengkapi dengan segala macam kesenangan-indera.
24. Dan sukacita apa pun yang muncul di dalam dirirku ketika mendengar tentang Pencerahan Beliau, lewat akar kebajikan itu pula aku akan mencapai hancurnya belenggu-belenggu.
25. Jika engkau, Bhante yang terhormat, akan menghadap Sang Guru, Sang Buddha, dengan kata-kataku juga maukah engkau menyampaikan hormat di kakinya?
26. Aku juga akan pergi menemui Sang Penakluk, manusia tanpa-tandingan; sungguh sulit menjumpai pelindung-pelindung dunia seperti Beliau.”
27. Kemudian, dengan rasa terima kasih, waspada akan manfaat-manfaatnya, dia mendekati Sang Guru; ketika telah mendengar suara Manusia Yang Memiliki Visi, dia pun memurnikan Visi Dhammanya.
28. Termurnikan dari pandangan salah keraguan dan kepercayaan tahayul, dia menghormati kaki Sang Guru, dan lenyap tepat di sana dan pada saat itu juga.17
Catatan :
- Ee punnamaye, VvA. 312, 314, Be – mase.
- sasi. Tentang legenda bagaimana rembulan bisa memiliki tanda kelinci, lihat Sasa-Jataka, Ja. No. 316.
- vyamha, seperti di 35. 1.
- Seperti di 78. 3.
- Lihatlah 78. 4 Catatan.
- Vv.A. 312 puthulomanisevita seperti di 44.11, tetapi Ee di atas terbaca puthala macchasevita, yang tampaknya merupakan variasi bacaan yang asli: luas (dan) sering didatangi ikan. Be, Ce seperti juga VvA. 312 telah membuat bacaan ini sama dengan 44.11.
- Seperti di 44. 12.
- colasanthate, Ce, yang saya ikuti, untuk gonasanthake, keset dari kulit rusa, yang lebih cocok.
- Raja-dewa. Bandingkan S.iv. 280, A. iv. 243.
- mudinga atau mutinga. Tentang cerita mengenai jenis gendang yang disebut Anaka ini, lihat S.ii. 266, Ja. Ii. 344, DPPN. Karena itu, apakah “tabour” dari PED betul? Dari Sri Langka sekarang ini, mrdanga adalah gendang yang besar. Amat sulit menemukan perbedaan pada alat-alat yang tampaknya termasuk jenis gendang.
- Ee devaputta mahappaba abhirocasi; VvA., Be devaputta mahappabho atirocasi. Saya mengikuti bacaan di 78.7, devaputto mahappabho atirocosi.
- Bandingkan BvA. 131, 276, 298 untuk tujuh kelahiran yang berbarengan, yang lahir pada hari yang sama dengan putra Suddhodan, juga DA 425.
- Tangan yang seperti jala atau tangan berselaput merupakan Tanda Manusia Besar, sedangkan kuku yang berwarna kuning kecoklatan merupakan cirri yang tidak begitu penting, VvA. 315.
- samma. Istilah untuk sebutan yang sering dipakai. Bodhisatta menginginkan Kanthaka, kuda Beliau, untuk menjadi tunggangan Beliau ketika menjalani Keberangkatan Agung di suatu malam.
- abhisimsim di Ee, abhisisi di VvA. 313, yang dijelaskan sebagai icchi, sampaticchi.
- Kusir kereta
- Dua syair terakhir dimasukan oleh para pengulang, VvA. 317.